Pilar China dan Huawei adalah ”Gaige Kaifang” (Bagian II)
Atas segala ulah Trump terhadap China, konsumen AS telah ketiban efek. Dana Moneter Internasional sendiri sudah menyimpulkan bahwa tindakan Trump merugikan AS sendiri. Konsumen China sebanyak 800 juta jiwa merupakan pasar yang berpotensi hilang bagi korporasi AS. Ini sebuah risiko besar jika Trump ingin unjuk taringnya.
Kasus Huawei bisa diduga tidak akan berlarut-larut. Jeritan dari perusahaan-perusahaan AS sendiri menjadi halangan bagi Presiden Donald Trump melanjutkan tekanan pada Huawei. Masalahnya, ada efek bagi perusahaan AS yang berbisnis di China.
Pada 2018 misalnya, saat Trump memutuskan pengenaan tarif pada impor asal China, sudah terasa ada hambatan yang dihadapi sejumlah perusahaan AS yang beroperasi di China. Ada antrean untuk mendapatkan perizinan yang menghambat produksi dan pemrosesan visa pekerja serta lisensi lainnya.
Apakah ini terkait dengan pengenaan tarif oleh AS terhadap impor dari China? ”Cukup pertanda untuk mengatakan bahwa ini terkait,” kata Jake Parker, Wakil Presiden Dewan Bisnis AS-China, beranggotakan 200 perusahaan antara lain PepsiCo, Apple, dan General Motors. Oleh karena itu, dia mengatakan, ”Tarif tidak akan menyelesaikan persoalan, tetapi merusak kepentingan AS,” kata Parker.
Isu soal hambatan yang dihadapi perusahaan AS di China memang tidak berkembang. Akan tetapi, jelas ada sinyal China bisa mencekik kepentingan bisnis AS di China. Sejauh ini, China tampaknya sabar dan menunggu hingga Presiden AS Doland Trump tidak lagi menjabat.
Resiprokal
Jika mau, China bisa melawan aksi unilateral AS dengan asas resiprokal, apalagi sanksi Trump tidak berdasarkan mandat dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ada banyak perusahaan AS yang bisa menghadapi perlakuan brutal jika China mau.
Philip van Doorn di situs MarketWatch menyebutkan nama-nama perusahaan AS yang berpotensi digencet. Perusahaan itu antara lain Apple Corp dengan porsi penjualan 19,6 persen di China terhadap seluruh penjualan global, Intel Corp (23,6), Qualcomm (65,4), Boeing Co (12,8), Micron Technology Inc (51,1), Broadcom Ltd (53,7), Cisco Systems Inc (15,9), Texas Instrument Inc (44,1), Procter & Gamble Co (8), Starbucks Corp (20,2), Western Digital Corp (22,4), Nike Inc, 3M Co, Skywork Solutions Inc, Applied Materials Inc, TE Connectivityyy Ltd, Corning Inc, Abbot Laboratories, Cummins Inc, Amphenol Corp, dan Class A.
Oleh sebab itu, ada pernyataan dari sejumlah korporasi AS agar Trump segera menghentikan perang dagang. Salah satunya adalah perusahaan sepatu asal AS, Nike. Alasannya, perang dagang bisa katastropik dan berefek negatif.
Atas segala ulah Trump terhadap China, konsumen AS telah ketiban efek. Dana Moneter Internasional (IMF) sendiri sudah menyimpulkan bahwa tindakan Trump merugikan AS sendiri. Pebisnis dan konsumen AS telah menanggung beban tarif yang dikenakan AS atas impor asal China, seperti dilaporkan oleh IMF pada hari Kamis (23/5/2019).
Maka, tidak heran sebuah surat diteken oleh 173 perusahaan, termasuk Nike dan Adidas. Isinya tarif merugikan kelas pekerja.
Baca juga: Pilar China dan Huawei adalah ”Gaige Kaifang” (Bagian I)
Sebuah survei juga dilakukan oleh American Chambers of Commerce di China. Hasilnya, sepertiga responden menyatakan telah menunda investasi karena tarif.
Eskalasi terbaru terkait Huawei semakin menciptakan kekhawatiran baru bagi pebisnis AS di China. Ketua American Chamber of Commerce (AmCham) di China Tim Stratford mengatakan, para anggotanya khawatir atas sanksi oleh Trump pada Huawei. ”Para anggota khawatir Pemerintah China akan menghukum perusahaan AS di China,” kata Stratford.
