Empat kapal tanker diserang di Selat Hormuz pada bulan lalu. Dua serangan terjadi lagi pada 12 dan 13 Juni. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo langsung menuduh Iran sebagai penyerang dua tanker milik Jepang dan Norwegia itu. Tuduhan itu dibantah Iran. Tuduhan AS juga tidak mampu meyakinkan Uni Eropa serta pihak lain.
Oleh
Simon Saragih
·4 menit baca
Empat kapal tanker diserang di Selat Hormuz pada bulan lalu. Dua serangan terjadi lagi pada 12 dan 13 Juni. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo langsung menuduh Iran sebagai penyerang dua tanker milik Jepang dan Norwegia itu. Tuduhan itu dibantah Iran. Tuduhan AS juga tidak mampu meyakinkan Uni Eropa serta pihak lain.
Iran sendiri membantah tuduhan AS. Menlu Iran Mohammad Javad Zarif pada hari Jumat (14/6/2019) di Twitter menuliskan, ”Para pejabat AS, tanpa bukti, langsung menyimpulkan tuduhannya kepada Iran.”
Pihak militer AS memperlihatkan video yang bertujuan memperkuat tudingan terhadap Iran. Presiden Donald Trump juga langsung mendukung tuduhan yang disampaikan Pompeo.
Akan tetapi, tidak ada yang berani memastikan bahwa serangan ini benar-benar dilakukan Iran. Menlu Jerman Heiko Haas saat berada di Oslo, Norwegia, Jumat, mengatakan, ”Video itu tidak memadai. Kita paham apa yang dipertontonkan, tetapi untuk membuat kesimpulan, itu tidak cukup bagi saya.”
Pihak militer AS menyatakan, serangan dilakukan lewat bom atau ranjau. Hanya Menlu Inggris Jeremy Hunt yang terkesan memberikan dukungan pada tuduhan AS.
Berdasarkan keterangan dari para awak tanker Jepang, seperti dituturkan Presiden Kokuka Sangyo (perusahaan operator tanker) Yutaka Katada, ”Awak kami mengatakan, kapal diserang obyek terbang.” Ini artinya, serangan dilakukan lewat peluru.
Badan kapal yang kena serang adalah bagian yang ada di atas garis air, bukan bawah garis air di badan kapal. ”Tidak mungkin serangan itu akibat torpedo,” kata Katada.
Menteri Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan, pihaknya akan bertukar informasi dengan AS. ”Akan tetapi, kami masih dalam proses pengumpulan informasi. Jadi, saya menahan diri untuk tidak memberikan kesimpulan terburu-buru.”
Kementerian Perancis menyerukan kehati-hatian semua pihak di Selat Hormuz, jalur bagi 30 persen pasokan minyak dunia itu. ”Semua pihak supaya menahan diri, tidak memicu situasi menjadi memanas.”
Reputasi buruk
Ada reputasi buruk AS soal tuduhan di masa lalu. Dalam konteks terkini, ada kemungkinan tuduhan AS muncul agar rakyat dan sekutu AS mendukung serangan terhadap Iran. Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, dikenal sebagai kawan dekat Israel, memang sangat mendorong serangan militer pada Iran. Pompeo juga dijuluki tokoh hawkish soal Iran.
Juru Bicara Komisi Uni Eropa Maja Kocijancic menekankan lagi dan lagi, ”Kawasan (Timur Tengah) tidak memerlukan eskalasi, tidak memerlukan destabilisasi, tidak memerlukan ketegangan lebih jauh.”
Sudah sekian puluh tahun mendapatkan tekanan dari AS, Iran tidak pernah terbukti memberikan serangan parah di Selat Hormuz. Pihak militer Iran malah membantu para awak kapal tanker setelah terkena serangan. Sebaliknya, Eropa jengkel dengan sikap AS yang mundur dari perjanjian soal nuklir Iran pada 2018 lalu.
Ini satu indikasi, situasi memanas di Selat Hormuz bukan dipiciu Iran, melainkan AS, yang membuat UE semakin sulit bernegosiasi dengan kaum moderat di Iran.
Lalu untuk tujuan apa AS melakukan provokasi? Pihak Iran menuduh AS bersama sekutunya di Timur Tengah bertujuan menekan Iran dan juga mengacaukan upaya diplomasi. Tekanan lebih lanjut terhadap Iran, termasuk dengan potensi serangan militer, adalah opsi paling jelas dari AS sekarang ini.
Serangan terbaru terhadap tanker-tanker itu telah diperkirakan beberapa kalangan di Eropa ketika Trump menarik mundur dari perjanjian soal nuklir dengan Iran, yang dicapai pada 2015 lalu bersama sejumlah negara lain. Hal itu dikatakan Ellie Geranmayeh, pakar Iran dari European Council on Foreign Relations. Geranmayeh mengatakan, Iran memahami garis merah walau jengkel dengan tindakan AS.
Nathalie Tocci, penasihat senior bagi Ketua Komisi Luar Negeri UE (Federica Mogherini), mengatakan, Iran itu rasional. Maka, serangan terhadap tanker Jepang saat Perdana Menteri Shinzo Abe berkunjung ke Teheran adalah sesuatu yang tidak rasional. Pada hari Jumat, PM Abe bertemu Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei. Agak mustahil Iran memicu eskalasi saat momen penting seperti itu walau pada pertemuan itu Khamenei mengatakan tidak memiliki respek dan tidak mau berkomunikasi dengan Trump.
Rusia dan China
”Ada banyak kecurigaan di Eropa tentang motif AS,” kata Francois Heisbourg, seorang analis pertahanan Perancis. Ingat Selat Tonkin, merujuk pada ketegangan kekuatan di laut yang dipakai Presiden Lyndon B Johnson untuk perang Vietnam. Jangan pula lupa kenangan pahit soal perang Irak 2003, dipicu tuduhan intelijen AS soal keberadaan senjata pemusnah massal Irak, yang tidak pernah ditemukan.
Apa pun misi AS soal Iran, termasuk opsi serangan militer, hal itu kini mirip rencana mustahil. Iran mendapatkan sinyal dukungan kuat dari Rusia dan China. Presiden Iran Hassan Rouhani bertemu pada hari Jumat di Bishkek, ibu kota Kirgistan, dalam rangka konferensi Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO). Dalam kelompok ini, Iran berperan sebagai pengamat.
Presiden China Xi Jinping memberikan pernyataan bahwa SCO berjalan bersama demi masa depan yang baik lewat aksi saling berbagi. Ini sebuah sinyal akan dukungan kuat kepada para anggota dan sahabat SCO.
Rusia memiliki sikap lebih jelas. Wakil Menlu Rusia Sergei Ryabkov menyampaikan sikap negaranya yang menolak tuduhan terburu-buru AS soal kemelut di Selat Hormuz. Rusia juga menolak isu itu dijadikan sebagai basis serangan terhadap Iran.
”Akhir-akhir ini, kami melihat dorongan yang menguat soal kampanye politik, psikologis, dan tekanan militer terhadap Iran,” kata Ryabkov. Rusia tidak mau isu serangan tak berdasar itu jadi dasar untuk menyerang Iran.
Ini jelas merupakan peringatan tegas bagi AS agar tidak mewujudkan serangan militer terhadap Iran tanpa alasan kuat. (AP/AFP/REUTERS)