Anggota DPR periode 2019-2024 baru saja dilantik di tengah kontroversi dua produk undang-undang dari DPR masa bakti sebelumnya, yaitu revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Kedua produk RUU itu ditentang beberapa kelompok masyarakat sehingga menimbulkan demo-demo berkepanjangan. Sebagai warga negara Indonesia, saya mengharapkan DPR dan pemerintah mampu menghasilkan produk-produk hukum yang dibutuhkan masyarakat. Dengan kata lain, DPR seharusnya dapat memenuhi harapan konstituen. Menjadi pertanyaan saya, mengapa produk wakil rakyat justru sering diprotes masyarakat?
Rancangan UU KPK diprotes karena mengandung unsur-unsur pelemahan KPK, sementara RUU KUHP diprotes karena mengancam masyarakat dengan lebih banyak pasal pemidanaan. Bukankah anggota DPR dipilih dan bertugas untuk membawa aspirasi masyarakat yang diwakilinya, tetapi mengapa undang-undang produk DPR justru sering bersilang arah (slenco) dengan kemauan rakyat yang memilih mereka?
Apakah waktu merancang undang-undang tidak berbasis isu-isu dalam masyarakat, tetapi dari ide-ide para anggota DPR yang lepas dari aspirasi rakyat pemilihnya? Kalau memang demikian, bisa dipahami mengapa hasil kerja DPR terus memicu kontroversi.
Pemerintah pun harus belajar merespons secara cepat jika rancangan UU dari DPR ditolak masyarakat. Jangan biarkan masyarakat emosi baru pemerintah bergerak.
Semoga DPR periode 2019-2024 yang baru dilantik bisa bekerja lebih baik untuk kemaslahatan masyarakat.
Gunanto Surjono, Sosrowijayan Wetan GT I, Yogyakarta, 55271
Ada yang Sengaja Bakar Hutan
Harian Kompas 18 September 2019 memberitakan, Presiden mencurigai ada unsur kesengajaan dalam kebakaran hutan dan lahan.
Sudah lama saya menduga ada unsur kesengajaan dalam kebakaran hutan dan lahan ini. Saya sampai pada kesimpulan itu karena kebakaran berlangsung sporadis pada musim kemarau, lahan yang terbakar luas, tak ada upaya dini memadamkan, dan daerah yang terbakar tak jauh dari permukiman atau perkebunan.
Unsur kesengajaan dilakukan dengan tujuan, antara lain, memudahkan pemanfaatan lahan untuk pertanian/perkebunan atau tujuan lainnya.
Sebenarnya kebakaran hutan dan lahan di negara kita sulit terjadi dengan sendirinya, kecuali jika sengaja dibakar. Ini karena lahan di Indonesia cukup lembab jika dibandingkan daerah lain, misalnya Amerika Serikat dan Eropa.
Untuk menyala tanpa disundut dengan nyala api (auto-ignited) kemungkinan sangat kecil, misal karena AIT (autoignition temperature) dari unsur material hutan cukup tinggi atau di atas 1500C. Sebagai catatan, AIT dari gambut kering di atas 1700C. Dari kayu, batubara, dan BBM di atas 2000C. Sementara ambient temperature atau suhu lingkungan 30-400C.
Sebenarnya sebelum terjadi kebakaran, deteksi dini bisa dilakukan, misalnya dengan pantauan dini menggunakan drone yang dilengkapi CCTV, serta detektor asap ataupun nyala api.
Albertus S, Jalan Bunyu, Jakarta 13240
Terima Kasih Harian ”Kompas”
Begitu tulisan saya berjudul ”Memori di Asrama” dimuat (Kompas, 3/7/2019), empat teman satu asrama Bruderan Salatiga—dikenal sebagai Tjoeneng, dari nama pemilik Lim Tjoen Eng—mengontak saya.
Menurut teman-teman di atas, memang sudah banyak yang almarhum. Maklum kami semua sudah berusia lanjut.
Sekali lagi saya sampaikan matur sembah nuwun kepada harian Kompas.
FS Hartono Sinduadi, Sleman, Yogyakarta 55284