Musyawarah Nasional X Partai Golkar secara aklamasi menetapkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum. Perpecahan terhindarkan. Soliditas terjaga.
Oleh
·2 menit baca
Munas yang dibuka Selasa (3/12/2019) dan ditutup Kamis (5/12) itu berlangsung adem setelah Bambang Soesatyo, yang merupakan rival terkuat Airlangga, mengundurkan diri dari kontestasi, demi menghindari perpecahan partai.
Langkah Bambang diapresiasi peserta munas. Tepuk tangan bergemuruh di arena munas. Airlangga berjanji mengakomodasi pendukung Bambang dalam kepengurusan partai, alat kelengkapan DPR, ataupun jabatan lain.
Kesepakatan ini tak bisa dilepaskan dari peran tokoh senior Partai Golkar, yaitu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie, Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tandjung, dan juga Ketua Dewan Pakar Agung Laksono.
Tokoh senior Golkar M Jusuf Kalla bahkan sempat mengingatkan Airlangga maupun Bambang tentang kemungkinan yang bisa terjadi jika pertarungan terus dilanjutkan. ”Saya sudah bicara dengan mereka, jangan bakar duitlah. Jangan sampai begitu, tak ada habis-habisnya. Nanti akhirnya transaksional, dan yang terpilih bukan yang terbaik, tetapi siapa yang paling kaya,” kata Kalla (Kompas, Rabu 4/12/2019).
Saya sudah bicara dengan mereka, jangan bakar duitlah. Jangan sampai begitu, tak ada habis-habisnya.
Pengalaman munas sebelumnya, hajatan besar yang seharusnya menyolidkan justru berujung perpecahan partai. Suara Partai Golkar tergerus. Persentase suara Golkar dalam pemilu terus turun: tahun 1999 (22,44 persen), 2004 (21,62 persen), 2009 (14,45 persen), 2014 (14,75 persen), dan 2019 (12,31 persen). Persentase perolehan kursi idem ditto: Pemilu 1999 (24 persen), 2004 (23,27 persen), 2009 (18,93 persen), 2014 (16,25 persen), dan Pemilu 2019 (14,78 persen).
Secara umum, citra partai politik di mata publik pun terus menurun. Padahal, negara demokratis yang kuat membutuhkan parpol yang kokoh. Survei tatap muka Litbang Kompas sejak 2015 hingga Maret 2019 menunjukkan, citra positif pada parpol tidak lebih dari 55 persen. Survei terakhir bahkan hanya sekitar sepertiga responden.
Di tengah menurunnya kepercayaan publik pada partai politik yang dibarengi kian kuatnya persaingan antarpartai politik dalam merebut suara rakyat, sebuah langkah tepat bagi Partai Golkar mengutamakan soliditas dan berbenah diri.
Parpol sesungguhnya merupakan sarana penyemaian pemimpin bangsa. Saat ini yang kerap terjadi malah pembusukan. Tidak sedikit petinggi parpol justru terjerat korupsi. Parpol juga sarana menyuburkan nilai-nilai demokrasi, seperti kesetaraan dan menghargai perbedaan. Yang terjadi justru menyuburkan primordialitas dan pembedaan. Parpol juga sarana memperjuangkan aspirasi rakyat, yang terjadi justru memperjuangkan kepentingan elite.
Ibarat pohon, Partai Golkar dan parpol lainnya perlu terus dirawat dan dicegah dari penyakit. Kalaupun ada penyakit yang sempat menghinggapinya, perlu juga segera diobati. Harapannya, mulai dari akarnya menjadi kuat, batangnya kokoh, dan rindang meneduhkan, membawa kehidupan.