AmCham beranggotakan lebih dari 900 perusahaan yang beroperasi di China. Boeing, Pfizer, dan Coca-Cola termasuk di dalamnya. Presiden Boeing John Bruns mengatakan khawatir akan iklim bisnis akibat perang dagang.
Akan tetapi, Dubes China untuk AS Cui Tiankai menyatakan, pihaknya tetap bersedia berunding dengan AS untuk mengakhiri kemelut.
Industri TI khawatir
Kekhawatiran ini wajar. Ada efek lebih besar tak langsung jika Trump bertahan dengan sanksinya pada Huawei. Pakar industri teknologi informasi Gregor Berkowitz, misalnya, mengatakan serangan Pemerintah AS terhadap Huawei akan merugikan Google dan perusahaan besar lainnya.
Hal paling sederhana adalah Apple akan jadi pelanduk dalam perang dagang AS-China, menurut Berkowitz. Efek lain, perusahaan-perusahaan China malah akan berkesempatan menyebar secara meluas di negara-negara berkembang. ”Ada banyak efek sekunder ketimbang efek primer,” lanjut Berkowitz.
Alternatif terhadap pengganti fasilitas Google yang dipakai Huawei akan meningkat. Huawei sangat populer di banyak negara. ”Google bisa memudar karena Huawei akan dipaksa memakai Baidu (mesin pencari semacam Google di China),” kata Berkowitz. Perusahaan pemasok asal China juga akan menyebar ke seluruh dunia lewat Huawei jika Huawei tidak boleh menggunakan komponen atau aplikasi asal AS.
Jika Huawei putus dari Google, Huawei akan lebih leluasa mempromosikan Didi ketimbang Uber, WeChat ketimbang Whatsapp (milik Facebook). ”Baidu akan menjadi mesin pencari hebat di India, Afrika, dan menjadi penyaji jasa e-mail untuk transaksi online,” kata Berkowitz.
Baca juga: AS Mati-matian Menekan Huawei, Asia Bergeming
Sekarang produk dan aplikasi buatan perusahaan-perusahaan AS masih lebih dikenal di luar China. Ini bisa tergusur juga jika Trump menekan Huawei, yang sudah menyebar di banyak negara.
Sukses pemasaran Huawei terletak pada harga gawainya yang lebih murah dengan kualitas yang tidak kalah dari iPhone dan Samsung. ”Hal yang lebih penting konsumen negara berkembang adalah ekonomis dari segi harga,” lanjut Berkowitz. Dengan demikian, merek-merek asal China tetap akan menarik entah itu memakai Android atau tidak.
Terbukti, salah satu telepon genggam buatan Huawei dinilai menjadi yang terbaik pada 2018. Ini didasarkan pada kekuatan kamera, kestabilan, kekuatan baterai, teknologi tiga dimensi, dan jaminan pengamanan.
Dan jangan dilupakan, AS mungkin masih merupakan negara yang terkaya di dunia. Akan tetapi, AS juga merupakan negara dengan ketimpangan pendapatan yang sangat tinggi. Mayoritas warga AS bukan warga dengan daya beli tinggi. Produk-produk China yang murah sekian lama merupakan solusi bagi mayoritas warga AS dan dunia dengan daya beli rendah.
AS bukan penguasa
Menurut Jimmy Goodrich, Wapres Asosiasi Industri Semikonduktor, AS melakukan kebijakan berisiko. ”Tidak ada segmen industri yang dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan AS. Jika AS bertindak sepihak dalam koridor ini, itu hanya akan merusak inovasi di AS. China sendiri akan tetap bisa meraih teknologi yang mereka inginkan,” kata Goodrich dalam sebuah diskusi di Washington.
”Kita harus berpikir soal konsekuensi yang tidak diinginkan. Kembali ke kasus tahun lalu, kita semua tahu apa yang terjadi pada ZTE. Tidak kehilangan kepercayaan diri, China mengumumkan ratusan juta dollar AS untuk program percepatan lokalisasi komponen 5G. Jadi, kita hanya akan mendorong mereka untuk lebih baik, lebih independen dari kita karena hal tersebut,” kata Goodrich.
