Upaya memerangi gelombang peredaran berita bohong, hoaks, harus dilakukan secara serius dan sistematis karena cenderung merebak tidak terkendali.
Sebagai usul, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), awal pekan ini, melontarkan gagasan agar media massa dan masyarakat luas secara bersama memerangi hoaks. Ancaman peredaran berita bohong memang cenderung meningkat dan sungguh mencemaskan. Hasil riset Mafindo menggambarkan, betapa wabah hoaks meningkat cepat dalam dua tahun terakhir di Indonesia.
Fenomena serupa tentu saja bukan khas Indonesia, melainkan dihadapi dunia. Sekalipun peredaran berita bohong bukanlah kisah baru dalam sejarah panjang peradaban manusia, tetapi kini berkembang menjadi wabah, yang dipicu kemajuan teknologi digital. Berita bohong bisa disiarkan seketika dan serempak.
Terlepas dari segala kontribusi yang gemilang bagi kemajuan, teknologi komunikasi digital telah menciptakan gangguan hebat, digital disruption, yang menciptakan lorong kegelapan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Kebohongan telah menciptakan ketidakpastian.
Gangguan digital yang memproduksi dan mereproduksi berita bohong tidak hanya mengacaukan rasionalitas, tatanan nilai dan kesantunan publik, tetapi juga menjungkirbalikkan kenyataan yang mendorong lahirnya era post-truth. Sebagian besar warga masyarakat dunia tampak gamang menghadapi gelombang berita bohong, yang datang menerjang silih berganti, tidak habis-habisnya setiap saat.
Epidemi berita bohong, hoaks, bergerak cepat sampai ke sudut-sudut bumi, tanpa ada satu kekuatan yang dapat menghentikannya, sekurang-kurangnya sampai sekarang, Wabah hoaks terus bergerak liar tak terkendali, menyerang kalangan terdidik, serta menerjang tatanan sosial dan nilai yang sudah mapan. Tidak sedikit para penyebar hoaks menumpang di agenda politik dan sentimen keagamaan.
Kekacauan lebih besar dikhawatirkan akan merebak lebih luas jika tidak segera ditemukan jalan keluar. Sejumlah negara menjadi kacau sebagai korban peredaran berita hoaks, yang dipicu oleh media sosial. Upaya harus dilipatgandakan dalam menghadapi peredaran berita hoaks. Tentu menarik usul Mafindo agar media massa tidak hanya berfungsi menyebarkan informasi, tetapi melakukan perang terhadap hoaks.
Namun, tantangannya tidak kecil karena media konvensional sendiri kehilangan banyak daya oleh gangguan hebat teknologi digital. Peran media, terutama cetak, mengalami tekanan berat di tengah kemajuan media digital. Upaya mengendalikan media digital tidaklah gampang dalam memproduksi dan mereproduksi berita bohong.
Namun, apa pun tantangannya, media konvensional dengan sisa-sisa kekuatannya tetap diharapkan ikut berperang melawan hoaks, yang telah mengacaukan berbagai aspek kehidupan manusia saat ini. Jauh lebih penting tentu saja mengembangkan pendidikan sikap kritis secara dini agar tidak mudah terjebak dalam arus liar peredaran berita hoaks.