Diplomasi Damai RI untuk Afrika
Bulan April 2019 menandai 64 tahun sejak Indonesia memelopori Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung yang menjadi tonggak awal perjuangan kemerdekaan, khususnya negara-negara di Afrika. Jika kala itu permasalahan utama bangsa Afrika adalah kolonialisme, saat ini konflik yang berkepanjangan menjadi salah satu permasalahan utama.
Terorisme, pandemi, dan dampak perubahan iklim, turut mempersulit penyelesaian konflik di Afrika. Belum lagi tingginya kejahatan lintas batas, termasuk penyelundupan senjata, eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, dan perompakan.
Tingginya perhatian DK PBB ini juga tecermin dari keberadaan tujuh Misi Perdamaian PBB di Afrika, yaitu di Republik Demokratik Kongo, Darfur (Sudan), Sudan Selatan, Abyei, Mali, Republik Afrika Tengah, dan Sahara Barat.
Indonesia tak pernah tinggal diam dan terus memberikan kontribusi konkret dalam mewujudkan perdamaian di Afrika. Seperti disampaikan Menlu RI Retno LP Marsudi pada pembukaan Indonesia- Africa Forum di Bali, 10 April 2018, ”kecintaan Indonesia pada Afrika bukan hanya tecermin dalam kata, tetapi juga dalam aksi.”
Sejak 1957, Indonesia telah mengirimkan pasukan pemeliharaan perdamaian ke Afrika, yaitu ke United Nations Emergency Force (UNEF) di Semenanjung Sinai. Pengiriman ini merupakan kontribusi pertama Indonesia ke Misi Perdamaian PBB. Tiga tahun kemudian, Indonesia juga ikut Misi Perdamaian PBB di Kongo. Hingga kini, Indonesia telah berpartisipasi pada 17 Misi Perdamaian PBB di Afrika. Putra Indonesia, Mayor Jenderal Imam Edy Mulyono, bahkan dipercaya menjadi Force Commander Misi Perdamaian PBB di Sahara Barat periode 2013-2015.
Saat ini, pasukan pemelihara perdamaian Indonesia hadir di seluruh Misi Perdamaian PBB di Afrika dengan jumlah 1.770 personel, termasuk di Republik Demokratik Kongo (1.045 personel), Darfur (472 personel), dan Republik Afrika Tengah (220 personel). Jumlah ini lebih dari setengah total kontribusi Indonesia pada Misi Perdamaian PBB sekarang. Peran konkret Indonesia terhadap perdamaian di Afrika mendapatkan pengakuan dari negara Afrika. Tidak mengherankan Indonesia dikenal sebagai mitra sejati, #ATruePartner. Hal ini turut memupuk kepercayaan dan mendorong banyaknya negara Afrika mendukung Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2019-2020.
Kiprah di DK PBB
Selama empat bulan pertama berkiprah di DK PBB, Indonesia konsisten menunjukkan keberpihakannya terhadap bangsa Afrika. Indonesia terlibat aktif dalam pembahasan resolusi terkait Misi Perdamaian PBB di Republik Afrika Tengah, Sudan Selatan, Republik Demokratik Kongo, dan Abyei, serta pembahasan Resolusi Misi Politik Khusus PBB di Guinea-Bissau dan Somalia.
Guna mendorong penguatan kerja sama PBB dengan Uni Afrika dalam penanganan konflik di Afrika, Indonesia telah mensponsori Resolusi Silencing the Guns in Africa. Tak hanya aktif dalam pembahasan substansi, Duta Besar RI untuk PBB di New York terjun langsung melihat keadaan di lapangan dengan ikut serta dalam misi kunjungan DK PBB ke Guinea-Bissau, Pantai Gading, Mali, dan Burkina Faso, serta menyampaikan dukungan Pemerintah RI kepada negara tersebut.
Berbekal pengalaman kerja sama regional melalui ASEAN, Indonesia senantiasa mendukung peran Uni Afrika dalam mewujudkan perdamaian. Tidak dapat dimungkiri rekam jejak panjang Uni Afrika sebagai mediator berbagai konflik. Neighbors know best. Kita senantiasa mendorong ”African solution for African problem”, misalnya, dalam kerangka G-5 Sahel Joint Force dan Multinational Joint Task Force yang dibentuk negara Afrika untuk mengatasi ancaman terorisme.
Dalam keketuaan (presidensi) Indonesia di DK PBB pada Mei 2019, Indonesia tetap memperhatikan bangsa Afrika. Agenda DK PBB pada Mei 2019, antara lain membahas isu Libya, Somalia, Sudan Selatan, Burundi, Abyei, dan kawasan Sahel. Tema dua Pertemuan Terbuka (Open Debate)PBB yang diinisiasi Indonesia pada Mei 2019 juga berkaitan erat dengan konflik di Afrika.
Pertama, terkait ”Investing in Peace: Improving Safety and Performance UN Peacekeeping” yang memberikan penekanan pada peningkatan efektivitas Misi Perdamaian PBB. Hal ini sangat penting di tengah tingginya tuntutan pada PBB untuk mendukung penyelesaian konflik, khususnya di Afrika. Lewat pertemuan ini, Indonesia diharapkan dapat berbagi keberhasilan sistem pelatihan pasukan pemeliharaan perdamaiannya yang selama ini sudah diakui masyarakat internasional, termasuk dalam mediasi dan community engagement.
Tema Pertemuan kedua berkaitan dengan ”Protection of Civilians (PoC) in Armed Conflict”, difokuskan pada penguatan keterlibatan masyarakat lokal oleh Misi Perdamaian PBB dalam perlindungan warga sipil. Pertemuan ini bertepatan dengan peringatan 20 tahun agenda PoC di DK PBB. Indonesia menyadari betul bahwa penduduk sipil adalah korban utama dalam sebuah konflik, tidak terkecuali di Afrika.
Ke depannya, Indonesia akan terus mendorong keterlibatan aktif masyarakat internasional bagi perdamaian di Afrika. Solidaritas dan kepedulian terhadap bangsa Afrika akan tetap mewarnai keanggotaan Indonesia di DK PBB, sejalan dengan semangat KAA Bandung yang terus relevan dan kontekstual.
Dian Triansyah Djani Duta Besar/Wakil Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York