Menurut Techanalye, sebuah perusahaan riset Jepang, Huawei sudah setara dengan Apple dalam desain chip 4G untuk telepon cerdas. Huawei kemungkinan segera mampu menyaingi Qualcomm, perusahaan pembuat semikonduktor untuk telepon seluler.
Sekarang ini, Qualcomm masih terbesar dalam produksi chip untuk telepon seluler. Akan tetapi, ini juga karena pasar China. Pendapatan Qualcomm di China mencapai 65 persen dari total pendapatan globalnya. Trump dan Kongres AS tidak paham keadaan ini. Oleh sebab itu, Goodrich menyarankan Washington berpikir ulang soal tindakannya.
Terkait alasan produk Huawei berbahaya bagi keamanan juga tidak benar. Harian The Wall Street Journal pada edisi 24 Mei 2019 menuliskan, ”Jangan membohongi diri sendiri. CIA dan National Security Agency juga mencari celah untuk mengeksploitasi.”
Jika tujuan negara-negara adalah mencuri rahasia AS, perlu diketahui aktivitas spionase tidak memerlukan Huawei. Rusia, misalnya, tidak memerlukan instrumen Huawei untuk mencampuri Pemilu AS pada 2016. ”China tidak membutuhkan fasilitas Huawei untuk mencuri rahasia perusahaan AS.”
Andai Trump bersikukuh juga, Huawei akan mampu bertahan dari tekanan AS. Pasar China cukup besar untuk Huawei dengan pelanggan utama adalah China Mobile.
Pemasok komponen ke Huawei juga didominasi perusahaan-perusahaan asal China sendiri. Pada 2017, pasokan komponen ke Huawei berasal dari China (42 persen), dari seluruh dunia 15,2 persen, perusahaan Taiwan sebesar 9,12 persen, dan pasokan perusahaan asal AS sebesar 24,7 persen.
Menolak ”perintah” Trump
Menimbang segala faktor, tidak heran jika beberapa mitra Huawei tidak mau menuruti perintah Trump. Perusahaan bernama Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TSMC), pembuat chip terbesar dunia, menegaskan akan terus memasok semikonduktor penting untuk Huawei. TSMC melakukan itu setelah mendapatkan nasihat dari sebuah perusahaan hukum terdepan di AS.
Baca juga: Tidak Ada Logika dalam Taktik Dagang Trump
Toshiba juga pada hari yang sama, Kamis (23/5/2019), menyatakan bahwa pengiriman komponen elektronik ke Huawei akan diteruskan. Sebelumnya Panasonic sempat menyatakan akan menghentikan pasokan, tetapi kemudian berubah. Grup Lenovo, perusahaan pembuat komputer, juga akan terus mempertahankan transaksinya dengan Huawei.
Elizabeth Sun, jubir TSMC, mengingatkan kampanye menentang Huawei akan berdampak bagi keseluruhan industri. ”Pada tahun-tahun silam industri semikonduktor global telah mengembangkan jaringan pasokan yang saling terkait. Ini telah menciptakan hubungan produksi dan bisnis yang sangat kompleks. Jika ada disrupsi pada satu jaringan, itu akan ada efeknya ke bagian lain.”
Komisi Uni Eropa dan juga Presiden Perancis juga menolak ajakan Trump. Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan tidak akan ada proteksionisme berlebihan terhadap sebuah perusahaan teknologi informasi (TI) global. ”Kita ingin perusahaan seperti itu membesar dan menciptakan lapangan kerja,” kata Macron.
Pada Maret 2019, Komisi Uni Eropa juga telah memutuskan untuk membiarkan setiap negara anggota UE untuk memutuskan sendiri soal keamanan teknologi informasi terkait produk-produk China.
Inilah mata rantai jaringan dan produk global, di mana China telah berperan membentuknya sejak reformasi dan keterbukaan ekonomi mereka pada tahun 1978. Trump tidak bisa melawan arus globalisasi, yang juga disebarkan dan dinikmati korporasi AS sendiri.
Beberapa perusahaan AS yang menghentikan relasi dengan Huawei justru memiliki pabrik di China. Konsumen China sebanyak 800 juta jiwa merupakan pasar yang berpotensi hilang bagi korporasi AS. Ini sebuah risiko besar jika Trump ingin unjuk taringnya. (AP/AFP/REUTERS)