Wujudkan Persatuan Bangsa
Mengikuti acara Mata Najwa (23/5/2019) di Trans TV, saya sungguh mengapresiasi kecerdasan dan karisma presenter favorit di Trans TV, Najwa Sihab. Kemampuan dan keterampilannya memantik pendapat para peserta dalam diskusi pasca-pengumuman hasil Pilpres 2019 melegakan dan membanggakan.
Saya yakin banyak pemirsa ikut merasakan ketegangan dalam acara tersebut, sekaligus merasakan percikan-percikan karisma dari presenter yang menyejukkan.
Adegan yang paling menegangkan dan menakjubkan adalah inisiatif presenter yang meminta semua pembicara berdiri berpeluk-pelukan sebagai simbol kehendak dan kesanggupan menciptakan kedamaian dan persatuan.
Peserta pun memenuhi permintaan tersebut dan akhirnya merekah senyum dan tawa dari para pembicara. Kesejukan pun terwujud walaupun masih sementara.
Semoga acara Mata Najwa semakin menginspirasi masyarakat untuk berani membawa sekaligus menjadi pelaku persatuan dan kedamaian bagi bangsa Indonesia.
A ASTANTA
Taman Mula Sakti, Kaliabang Tengah, Bekasi, 17125
Melengkapi Tulisan
Saya sangat tertarik membaca artikel di Kompas Minggu (12/5/2019) berjudul ”Megah dan Canggih di Masanya” tulisan Wisnu Dewabrata. Saya pernah bekerja bertahun-tahun di gedung itu dan ingin melengkapi tulisan tersebut.
Semula adalah gedung NHM, yang kemudian dinasionalisasi pada 1960. Sejak 1965, gedung digunakan oleh Bank Negara Indonesia Unit II Urusan Ekspor Impor.
Selanjutnya sejak 31 Desember 1968, lembaga bank tersebut dengan UU No 22/1968 menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia dan gedung menjadi Kantor Pusat Bank Ekspor Impor Indonesia.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada peran direktur utama lain, selama 15 tahun Moeljoto Djojomartono—lulusan Erasmus Universiteit, Rotterdam—memimpin, bankir ulung itu berhasil memajukan bank tersebut dan melahirkan para bankir muda yang profesional pada masanya. Mereka memimpin bank BUMN lain, bahkan ada yang mencapai tingkatan Gubernur Bank Indonesia.
Mereka antara lain Iwan R Prawiranata yang sempat menjadi direktur utama tiga bank BUMN, yaitu Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank Bumi Daya, dan akhirnya menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia.
Selanjutnya, Salahuddin N Kaoy, Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Dagang Negara, Kodradi (Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia, Direktur Utama Bank Bumi Daya dan Direktur Utama Bank Tabungan Negara), Agus DW Martowadojo (pernah menjadi Direktur Utama Bank Ekspor Impor Indonesia, Menteri Keuangan, dan Gubernur Bank Indonesia). Catatan ini saya tambahkan agar tulisan tersebut dapat lebih lengkap tanpa menghilangkan peran bangunan indah dan anggun tersebut sebagai tempat ”pencetak” anak bangsa yang berhasil dalam profesinya.
Kalau soal bangunan, perlu pula dicatat bahwa pada waktu pembangunannya 1929-1933, di samping para arsitek dan pemborong bangsa Belanda, pengawasnya adalah putra Priangan, Kartadipoera.
Dapat saya sampaikan pula bahwa Gedung Kantor Pusat Bank Mandiri saat ini di Jalan Gatot Subroto, sebelum merger 4 bank BUMN, juga adalah Kantor Pusat Bank Ekspor Indonesia, yang keindahan dan keanggunannya diilhami oleh keindahan dan keanggunan gedung lama yang kita bahas.
Seingat saya, kaca patri sumbangan dari presiden direktur ke-10 NHM, CJ Karel van Aalst, bukan van Aaist.
Semoga tambahan catatan ini bisa menambah perspektif sekaligus melengkapi artikel yang sangat menarik ini.
Djokosantoso Moeljono
Anggota Direksi Bank Ekspor Impor Indonesia (1986–1992),
Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (1993–2000),
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas tambahan informasi yang disampaikan.