Ibu Kota Masa Depan
Wacana memindahkan ibu kota dari Jakarta adalah pemikiran yang sangat maju dan berani. Beban ibu kota yang sangat berat dewasa ini harus segera diatasi karena ketidakseimbangan ibu kota dapat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa.
Ketidakseimbangan itu mencakup berbagai hal, misalnya transportasi, polusi udara, banjir, sampah, kebakaran, permukiman padat dan kumuh, penurunan muka tanah, serta langkanya sumber air bersih.
Untuk mencari pengganti ibu kota, sebaiknya dipilih daerah yang aman dari risiko gempa vulkanik ataupun tektonik. Letaknya strategis, di tengah-tengah wilayah Nusantara sehingga perbedaan waktu hanya 1 jam dengan Waktu Indonesia Timur dan Barat. Pertahanan dan keamanan juga harus terjaga dari ancaman eksternal. Hal lain adalah tersedianya air tawar yang bersumber dari sungai atau mata air. Lahan sebaiknya luas, stabil, dan aman dari bahaya longsor serta tsunami.
Ibu kota baru perlu memiliki infrastruktur lengkap, seperti pelabuhan laut, pelabuhan udara, bendungan, jalan, jembatan, irigasi, pembangkit listrik, instalasi penjernihan air. Penduduknya heterogen (multikultur/multiras) dan memiliki sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan memadai.
FX Wibisono
Jl Kumudasmoro Utara,
Bongsari, Semarang 50148
Pindah Ibu Kota?
Artikel ”Timbang-timbang Pemindahan Ibu Kota Negara” oleh Wicaksono Sarosa (Kompas, 4/5/2019) mengingatkan agar berhati-hati sebelum memutuskan. Selain biaya besar, waktu pembangunan bisa puluhan tahun.
Artinya, masa pembangunan bisa lewat beberapa presiden, yang komitmen politiknya bisa berbeda sehingga terancam keberlanjutannya.
Secara teknis, membangun ibu kota baru sangat kompleks, dana pembangunannya besar dan berpotensi memicu KKN. Proyek e-KTP saja nyatanya dikorupsi secara masif.
Ditinjau dari kondisi perekonomian, ada ahli yang menyatakan perekonomian kita semu karena harga barang banyak disubsidi lewat subsidi BBM dan menjadi beban APBN setiap tahun. Jika subsidi BBM dicabut, harga-harga barang mungkin melonjak.
Seharusnya, subsidi BBM tidak ”dipelihara” agar perekonomian lebih realistis dan sehat. Hal ini berdampak pada anggaran pembangunan ibu kota.
Saya mendukung pendapat Wicaksono Sarosa untuk menimbang ulang pemindahan ibu kota negara. Sudah ada contoh tidak efektifnya pemindahan ibu kota Australia ke Canberra dan ibu kota Brasil ke Brasilia.
Suyadi Prawirosentono
Selakopi Pasir Mulya,
Kota Bogor
Tanggapan KCJ
PT Kereta Commuter Indonesia (KCJ) berterima kasih atas masukan Bapak A Ristanto terkait fasilitas pelayanan bagi pengguna KRL di Stasiun Bekasi (Surat Kepada Redaksi, Kompas, 2/5/2019). Kami mohon maaf apabila fasilitas layanan di Stasiun Bekasi masih belum maksimal.
Tahun 2019 ini, kami telah memprogramkan penambahan kursi di peron Stasiun Bekasi. Rencana penambahan kursi 28 unit akan disebar di area tunggu peron satu hingga peron empat.
Stasiun Bekasi juga sudah masuk program Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan tahun 2019 ini untuk dimodernisasi. Hal ini sejalan dengan pembangunan proyek jalur dwiganda (double-double track) Manggarai-Bekasi.
Sebelumnya, tahun 2018 pemerintah telah merampungkan revitalisasi lima stasiun di lintas Bekasi, yaitu Klender, Buaran, Klender Baru, Cakung, dan Kranji. Nantinya, setelah Stasiun Bekasi direvitalisasi, pengguna akan merasakan aksesibilitas yang lebih baik dan fasilitas pelayanan yang lebih nyaman.
Terima kasih atas kepedulian dan dukungan Bapak dalam peningkatan layanan KRL Commuter Line.
Anne Purba
PT Kereta Commuter
Indonesia, VP Corporate
Communications