Persidangan perselisihan hasil pemilu telah digelar di Mahkamah Konstitusi. Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah menyampaikan keberatan mereka.
Persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi panggung politik. Langkah itu sah-sah saja. Tuduhan kecurangan dalam pemilu yang selama ini merebak dalam jumpa pers, ataupun media sosial, disampaikan dalam panggung persidangan.
MK adalah panggung terhormat untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Aksi jalanan tidak akan bisa mengubah hasil pemilu, selain malah berpotensi menciptakan kerusuhan. Dalam persidangan, segala dalil, pendapat, bukti, dan saksi akan dinilai majelis hakim. Dalil, pendapat, ataupun saksi yang diajukan kubu Prabowo-Sandi tentunya akan dijawab kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga pihak pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Dalam revisi gugatan, sejumlah kecurangan yang diduga dilakukan capres petahana Jokowi dibeberkan. Ahli-ahli luar negeri dikutip untuk memperkuat dalil. Tim hukum Prabowo-Sandi meminta MK membatalkan putusan KPU tentang penghitungan suara pilpres yang memenangkan pasangan Jokowi-Amin dengan perolehan suara 55,5 persen dan menyatakan Prabowo-Sandi sebagai pemenang dengan perolehan suara 52 persen. Dalam hitungan KPU, selisih kemenangan Jokowi-Amin mencapai 16,9 juta suara!
Tim hukum Prabowo-Sandi meminta MK menyatakan, pasangan Jokowi-Amin melakukan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, lalu meminta MK mendiskualifikasi Jokowi-Amin serta menetapkan Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024. Tuntutan lain yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandi adalah meminta MK memerintahkan pemungutan suara ulang secara jujur atau pemungutan suara ulang di sejumlah provinsi. Tim Prabowo-Sandi meminta lembaga negara yang berwenang membubarkan komisioner KPU dan merekrut komisioner baru. Sebuah tuntutan yang bisa menimbulkan kompleksitas ketatanegaraan.
Dalih apa pun bisa dibangun. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana tim Prabowo-Sandi membuktikan dugaan ketidaknetralan aparat, dugaan penyalahgunaan APBN dan BUMN, menguntungkan pasangan Jokowi-Amin. Pembuktian itu tak mudah. Sebut saja, bukti yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi berupa kliping berita 12 kepala daerah di Sumatera Barat serta peristiwa serupa di sejumlah daerah lain yang mendukung Jokowi. Dalam faktanya, Jokowi-Amin kalah di sejumlah provinsi, bahkan kalah telak di Sumbar.
Biarlah sembilan hakim MK memutuskan. Namun, MK tentunya akan mempertimbangkan apakah dalil tim Prabowo-Sandi itu akan memengaruhi secara signifikan perolehan suara yang selisihnya sekitar 16,9 juta. Yang juga harus dipertimbangkan, kalender konstitusi pelantikan presiden 2019-2024 harus dilangsungkan 20 Oktober. Tenggat itu tak boleh terlampaui. Tuntutan untuk membubarkan KPU tentunya bisa berpotensi mengacaukan ketatanegaraan. Namun, kita yakin hakim MK adalah negarawan sejati yang menguasai konstitusi, dan bukan para politisi.