Teknologi digital telah merasuk ke beragam aspek kehidupan dengan cepat dan mengubah banyak tatanan. Menggembirakan sekaligus menggelisahkan.
Seperti halnya semua teknologi, pasti memiliki dua sisi manfaat, bisa positif atau negatif, tergantung untuk apa dan oleh siapa teknologi itu digunakan.
Munculnya seruan dari panel independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengajak semua pihak untuk memperluas kerja sama guna menghadirkan teknologi digital kepada separuh populasi dunia, seperti diberitakan Kompas, Senin (10/6/2019), menumbuhkan harapan. Seruan dari panel bentukan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Juli 2018, itu seakan menyelaraskan kembali gerak revolusi teknologi ini agar benar-benar membawa manfaat bagi umat manusia, bukan sebaliknya justru menghancurkannya.
Panel yang dipimpin Melinda Gates ini bahkan meniatkan pemanfaatan teknologi digital untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, bahkan membantu negara berkembang mewujudkan lompatan kuantum mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, termasuk mengakhiri kemiskinan ekstrem dan menjaga lingkungan hidup.
Penduduk dunia, berdasarkan data World Population Review per 12 Juni 2019 pukul 15.30 WIB, tercatat 7.710.410.668. Apabila teknologi digital bisa menjangkau separuh populasi dunia, berarti pula mendorong peningkatan kesejahteraan bagi sekitar 3,8 miliar manusia.
Seruan lantang yang terdengar enak di telinga dan hati ini tentu perlu terus disuarakan bersama-sama sehingga semakin menggema, bahkan menjadi mantra yang bisa menenteramkan semesta, termasuk di Nusantara.
Seruan ini tidak boleh berubah menjadi desus bisikan agar melupakan semangat berbagi, membakar keserakahan dan nafsu berkuasa, yang pada akhirnya memorakporandakan dunia.
Teknologi digital yang semestinya mendorong pemerataan, pada praktiknya justru memperlebar kesenjangan ekonomi dunia. Kini, pengembangan teknologi digital pun dirasakan hanya baru menguntungkan negara dari perusahaan raksasa teknologi. Sementara negara-negara pengguna hanya menjadi target pasar. Organisasi negara-negara pengendali 85 persen perekonomian global, G-20, tengah mendorong adanya aturan pemberlakuan pajak yang lebih proporsional untuk mengatasi ketidakadilan ini.
Pemerataan informasi yang semula menjadi tujuan mulia pengembangan teknologi digital juga sudah berbelok menjadi perluasan disinformasi berwujud berita-berita bohong, ujaran kebencian, kekerasan, terorisme, dan rasisme yang justru memecah belah bangsa, bahkan benturan peradaban.
Seruan teknologi digital untuk kemanusiaan perlu terus disuarakan bersama-sama dan semakin digemakan. Indonesia yang memiliki populasi empat besar dunia dan pengguna internet terbesar ketiga dunia pantas menggaungkannya.