Ketersediaan data tunggal semakin mendesak. Pengalaman memperlihatkan, data yang beragam menyebabkan pengambilan keputusan tidak tepat.
Oleh
·2 menit baca
Bencana alam likuefaksi di Palu, Sulawesi Tengah, tahun lalu menimbulkan korban jiwa dan harta sebab di daerah yang seharusnya tidak boleh menjadi permukiman, berubah menjadi kawasan perumahan. Kita juga mendengar tumpang tindih data peruntukan lahan di banyak tempat, salah satunya di Kalimantan. Berbagai kasus konflik pertanahan juga berasal dari simpang siurnya data, entah karena kesengajaan untuk keuntungan pribadi atau karena keteledoran.
Contoh terbaru adalah keberadaan desa ilegal di Konawe, Sulawesi Tenggara. Beberapa desa yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri setelah ditinjau di lapangan ternyata tidak memiliki penduduk, tetapi terdaftar sebagai penerima dana desa.
Ungkapan nilai data lebih berharga dibandingkan dengan seluruh cadangan minyak dunia bukan hal baru. Presiden Joko Widodo mengulang lagi informasi itu dalam pidatonya. Majalah Economist edisi 6 Mei 2017 menyebut, sumber daya yang lebih berharga dari minyak bumi adalah data.
Kita masih ingat skandal pemanfaatan data pribadi yang ditambang dari media sosial seperti Facebook tanpa sepengetahuan pemiliknya oleh Cambridge Analytica. Data itu dipakai untuk memengaruhi pemilih dalam pemilihan presiden AS tahun 2016 dan pemilu di Inggris untuk menentukan apakah negara itu akan tetap atau berpisah dari Uni Eropa.
Data tunggal yang akurat adalah dasar membuat perencanaan, koordinasi, dan sinkronisasi kebijakan pemerintah.
Indonesia sudah sejak lebih dari 10 tahun lalu berupaya membuat data tunggal kependudukan, tata ruang, hingga kawasan rawan bencana. Manfaat data tunggal tidak perlu diragukan. Data tunggal yang akurat adalah dasar membuat perencanaan, koordinasi, dan sinkronisasi kebijakan pemerintah.
Bagi dunia usaha, misalnya, memiliki data konsumen mengefisienkan pemasaran karena secara akurat menyasar konsumen. Bagi politisi, data warga di daerah pemilihan berguna untuk mengirimkan pesan kampanye sesuai profil pemilih sasaran. Teknologi digital, termasuk juga data dari satelit, memungkinkan penyusunan data tunggal lebih cepat sehingga pemanfaatannya akan lebih optimum.
Pemerintah mengakui kesemrawutan data tunggal nasional. Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik akan menjadi sarana mengumpulkan dan meningkatkan kualitas data kependudukan. Sensus akan dimanfaatkan untuk mengumpulkan data jumlah, distribusi, dan karakteristik penduduk (Kompas, 23/11/2019).
Sebagai warga negara, kita sepatutnya mendukung adanya data tunggal nasional melalui partisipasi kita dalam Sensus Penduduk 2020. Bersamaan dengan pengumpulan data tunggal nasional, perlindungan data pribadi penduduk harus segera dilakukan. Undang-undang untuk melindungi data pribadi harus secepatnya disusun agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh pihak mana pun, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk oknum aparat pemerintah dan dunia usaha.