Usaha rintisan dengan teknologi untuk menangkap data pengguna menjadi incaran intelijen. Perusahaan harus meningkatkan keamanan dan menjamin semua data penggunanya tak digunakan untuk kepentingan yang tidak benar.
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
Beberapa hari lalu kita dikejutkan dengan kabar mengenai dua mantan karyawan Twitter yang diduga melakukan pekerjaan sebagai agen intelijen. Mereka dituduh memanfaatkan akses mereka di usaha rintisan itu bagi kepentingan Kerajaan Arab Saudi.
Keduanya dituduh memberikan informasi tentang akun-akun personal yang mengkritik Kerajaan Arab Saudi dan kini tengah menghadapi hukum Amerika Serikat. Usaha rintisan dengan teknologi untuk menangkap data memang menjadi incaran intelijen.
Mantan karyawan Twitter tersebut dituduh mengunduh 6.000 data personal pengguna setelah ia direkrut sebagai agen intelijen Arab Saudi. Aksi mereka memanfaatkan perantara yang digunakan agen dan Pemerintah Arab Saudi. Untuk jasa itu, mereka mendapatkan sejumlah uang dan barang.
Setelah kejadian itu, Twitter mengatakan, pihaknya terus berusaha menjamin penggunanya agar selalu aman. Mereka memiliki fasilitas yang memproteksi kerahasiaan pribadi para penggunanya.
Pekan lalu beberapa kalangan di AS juga menuduh aplikasi TikTok yang dibangun sebuah usaha rintisan di Beijing, China, berpotensi merongrong keamanan nasional AS. Salah satu anggota senat meminta agar Pemerintah AS menginvestigasi dugaan itu karena aplikasi itu kemungkinan menyedot data warga AS. Aplikasi yang semula bernama Musical.ly itu dibeli perusahaan China, ByteDance, dan sangat digemari di negeri itu.
AS kemudian meluncurkan kajian pertahanan nasional terkait dengan TikTok karena ada informasi di dalamnya terdapat kampanye Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Di samping itu, Pemerintah AS juga melihat potensi penyedotan data warganya ke pihak keamanan China melalui aplikasi itu.
Mereka juga mencemaskan kemungkinan penggunaan TikTok untuk kepentingan disinformasi oleh pihak-pihak tertentu. TikTok sendiri telah menyiapkan pengacara untuk mengatasi tuduhan itu dan mereka juga membangun sistem moderasi konten di dalam aplikasi itu.
Sebelum itu, banyak tuduhan mengenai pergerakan fungsi intelijen di berbagai usaha rintisan. Sebuah aplikasi milik usaha rintisan yang berbasis di St Petersburg, Rusia, bernama FaceApp juga pernah dituduh digunakan oleh kalangan intelijen untuk menyedot data pribadi para pengguna.
Aplikasi yang mampu membuat wajah seseorang menjadi terlihat renta itu oleh seorang ahli keamanan disarankan untuk segera dihapus dari telepon pintar koleganya. Ahli keamanan cemas dengan dugaan pengaruh Rusia dalam pemilihan presiden pada 2016 sehingga mendorong penyelidik AS menginvestigasi aplikasi itu.
Banyak kasus lain yang berangkat dari tuduhan kemungkinan pengambilan jutaan data personal para penggunanya. Tentu saja sangat wajar sebuah negara khawatir data pribadi warganya diambil begitu saja. Akan tetapi, melihat kenyataan bahwa hampir semua aplikasi selalu membutuhkan data personal, sangat sulit sebuah negara terhindar dari penyedotan informasi dari pemilik aplikasi.
Uni Eropa pernah berang karena aktivitas berbagai perusahaan teknologi dari AS ternyata menyedot data pribadi warganya. Mereka kemudian memutuskan mengenakan pajak terhadap perusahaan AS dan tentu membuat pengaturan pengambilan data meski tak terlalu efektif.
Di sisi lain, masih banyak warga yang ”rela” menyerahkan berbagai data ke usaha rintisan ketika mereka mengunduh dan memakai aplikasinya. Tidak sedikit di antara mereka yang tidak menyadari soal keamanan data itu karena mereka lebih terbius kenikmatan yang didapat dari aplikasi. Mereka bahkan tak membaca syarat dan ketentuan dalam penggunaan aplikasi itu.
Pemilik aplikasi juga mencari celah dan memanfaatkan kelemahan pengguna sehingga berbagai data itu mulus didapat, bahkan data suara sekalipun. Pengetatan dalam pengambilan data ternyata malah memberi inspirasi para pembuat aplikasi untuk ”mengakali” syarat dan ketentuan yang berlaku umum.
Aktivitas dunia intelijen pasti berusaha berada di sekitar usaha rintisan. Mereka pasti berusaha mencari akses untuk masuk ke dalam dunia yang sangat mungkin memiliki data lebih banyak dibandingkan dengan lembaga milik pemerintah untuk bidang-bidang tertentu.
Usaha rintisan sudah barang tentu meningkatkan keamanan akses data itu agar bisa menjamin semua data penggunanya aman dan tak digunakan untuk kepentingan yang tidak benar. Mereka memiliki eksekutif yang khusus untuk mengamankan akses-akses terhadap ”gudang data”. Sebuah usaha rintisan di Indonesia bahkan sampai membajak seseorang yang memiliki keahlian tinggi dalam pengamanan data.