Kamis (21/11/2019) Kompas menurunkan opini berjudul ”Cegah Radikalisme dengan Pendalaman Keberagaman”. Saya sepakat dengan wacana itu mengingat bangsa kita beragam suku, ras, bahasa, budaya, dan agama.
Keberagaman merupakan kekuatan, tetapi kalau tidak dikelola dengan baik dan bijak akan menjadi bumerang yang membahayakan eksistensi negara Indonesia. Maka, muatan materi keberagaman dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah perlu porsi proporsional.
Memang harus dikaji dengan cara bagaimana menyisipkan materi keberagaman dalam pelbagai materi pelajaran yang ada. Namun, jika berhasil, generasi masa kini dan mendatang dapat menyadari arti keberagaman dan lebih kebal terhadap radikalisme.
Penulis berharap pendalaman materi keagamaan menjadi panglima dalam ”mensponsori” materi keberagaman. Hal itu disebabkan banyak oknum—yang meminjam istilah Presiden Jokowi—memanipulasi agama dan menjadikan narasi keagamaan untuk anti-keberagaman.
Maka, penting adanya opini yang menggunakan anasir agama, dalam hal ini ayat atau dalil-dalil agama, untuk menetralkan wacana ”manipulator agama”. Misalnya, ada banyak ayat dalam Al Quran yang menyebutkan bahwa perbedaan adalah sunnatullah (divine order).
Ada pula ayat yang memberi pemahaman bahwa tidak dibenarkan untuk memaksa dalam beragama. Perlu digarisbawahi bahwa memaksa, walau dengan tujuan ”religius”, tidak dibenarkan, apalagi dengan cara-cara kekerasan hingga anarkistis.
Sayangnya, ajaran yang sedemikian mulia dan luhur itu dikesampingkan atau malah sengaja ditutup-tutupi oleh oknum-oknum. Ayat-ayat jihad direduksi maknanya dengan perang fisik. Yang memprihatinkan, perang tersebut dijalankan dalam kondisi damai seperti sekarang.
Maka, pada akhirnya, perlu perubahan dalam muatan materi pelajaran keagamaan. Jika sebelumnya materi keagamaan hanya berisikan hal-hal yang bersifat transendental, hubungan khalik dan makhluk, kini saatnya hubungan horizontal dikembangkan lewat materi kebinekaan dan nasionalisme dalam pelajaran keagamaan.
Muhammad Saiful Umam
Jl Joyoboyo Timur, Bababadan, Sumbercangkring,
Gurah, Kediri
Surat Rujukan
Setiap tiga bulan sekali saya meminta surat rujukan ke Puskesmas Mekar Sari, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, untuk berobat rutin bulanan ke dokter spesialis jantung di RS Hermina Grand Wisata Bekasi. Permintaan saya selalu dikabulkan.
Tapi, kali ini, persisnya 14 November 2019, permintaan perpanjangan surat rujukan saya ditolak petugas dan dokter di puskesmas tersebut. Kenapa permintaan surat rujukan saya kali ini ditolak?
Petugas dan dokter puskesmas di Mekar Sari menjawab, karena tidak ada lagi akses ke RS Hermina Grand Wisata. Karena saya tak bisa menerima alasan itu, petugas puskesmas meminta saya bertanya langsung ke RS Hermina.
Menurut petugas RS Hermina, tak ada pembatasan akses berobat ke rumah sakit tersebut. Pasien yang membawa surat rujukan dari puskesmas mana pun akan dilayani dengan baik. Apalagi jika pasien sudah dijadwalkan untuk kontrol ke RS Hermina pada 14 November.
Nah, mana yang benar, keterangan dari petugas Puskesmas Mekar Sari atau petugas RS Hermina Grand Wisata? Saya tidak tahu.
Yang jelas saya sebagai peserta BPJS sudah dirugikan oleh kesimpangsiuran informasi tersebut. Saya tidak dapat berobat sesuai jadwal.
Sayangnya, humas BPJS ketika diminta konfirmasi mengenai hal itu juga tidak memberikan jawaban yang jelas. Ia hanya janji-janji saja.
Mohon solusi agar kami tidak jadi korban pelayanan yang simpang siur.
Herry Sinamarata
Mangun Jaya Indah 2,
Tambun Selatan