Tahun 2020 Menjadi Babak Baru Pendanaan Usaha Rintisan
Perusahaan pendanaan kian berhati-hati melakukan investasi pada usaha rintisan atau ”start up”. Namun, mereka melihat bahwa investasi di usaha rintisan tetap menjadi bagian integral portofolio investasi pada 2020.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Hampir semua lembaga pendanaan untuk usaha rintisan sangat terkejut ketika WeWork, sebuah start up yang didanai SoftBank, tidak direspons pasar keuangan privat dengan baik. Pasar tidak percaya dengan rencana bisnis mereka.
Akibatnya, valuasi perusahaan itu turun drastis. Tidak hanya itu, dampak lainnya adalah perusahaan pendanaan juga mulai berpikir ulang untuk mendanai usaha rintisan. Mereka menjadi sangat berhati-hati mengeluarkan uang. Meski demikian, pendanaan bakal memasuki era baru pada 2020.
Banyak kalangan memprediksi ”pesta” para investor dalam pendanaan usaha rintisan bakal usai setelah kasus WeWork. Media arus utama dan media sosial heboh soal prediksi ini dan yakin kalau mereka tak akan berani lagi melakukan aksi korporasi.
Di Indonesia, beberapa pemilik modal juga menunda investasi. Kalau toh melakukan aksi, mereka menurunkan nilai pendanaan bagi usaha rintisan. Mereka masih menunggu perkembangan SoftBank. Lembaga ini dikabarkan akan menghimpun dana lagi melalui Vision Fund putaran kedua senilai 100 miliar dollar AS, tetapi belum ada kabar baiknya lagi.
Meski demikian, ada kabar cukup mengejutkan. Data yang dikeluarkan Axios Pro Rata di Amerika Serikat menunjukkan usaha rintisan selama November-Desember 2019 menerima pendanaan lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selama periode itu pada tahun ini, 23 usaha rintisan menerima dana secara total hingga 1,1 miliar dollar AS.
Di luar itu, sebuah lembaga lain, yaitu Pitchbook, dalam studinya berjudul 2020 Emerging Tech Outlook mengatakan, pada 2020 diperkirakan ada pendanaan baru yang nilainya akan sangat besar. Intinya, pendanaan usaha rintisan tidak bakal mati.
Pitchbook yang salah satunya dikenal sebagai penyedia data pasar ekuitas dan tren teknologi juga mengatakan, aktivitas pendanaan usaha rintisan masih akan besar dan bahkan mencapai rekor. Total pendanaan di Amerika Serikat akan mencapai 110 miliar dollar AS.
Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya. Beberapa lembaga pendanaan akan meningkatkan investasi meski mereka meramalkan Vision Fund putaran kedua tidak bakal mencapai target, yaitu 108 miliar dollar AS. Rata-rata pendanaan awal (seed stage) diperkirakan juga akan meningkat.
Beberapa penyebab pendanaan usaha rintisan masih menjadi sasaran investasi karena ekonomi global yang melemah menjadikan imbal balik dari investasi konvensional tidak menarik. Berdasarkan data dua tahun ke belakang, imbal balik di usaha rintisan masih menunjukkan tren yang positif sehingga menjadi pilihan investor.
Lembaga-lembaga yang baru masuk ke pendanaan usaha rintisan memang masih akan ragu ragu pascakasus WeWork, tetapi perusahaan pendanaan raksasa yang selama ini sudah lama berkecimpung di dunia itu bakal kembali berinvestasi pada 2020. Mereka tetap melihat bahwa investasi di usaha rintisan tetap menjadi bagian integral portofolio investasi mereka.
Perusahaan-perusahaan mapan (incumbent) juga melihat, berbagai inovasi terus dilakukan usaha rintisan dan menghasilkan teknologi baru yang pada akhirnya membangun sebuah industri dengan kecepatan tinggi. Mereka tertarik berinvestasi di usaha rintisan dengan mendirikan perusahaan pendanaan atau berkongsi dengan perusahaan pendanaan karena usaha rintisan lebih menjawab persoalan dengan teknologi baru itu dan di banyak kasus solusi itu dibutuhkan pasar.
Sebaliknya, mereka melihat kenyataan, riset dan pengembangan yang dilakukan internal perusahaan dengan jumlah biaya besar ternyata tidak efisien dan berada di zona nyaman karena dibiayai perusahaan sendiri dan tidak pernah berhadapan dengan kompetisi.
Oleh karena itu, perusahaan lebih memilih mengalihkan dananya menjadi dana investasi di usaha rintisan eksternal. Perusahaan pendanaan menjadi alat untuk mendekatkan usaha rintisan dengan kepentingan riset dan pengembangan perusahaan.
Perkembangan yang menarik lainnya adalah lebih dari sekadar menjadi alat investasi, perusahaan mapan menggunakan investasi di usaha rintisan untuk mendiversifikasi produk mereka dan melakukan ekspansi teknologi yang terkait dengan penawaran mereka di pasar. Mereka membangun tim dan mengoperasikan pendanaan khusus untuk kepentingan tersebut.
Tanda-tanda ini juga sudah terlihat, seperti di Amerika Serikat pada tahun ini, saat sejumlah perusahaan yang mendanai sekitar 17 usaha rintisan dengan fokus tertentu, sejalan dengan kepentingan perusahaan mapan yang mendanainya.
Perkembangan ini disebut menjadi perkembangan dengan jumlah pendanaan terbesar yang mengolaborasikan kepentingan perusahaan dengan start up dibandingkan masa sebelumnya. Kabarnya, strategi semacam itu berhasil menghimpun dana sekitar 1,3 miliar dollar AS.
Pada 2020, usaha rintisan mungkin juga perlu mendekatkan diri dengan perusahaan mapan jika ingin mendapatkan pendanaan di tengah keraguan perusahaan pendanaan berinvestasi. Sudah barang tentu syarat utamanya adalah kesamaan kepentingan dan sedapat mungkin menyelesaikan problem bisnis perusahaan mapan.
Bagi perusahaan mapan, tantangannya adalah secara internal membangun tim investasi yang solid dan kreatif menghadapi berbagai kemungkinan tawaran dari start up. Tampak jelas kolaborasi menjadi solusi untuk keduanya. Tahun depan kejutan tak hanya terjadi di Amerika Serikat saja, tetapi di Indonesia pun sepertinya akan ada kejutan di dunia investasi usaha rintisan.