Hari Koperasi Hilang Makna
Hari ini, 12 Juli 2019, Indonesia merayakan Hari Koperasi ke-72. Perayaan tingkat nasional diadakan di Purwokerto, Jateng. Beberapa tahun terakhir, setiap merayakan Hari Koperasi, ada sesuatu yang mengganjal di hati, yakni pembubaran koperasi besar-besaran hampir setiap saat terjadi di setiap daerah di Indonesia.
Dibandingkan dengan badan usaha milik negara ataupun badan usaha swasta, koperasi ibarat semut dengan gajah. Peran terhadap PDB kecil, bahkan koperasi sudah tidak bermakna di mata masyarakat.
Padahal, koperasi adalah salah satu model penetrasi pemerataan ekonomi yang berjenjang (sekunder, UU Nomor 25 tahun 1992), sebagaimana sudah dicanangkan oleh Bung Hatta dan tertuang dalam Pasal 33 UUD 45. Oleh karena itu, koperasi tidak boleh dilupakan.
Contoh paling sederhana adalah kegiatan usaha ritel/ warung/kelontong. Dulu koperasi unit desa (KUD) sudah punya warung serba ada (waserda) di tingkat kecamatan atau desa. Kini usaha itu digasak oleh peritel modern. Usaha simpan-pinjam yang menjadi andalan koperasi juga digilas oleh usaha sejenis yang lebih cepat beradaptasi dengan zaman, salah satunya oleh teknologi informasi/TI.
Salah satu tanda kehancuran koperasi di Indonesia adalah rendahnya pelaksanaan rapat anggota tahunan (RAT) di setiap lembaga koperasi. Dari data yang dipublikasikan oleh Kementerian Koperasi, posisi 2015, koperasi yang melaksanakan RAT hanya 39 persen, sedangkan data 2016-2018 belum tersedia.
Sebetulnya RAT itu sama dengan rapat umum pemegang saham (RUPS) pada nonkoperasi, yakni media komunikasi antara pemilik dan pengurus, sekaligus pertanggungjawaban pengurus kepada pemilik (anggota).
Sama sekali tidak ada yang dapat dibanggakan, setiap kali kita merayakan Hari Koperasi. Karena itu, saya mohon dalam perayaan Hari Koperasi ini—kabarnya dihadiri Presiden Jokowi—kita fokus terhadap masalah besar koperasi, bukan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Pada UMKM sudah tumbuh rasa memiliki dan rasa tanggung jawab, yang sangat rendah pada koperasi.
Saatnya kita duduk bersama mencari solusi pembenahan koperasi, sokoguru perekonomian rakyat.
Bahroem Tarigan
Pemerhati Koperasi, Sungai Putri,
Danau Sipin, Jambi
Rugi Moril
Sejak didirikan Enteng Tanamal dan Chandra Darusman, kami menjadi anggota Karya Cipta Indonesia untuk radio, televisi, hotel, restoran, kafe, karaoke, dan lain-lain.
Belakangan ini sejumlah rekaman lama kami dan istri— termasuk lagu karangan kami yang paling terkenal ”Surat Undangan”—diunggah di Youtube dan diunduh sampai jutaan kali. Lagu itu dinyanyikan oleh Rita Sahara, Diah Iskandar, Yuni Shara, Rafika Duri, Teti Kadi, dan sebagainya.
Ke mana royalti dan siapa yang menerima untuk lagu-lagu yang diunggah di Youtube? Kami, pengarang lagu ”Surat Undangan” belum pernah berurusan dengan Youtube.
Yules Fioole
Jl Pancoran Timur II/D,
Pancoran, Jakarta Selatan
Iklan Seksualitas
Akhir-akhir ini ponsel saya—kemungkinan juga pada ponsel banyak orang lain—sering menerima notifikasi iklan seksualitas dari Chrome, menawarkan berbagai macam produk yang dilengkapi gambar-gambar untuk dewasa. Entah bagaimana caranya, notifikasi itu muncul padahal saya tidak pernah mengizinkan akses link Chrome.
Notifikasi dari Chrome ini sangat menjengkelkan karena hampir setiap jam muncul tanpa bisa dihalangi. Selain mengganggu, hal ini juga membuat saya khawatir karena di sisi lain anak-anak umumnya memiliki ponsel pintar sendiri.
Saya mengimbau pemerintah cq Kemkominfo tanggap dan segera bertindak.
SURYA WEDIA RANASTI
Penggilingan, Cakung,
Jakarta Timur