Belum reda tensi perang dagang AS- China, eskalasi perang dagang global kembali meningkat menyusul lang- kah AS menerapkan tarif impor pada Perancis, Brasil, dan Argentina.
Oleh
·2 menit baca
Belum reda tensi perang dagang AS- China, eskalasi perang dagang global kembali meningkat menyusul langkah AS menerapkan tarif impor pada Perancis, Brasil, dan Argentina.
Babak baru perang dagang terbuka dengan ancaman AS menjatuhkan tarif hingga 100 persen terhadap sejumlah produk Perancis senilai 2,4 miliar dollar AS mulai dari keju, yoghurt, minuman keras, hingga kosmetik, serta produk baja dan aluminium Brasil dan Argentina. AS menuding kebijakan pajak digital Perancis diskriminatif pada raksasa digital AS.
UE mengancam membalas dengan menarget produk ekspor AS senilai 12 miliar dollar AS saat WTO mengambil keputusan terkait sengketa subsidi serupa yang dibayarkan Pemerintah AS kepada industri pesawatnya, Boeing, awal 2020. Pada awal 2018, aksi saling balas juga terjadi saat AS menaikkan tarif impor terhadap produk baja dan aluminium dari UE.
Sektor lain yang kemungkinan menjadi target berikut AS adalah otomotif, dengan Trump juga menuduh negara-negara UE memberlakukan kebijakan proteksi terhadap produsen mobilnya sehingga memukul pesaingnya di AS.
Kebijakan tarif impor juga dijatuhkan kepada Brasil dan Argentina, negara sekutu AS di Amerika Latin. AS menuding kedua negara itu sengaja melemahkan secara drastis mata uangnya dan menyebabkan terpukulnya petani AS. Pemberlakuan tarif ini menggantikan kuota yang sebelumnya diberlakukan.
Eskalasi perang dagang global ini memunculkan kekhawatiran dunia, dengan indeks saham di bursa utama Eropa dan AS berguguran. Di Argentina, ancaman tarif AS kian memicu eksodus modal keluar dari negara di ambang krisis finansial itu. Akibatnya, nilai tukar uang Argentina terdepresiasi 37 persen tahun ini.
Untuk 2020, angkanya direvisi dari 3 persen menjadi 2,7 persen.
Meluasnya skala perang dagang yang dikobarkan AS juga membuat tekanan pada ekonomi global dengan ancaman resesi kian meningkat. Sebagai akibat eskalasi perang dagang AS-China, perdagangan global 2019 diperkirakan hanya tumbuh 1,2 persen, jauh di bawah proyeksi April 2,6 persen. Untuk 2020, angkanya direvisi dari 3 persen menjadi 2,7 persen.
Manuver tarif Trump tampaknya sulit dibendung. Ia tidak hanya menutup telinga terhadap kritik dari luar, tetapi juga dari dalam negeri termasuk dari pimpinan Federal Reserve dan kalangan importir AS yang mengkhawatirkan dampak ke ekonomi AS. Trump menganggap pendapatan masif dari tarif impor sebagai bukti keberhasilan kebijakan proteksionisnya.
Kemungkinan perang dagang meluas ke kawasan lain bisa terjadi antara lain dengan adanya rencana banyak negara menerapkan pajak digital terhadap raksasa digital yang menangguk pendapatan ratusan miliar dollar AS, tetapi tak terpungut pajak selama ini. Bukan tak mungkin mereka juga menjadi target AS. AS sendiri berencana melakukan investigasi serupa kepada Austria, Italia, dan Turki.