Penyerapan Kata Asing
Dalam percakapan melalui sebuah grup Whatsapp (WA), seorang kawan mengusulkan supaya anggota grup pergi ke suatu destinasi wisata tertentu. Saya mengoreksi supaya menggunakan bahasa Indonesia, bukan destinasi wisata, melainkan tujuan wisata.
Dia membalas dengan mengirim kutipan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa destinasi adalah kata Indonesia yang artinya adalah ’tujuan’.
Kita semua tahu bahwa kata destinasi itu adalah pengindonesiaan kata destination. Saya cenderung untuk tetap menggunakan kata bahasa Indonesia yang asli, yaitu tujuan. Kawan saya cenderung menggunakan kata destinasi, kata bahasa asing yang diserap bahasa Indonesia.
Banyak sekali kata bahasa Inggris (dan bahasa asing lain) yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, padahal sudah ada kata bahasa Indonesia yang asli. Contohnya, edukasi mengganti pendidikan, talenta mengganti bakat,kontribu-si mengganti sumbangsih, mutu diganti kualitas. Kata mutu bahkan sudah jarang digunakan.
Selain itu, ada kata yang diserap secara tidak benar. Ada judul berita: ”Gunung Anu Erupsi”. Kata erupsi adalah pengindonesiaan kata eruption, yang artinya adalah ’letusan’. Itu adalah kata benda, bukan kata kerja.
Kenapa tidak ditulis saja ”Gunung Anu Meletus”. Kata kondusivitas maksudnya adalah kata benda dari kondusif, padahal kata benda dari conducive adalah conduciveness. Arti kata kondusif juga sudah berubah dari arti aslinya.
Pengindonesiaan kata bahasa asing tidak bisa kita tolak, tetapi kalau sudah ada kata asli bahasa Indonesia, sebaiknya kita gunakan yang asli.
Salahuddin Wahid,
Pesantren Tebuireng, Jl Irian Jaya 10, Jombang 61471
Membangun BUMN
Ada yang nyaris terputus antara niat tulus dan cita-cita para bapak pendiri saat bangsa ini merdeka dengan tata kelola seluruh kekayaan saat ini.
Presiden dan kabinet terus berganti, demikian juga menteri, anggota DPR, hingga para direksi BUMN. Namun, banyak perusahaan milik negara (BUMN) yang masih menghitung untung dari barang yang dijual kepada rakyat.
Pelbagai sektor kehidupan dan kebutuhan rakyat, dari BBM, listrik, sampai tol, semua dikelola BUMN. Bahkan, atas nama kesinambungan investasi dan perawatan jalan, ada undang-undang yang menjamin tarif tol naik setiap dua tahun. Padahal, tol seperti Jagorawi sudah puluhan tahun dan seharusnya justru sudah turun tarif atau gratis.
Saya bukan ahli ekonomi. Tetapi, saya merasa tidak adil kalau keuntungan perusahaan BUMN hanya berasal dari jualan kepada rakyat. Saya yakin, para pengelola BUMN adalah putra-putri terbaik bangsa. Karena itu, BUMN harus bisa mengembangkan produk dan pemasaran ke luar negeri.
Saya berharap Menteri BUMN Erick Thohir mampu membuat key performance indicator (KPI) yang tidak hanya mengukur hasil keuntungan jualan kepada rakyat, tetapi juga pelbagai inovasi yang out of the box.
Mengapa? Karena rakyat sudah menanggung banyak biaya hidup sehari-hari. Iuran BPJS, PBB, pajak kendaraan setiap tahun naik. Belum lagi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Semua naik.
Teuku Chairul Wisal
Larangan Selatan,
Tangerang
Tarif Tol
Beberapa waktu lalu, tarif Jalan Tol Dalam Kota Jakarta diubah sehingga konsumen harus membayar dengan tarif sama untuk jarak pendek maupun jarak jauh.
Perubahan sistem tarif ini memberi keuntungan tambahan amat besar (windfall profit) mengingat keekonomisan proyek diperhitungkan dengan tarif sesuai jarak.
Ketika ada berita tarif tol mau naik lagi dengan alasan inflasi, pertanyaan saya, apakah windfall profit tidak digunakan untuk mengompensasi inflasi?
Ir W Suliantoro IPM
Kuningan Timur,
Jakarta Selatan
”Pemelajaran” atau ”Pembelajaran”
Kompas adalah salah satu surat kabar arus utama yang jadi barometer bagi pembaca yang ingin tahu berita nasional terbaru; akurat dan tidak berpihak. Kompas juga salah satu penyebar pengetahuan bagi pembacanya secara khusus mengenai tata bahasa Indonesia. Kompas sering menjadi sumber atau penyebar bentukan kata-kata baru dalam kosakata bahasa Indonesia.
Menarik judul berita Kompas (25/10/2019) halaman 8 pada rubrik Pendidikan dan Kebudayaan. Tertulis sebagai judul ”Metode Pemelajaran”. Kata pemelajaran berasal dari kata belajar (kata dasar ajar) kemudian ditambah awalan ”pe-” dan akhiran ”-an”.
Sebagai orang yang bukan ahli tata bahasa tetapi pemerhati bahasa, saya penasaran, apakah memang demikian bentukan kata tersebut menjadi pemelajaran?
Mari kita simak: pembuatan berasal dari kata buat kemudian ditambah awalan ”pe-” dan akhiran ”-an” bukan menjadi pemuatan. Atau, kata pemberontakan, berasal dari kata berontak yang ditambah awalan ”pe-” dan akhiran ”-an”. Silakan Redaksi memberikan penjelasan sekiranya ada keterangan baru dalam pembentukan kata pemelajaran tersebut.
Pangeran Toba P Hasibuan
Sei Bengawan, Medan 20121
Catatan Redaksi
Ihwal pemelajar sudah pernah dibahas dalam rubrik Bahasa Kompas. Lagi pula, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi IV) mencantumkannya sebagai salah satu sublema.