Memaafkan
Apakah Anda memang benar-benar bisa memaafkan musuh Anda itu? Atau Anda hanya terlihat memaafkan dan terlihat seperti memercayai seseorang itu, padahal sebetulnya tidaklah demikian.
Legawa palsu
Saya ingin tahu rahasia untuk memaafkan karena belakangan ini saya merasa doa-doa yang saya panjatkan tak dijawab oleh Yang Maha Kuasa. Dan seperti biasa, nurani bawel yang sok menjadi penasihat—bahkan saat tak diminta—mengatakan bahwa doa saya yang tak mendapat jawaban itu bukan karena cara berdoa saya salah. Bukan juga karena isi doa saya yang kebangetan tak tahu diri, tetapi yang menghalangi adalah karena dosa saya.
Dan dari sejuta dosa yang saya buat, salah satunya adalah tidak mampu mengampuni orang yang telah menghina dan tentunya menyakiti saya. Menurut si bawel, kalau doa saya mau cepat dijawab, saya juga harus secepatnya memaafkan dengan legawa, bukan legawa palsu.
Setelah mendengar nasihat supermulia yang tak masuk akal untuk ukuran saya sebagai manusia, saya malah jadi naik pitam. Saya sudah mencoba untuk memaafkan, tetapi tak berhasil. Bahkan, kadang sampai terbawa dalam mimpi saking kesalnya. Katanya, mimpi itu adalah gambaran hati yang paling jujur.
Dalam hal memaafkan saja, saya tak bisa legawa memaafkan. Bagaimana mungkin saya mau memercayai mereka seperti sediakala? Itu sesuatu yang tak masuk akal untuk dilakukan. Saya benar-benar berusaha untuk bisa memaafkan, tetapi entah mengapa usaha itu malah membuat saya seperti orang yang paling munafik.
Saya seperti tengah membuat strategi komunikasi yang akan saya sampaikan kepada khalayak ramai untuk memasarkan diri saya sebagai seorang yang bisa memaafkan dan memercayai kembali orang atau musuh yang menyakitkan, tanpa harus mengomunikasikan perasaan saya yang sesungguhnya.
Dengan perasaan itu, saya merasa seperti menjadi malaikat melalui sebuah kemunafikan. Saya dihargai karena sebuah kemunafikan. Saya terlihat memiliki hati yang besar melalui kemunafikan. Saya memaafkan dalam kemunafikan. Saya menjadi contoh teladan dengan strategi kemunafikan. Sebuah kelegawaan yang palsu.
Menyerah
Nasihat si bawel yang dengan mudahnya mengatakan bahwa saya berdosa karena tidak mampu memaafkan dengan legawa itu sungguh membuat saya dongkolnya setengah mati. Memberi nasihat itu memang mudah sekali. Akan tetapi, mewujudkan nasihat itu pada sebuah aksi yang sesungguhnya jauh dari mudah.
Tanpa saya sadari, beberapa teman dekat saya melihat bahwa sejujurnya saya belum dapat memaafkan orang yang menyakiti saya. Beberapa kali dalam sebuah percakapan, suara saya meninggi jika berbicara soal pertemanan, soal kepercayaan, soal kesetiaan.
Saya malah berpikir kalau seandainya saya tak mampu memaafkan, Tuhan pasti mengerti bahwa saya tak mampu dan bahkan bisa semunafik itu. Bukan hanya mengerti, Tuhan yang saya percayai pasti tak akan mengingat dan mengungkit hal itu kalau seandainya saya, yang menjadi seorang munafik dalam memaafkan, meninggal.
Seorang teman bahkan menyarankan saya untuk membawa orang yang telah menyakiti saya di dalam doa-doa saya. Saya mencoba nasihat itu Nasihat tersulit yang pernah saya lakoni. Untuk menyebut namanya saja susahnya setengah mati.
Dan ketika saya curhat betapa susahnya menyebut nama orang yang saya benci, teman saya bercerita kalau Tuhan saja memaafkan dan melupakan dosa-dosa saya bagaimana saya bisa tak dapat melakukan hal yang sama?
Mendengar nasihat itu saya malah naik pitam sejadi-jadinya. Saya membalas nasihat itu dengan suara meninggi. ”Kalau memang Tuhan yang saya percayai itu melupakan dosa saya dan tidak lagi mengungkit ketidakmampuan saya untuk memaafkan, yaa..., berarti tidak mampu memaafkan dan menjadi munafik itu engmasalah, kan? Sesederhana itu, titik.”
Saya masih melanjutkan kekesalan itu. ”Dan enggak usah menyuruh saya memaafkan seperti Tuhan mampu memaafkan dan melupakan. Saya bukan Tuhan, malaikat pun tidak.” Mendengar jawaban yang dikeluarkan dengan nada tinggi itu, teman saya memilih tak bersuara lagi. Nurani bawel saya pun tak kedengaran kebawelannya.
Satu hal yang saya rasakan, teman saya mengerti kalau tak ada gunanya melayani orang yang sedang tersakiti. Orang kalau tersakiti semua nasihat akan dilihat dari sudut tersakiti. Akibatnya, tak ada satu pun nasihat yang akan dianggap benar untuk disimak.
Pada suatu hari saya memutuskan untuk berhenti mendengarkan nasihat orang dan nurani bawel itu. Di hari itu saya berdoa bukan untuk diberi kemampuan menghilangkan kemunafikan, di hari itu saya tidak ngotot kepada Tuhan agar saya diberikan hati yang mampu memaafkan dengan legawa.
Di hari itu, saya menyerah. Dan saya tunduk kepada cara Tuhan saja untuk mengubah seorang munafik seperti saya menjadi seorang pemaaf yang sesungguhnya. Bukan pemaaf yang abal-abal dan bukan seseorang yang memaafkan musuhnya dengan strategi.