Kecerdasan Buatan Makin Dibutuhkan di Bisnis Ritel
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
Kadang kita melihat pertempuran terjadi hanya antara bisnis ritel konvensional dengan ritel daring. Padahal, di antara industri ritel daring sendiri, pertempuran tak kalah sengit. Mereka beradu untuk menggaet konsumen. Pasalnya, kini tak cukup hanya menghadirkan kemudahan pembelian produk dari mal konvensional ke mal digital.
Kini mereka tengah mencari cara agar konsumen tertarik dengan lapak mereka, dengan menawarkan berbagai pengalaman (experience). Meski demikian, mal konvensional tak kalah seru menyajikan pengalaman kepada calon pembelinya dengan menggunakan bantuan teknologi.
Lanskap bisnis ritel berubah sangat cepat. Menurut majalah Forbes, konsumen membutuhkan pembelian produk yang terpersonalisasi, nyaman, dan memiliki relasi yang kuat dengan merek. Konsumen makin ingin mendapatkan pengalaman seperti itu. Teknologi kecerdasan buatan memungkinkan semua itu dilakukan demi memenuhi keinginan konsumen. Masalahnya adalah teknologi seperti apa yang bisa melayani konsumen. Di sinilah perusahaan ritel daring tengah bertempur untuk menemukan kemudahan berbasis teknologi kecerdasan buatan.
Pengalaman yang berkembang sangat cepat antara lain, penyediaan kupon diskon ataupun layanan lainnya. Kini konsumen tak banyak lagi yang memerlukan kupon berupa kertas. Dari survei sebuah media memperlihatkan sebanyak 53 persen konsumen sudah menginginkan kupon berbentuk digital. Lebih dalam lagi mereka yang ingin mendapat kupon digital berupa diskon, sekitar 76 persen berharap agar diskon itu berdasarkan riwayat pembelian mereka sebelumnya. Mereka mengaku kupon diskon ini lebih bermanfaat.
Desakan agar perusahaan ritel daring makin memperhatikan keinginan konsumen karena terdapat data dari Marketing Dive yang menyebutkan sekitar 48 persen pembelanja akan meninggalkan laman sebuah merek dan beralih ke kompetitor ketika mereka mendapat pengalaman terpersonalisasi buruk di laman itu. Bisa dimaklumi karena berdasarkan riset Edelman, sekitar 80 persen konsumen akan menyukai laman yang memberikan pengalaman yang terpersonalisasi dibandingkan yang tak memberikan tawaran pengalaman apapun.
Teknologi kecerdasan buatan yang paling sederhana adalah menangkap data perilaku atau kebiasaan konsumen. Dari data ini maka bisa dibuat tampilan visual laman yang disukai mereka. Teknologi digital akan mudah menangkap perilaku para konsumen namun mungkin menerjemahkan data itu ke dalam tampilan visual merupakan pekerjaan yang membutuhkan pemikiran mendalam. Riset majalah eMarketer menyebutkan sebanyak 72 persen konsumen melihat tampilan visual lebih dahulu sebelum membeli.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan selanjutnya, menurut Mitul Tiwari yang menjadi CTO Passage AI, adalah menangkap permintaan konsumen. Model lama hanya menyediakan nomer telepon dan alamat surat elekteronik. Cara ini sudah tertinggal, konsumen membutuhkan jawaban segera. Oleh karena itu penyediaan chatbot akan memudahkan konsumen berinteraksi. Di sisi lain karena peritel memiliki data transaksi maka usulan-usulan produk akan makin terpersonalisasi.
Di tengah inovasi yang kencang di bisnis ritel daring, peritel konvensional tak kalah tertinggal melakukan perbaikan. Apalagi mereka percaya bahwa ke depan ritel daring dan ritel konvensional bakal bersinergi. Keduanya bakal bersinergi dan tetap hidup. Mereka juga menawarkan pengalaman dengan basis teknologi kecerdasan buatan. Sebuah mal di Jepang menyediakan kios yang berisi display produk-produk mereka. Dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan, mereka bisa memantau reaksi calon pembeli terhadap produk yang ditawarkan. Teknologi yang berbasis neurotransmitter ini untuk memastikan produk yang disukai calon pembeli.
Sistem pembayaran di mal juga sudah terjadi revolusi. Mereka mulai memperkenalkan teknologi pengenalan muka dan juga data biometrik untuk memudahkan pembayaran sehingga tak lagi membutuhkan kata kunci dan lain-lain. Proses pembayaran yang cepat juga menjadi kebutuhan bagi para konsumen. Anteran yang panjang di mal saat membayar merupakan keluhan sebagian besar konsumen.
Semua inovasi di atas hanyalah sebagian dari inovasi di mal baik daring maupun konvensional. Pengelola mal masih memiliki banyak ruang untuk melakukan perbaikan berbasis teknologi. Bantuan teknologi akan menjadikan mal lebih memiliki daya tarik dan menjadi relevan dengan perubahan zaman.