Pengungkapan rencana serangan dan pembunuhan tokoh-tokoh penting di Malaysia mengingatkan bahaya terorisme sel-sel kelompok militan. Kita tidak boleh lengah.
Empat orang, salah satu warga Indonesia, ditangkap aparat keamanan Malaysia, pekan lalu, atas dugaan merencanakan pengeboman tempat ibadah dan arena hiburan serta pembunuhan tokoh penting pada pekan pertama Ramadhan ini.
Dalam penggerebekan di Kuala Lumpur dan Trengganu, yang diumumkan Senin (13/5/2019), polisi menyita pistol dan enam bom rakitan. Kepala Kepolisian Nasional Malaysia Inspektur Jenderal Abdul Hamid Bador menyebut empat orang itu anggota sel kecil terkait kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Polisi masih memburu dua warga Malaysia dan warga Indonesia yang terkait sel kecil tersebut.
Berita dari negeri jiran, yang dilaporkan harian ini, Selasa (14/5), membawa ingatan pada peristiwa serupa di Tanah Air, awal bulan ini. Sepuluh anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi, Jawa Barat, ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. JAD terafiliasi dengan kelompok NIIS.
Dari penggeledahan di rumah seorang dari mereka, polisi menemukan bahan baku bom rakitan yang dilengkapi alat untuk mengantisipasi peredam atau penghilang sinyal (jammer) dan bisa dikendalikan dari jarak jauh melalui sambungan Wi-Fi. Polisi menyatakan, kelompok itu merencanakan teror dengan target utama anggota kepolisian dan pengunjuk rasa pada hari pengumuman hasil pemilu, 22 Mei 2019.
Dari pengungkapan itu, jelas runtuhnya ”kekhalifahan” yang dibangun NIIS di Irak dan Suriah tak berarti teror berhenti. Setelah NIIS takluk dan tak lagi mengontrol teritorial di Suriah akibat kekalahan dalam pertempuran di Baghouz dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dukungan Amerika Serikat pada 23 Maret lalu, pengamat memperingatkan berkembangnya teror NIIS menjadi teror yang digerakkan sel-sel kelompok itu.
Di Asia Tenggara, kelompok afiliasi NIIS menguasai kota Marawi, Filipina selatan, pada Mei 2017. Akibat pertempuran sekitar lima bulan melawan pasukan Pemerintah Filipina, kota itu luluh lantak. Tak terhitung lagi besarnya kerugian dan dana yang dibutuhkan untuk merekonstruksi kota Marawi.
Belum lama ini, aksi teror berskala masif melanda Sri Lanka. Sedikitnya 250 orang tewas dalam serangkaian serangan bom bunuh diri di sejumlah gereja dan hotel pada perayaan Paskah, 21 April lalu. Serangan ini diklaim NIIS. Sebulan berlalu, kekacauan di Sri Lanka tak kunjung mereda. Kini berkembang menjadi konflik SARA yang makin pelik untuk diselesaikan.
Teror di Sri Lanka menjadi contoh mahalnya harga dan risiko yang dipikul saat tiada kewaspadaan pada ancaman teror yang diusung kelompok militan. Teror di negeri itu berlangsung di tengah perpecahan elite politik dan sikap abai pada informasi intelijen soal rencana teror oleh sel-sel teroris.
Tak ada kata ”lengah” dalam menangkal terorisme. Aparat di Malaysia dan Indonesia berupaya keras tidak lengah. Dengan kewaspadaan tinggi, teror sel kelompok militan bisa dicegah.