Salut, Bahasa ”Kompas”
Salut kepada Kompas, yang meluruskan pemakaian padanan kata di dalam bahasa Indonesia untuk kata learning—bukan lagi pembelajaran, melainkan pemelajaran. Itu tercetak pada kalimat pertama paragraf pertama berita utama Kompas (3/5/2019), ”Kreativitas Guru Menjadi Kunci”.
Tersua di sana: ”Pemelajaran berbasis penalaran yang tinggi menuntut guru kreatif …” Pelurusan padanan kata ini pernah dikemukakan oleh Anton M Moeliono di rubrik Bahasa Kompas (26/7/2003).
Kata pemelajaran merupakan padanan kata learning, sedangkan pembelajaran padanannya instruction. Sejalan dengan ini, pemelajar juga dibedakan dengan pembelajar; ini untuk pembedaan antara learner dan teacher atau instructor.
Kaitan lebih lanjut, guru dibedakan antara guru sebagai pembelajar dan guru sebagai pengajar. Guru yang di kelas memakai pola pikir memperlakukan siswa sebagai ”pusat” adalah guru pembelajar: guru membelajarkan siswa (’membuat siswa mampu belajar’ [mandiri, seumur hidup]). Guru pengajar berpola pikir ”guru sebagai pusat”: guru menyuapkan bahan ajar, bahan dikemas dari sudut pandang guru. Pembedaan ini diuraikan di artikel ”Menjadi Guru Pembelajar”, bpkpenabur.or.id/.../uploads/2015/10/jurnal-No13-Thn8-Desember2009.pdf
Kepada Kompas: lanjutkan peran sebagai pelopor dalam meluruskan pemakaian bahasa Indonesia.
B Kaswanti Purwo
Unika Atma Jaya Jakarta
Statistik BI dan Bank Mandiri
Pemuatan iklan kebijakan moneter bulanan Bank Indonesia dan kinerja Bank Mandiri pada tanggal sama di Kompas (30/4/2019) merupakan koinsidensi. Staf bidang komunikasi kedua instansi rasanya tak ”berhalo-halo” agar mereka memasang iklan serentak.
BI rutin memasang iklan bulanan mengenai tujuh bidang pokok: ekonomi global, ekonomi domestik, neraca pembayaran Indonesia dan aliran modal, nilai tukar, inflasi, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran.
BI menyajikan angka kumulatif dan rata-rata; BM sebagai salah satu bank pelaksana di Indonesia menyajikan angka individual. Sekalipun demikian, angka dari kedua instansi itu saling terkait. BI mendapatkan data individual dari semua bank, sedangkan bank individual memanfaatkan data kumulatif BI untuk merefleksikan kinerjanya dibandingkan dengan kinerja keseluruhan bank.
Keterkaitan itu lebih banyak terlihat pada subyek stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran. BI menyajikan pertumbuhan kredit 12,1 persen (yoy) dan dana pihak ketiga (DPK) 6,6 persen (yoy). Memang persentase itu dihitung berdasarkan data Februari 2019; agaknya masih dapat dibandingkan dengan pertumbuhan (yoy) kredit 12,4 persen dan DPK 7,6 persen BM yang berdasarkan data Maret 2019. Perbandingan kasar itu menunjukkan kinerja perkreditan dan pendanaan BM melampaui kinerja perbankan nasional pada periode yang sama.
Klaim perbaikan kualitas kredit BM dengan penurunan NPL gross dari 3,32 persen (Maret 2018) ke 2,68 persen (Maret 2019), sejalan dengan rasio NPL gross sebesar 2,6 persen perbankan nasional yang dihitung BI. Penurunan risiko kredit secara nasional bermanfaat bagi perkembangan dunia usaha dan perekonomian nasional; juga kesejahteraan karyawan bank.
Beberapa elemen kinerja, baik pada subyek stabilitas sistem keuangan maupun sistem pembayaran, yang disajikan BI masih sulit dibandingkan dengan elemen sama yang disajikan bank individual, demikian sebaliknya.
Kiranya BI dan bank umum individual bekerja sama menyempurnakan penyajian data publikasi sehingga definisi setiap elemen yang dihitung dari angka kumulatif BI dapat dibandingkan dengan elemen serupa dari bank individual.
Wim K Liyono
Mantan Periset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan
Purnakarya Perencana Perusahaan PT BCA Tbk