Pemerintah dan DPR diharapkan segera menyelesaikan undang-undang perlindungan data pribadi agar tidak terjadi penyalahgunaan yang merugikan.
Harian Kompas, sejak Senin (13//5/2019) hingga Rabu (15/5), menurunkan laporan hasil penelusuran wartawannya mengenai jual-beli data pribadi.
Data berupa nama, tanggal dan tempat lahir, penghasilan, pekerjaan, alamat, bahkan nama ibu kandung diperjualbelikan tanpa sepengetahuan pemilik data. Jual-beli data secara bebas dilakukan tenaga pemasaran jasa keuangan, seperti perbankan dan asuransi. Namun, juga ada data pribadi yang dijual di toko daring secara bebas. Pembeli menggunakan data pribadi untuk berbagai hal, mulai dari menawarkan produk hingga penipuan. Dan, kita telah sering mendengar keluhan di masyarakat atau mengalami sendiri hal tersebut.
Praktik jual-beli data pribadi semakin mengancam keamanan individu pada era digital. Setiap pengguna situs web dan media sosial digital harus menyerahkan data pribadi agar dapat memanfaatkan jasa yang ditawarkan. Kemudahan mengolah data dalam jumlah besar (big data) melalui algoritma menggoda banyak entitas bisnis untuk mengetahui profil pelanggan dan memanfaatkan guna keperluan lain tanpa sepengetahuan pelanggan bersangkutan.
Belakangan, semakin banyak negara mengharuskan penyedia layanan media daring dan bisnis yang menawarkan jasa secara daring untuk secara jelas meminta persetujuan pengguna bahwa data pribadi mereka diambil serta dipakai untuk kepentingan penyedia layanan.
Persoalan muncul ketika literasi internet dan media daring untuk masyarakat umum tidak terjadi. Sebagian besar kita tidak menyadari data pribadi diambil dan digunakan untuk keperluan di luar pengetahuan tanpa izin.
Perlindungan bagi masyarakat hingga saat ini masih sangat lemah. Belum ada undang-undang yang mengatur penggunaan data pribadi. Pada 2016, pemerintah menyiapkan rancangan undang-undang perlindungan data pribadi. Sejak 2017 dilakukan harmonisasi antara kementerian dan lembaga pemerintah, tetapi hingga saat ini RUU tersebut masih berada di Kementerian Hukum dan HAM. Berbagai undang-undang yang pasalnya mengatur data pribadi belum tegas mengatur sanksi pidana jual-beli.
Sebagai warga negara kita wajib memberikan data pribadi, seperti tanggal dan tempat lahir, alamat, pekerjaan, anggota keluarga, serta pendidikan untuk kepentingan pencatatan data kependudukan. Pemerintah memerlukan data seperti ini untuk merencanakan arah pembangunan dan menguatkan daya saing sebagai bangsa. Di sisi lain, penyalahgunaan big data penduduk berpotensi membahayakan negara.
Sebagai imbalan, pemerintah wajib melindungi data pribadi masyarakat agar tidak disalahgunakan dengan segera membuat peraturan dan terus-menerus meningkatkan literasi digital masyarakat. Apalagi, pemerintah mendorong masyarakat segera beradaptasi terhadap datangnya era digital.