Penunjukan Luo Huining sebagai pemimpin Kantor Penghubung Pemerintah Pusat China di Hong Kong cukup mengejutkan. Tak ada pengalaman Luo di Hong Kong.
Oleh
·2 menit baca
Hong Kong yang merupakan bagian dari China didera demonstrasi terus-menerus sejak lebih kurang tujuh bulan silam. Perekonomian wilayah ini dilaporkan melambat. Kunjungan wisata ke Hong Kong juga anjlok. Unjuk rasa yang diwarnai kekerasan tampaknya menyurutkan minat turis untuk datang sekaligus memperlambat aktivitas bisnis.
Demonstrasi besar-besaran diawali ketika pemerintah setempat memprakarsai penyusunan rancangan undang-undang yang memungkinkan pelaku kejahatan diekstradisi ke daratan China.
Kelompok prodemokrasi menuduh RUU Ekstradisi merupakan upaya memperkuat ”cengkeraman” Beijing atas Hong Kong. Dari semula berlangsung damai, unjuk rasa beralih diwarnai kekerasan dan bentrokan. Tuntutan pun bertambah, tak hanya pencabutan RUU Ekstradisi, tetapi juga demokratisasi dalam arti luas.
Di tengah demonstrasi yang tak kunjung usai, dalam pemilihan anggota dewan distrik beberapa waktu lalu, kelompok prodemokrasi unggul ketimbang kubu politisi pro-Beijing. Meski dewan distrik mengurusi isu lokal pelayanan warga dan tak menentukan arah strategis Hong Kong, hasil pemilihan ini dilihat sebagai ”alarm” bagi Beijing.
Demonstrasi besar-besaran ternyata didukung oleh tak sedikit warga. Jika dibiarkan, situasi ini dapat menyulitkan Beijing dalam waktu mendatang.
Kekalahan kelompok pro-Beijing dilihat pula sebagai batas yang sudah tak bisa ditoleransi pemerintah pusat. Wang Zhimin, Direktur Kantor Penghubung Pemerintah Pusat di Hong Kong (LOCPG), dinilai telah gagal.
South China Morning Post menulis, Wang dianggap tak mampu memberi penilaian yang tepat mengenai situasi Hong Kong, termasuk ketika awal kemunculan RUU Ekstradisi. Padahal, penilaian ini diberikan kepada Beijing dalam rangka mengelola isu Hong Kong.
Sebagai direktur baru LOCPG, Luo Huining nantinya bekerja sama dengan Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Sejumlah kalangan melihat, sosok Luo yang dapat dikatakan tak pernah bersentuhan dengan Hong Kong akan memberikan perspektif baru dalam melihat masalah di wilayah itu, termasuk ketidakpuasan warga mudanya.
Luo sebelum ini merupakan pemimpin Partai Komunis di Provinsi Shanxi. Ketika ditunjuk menempati pos di Shanxi, provinsi ini sedang didera korupsi akut. Jaringan korupsi yang melibatkan pejabat lokal dan elite di Beijing membuat kecewa masyarakat Shanxi. Luo dinilai berhasil mengatasi problem korupsi di provinsi itu dan ketidakpuasan warga.
Penunjukan Luo menjadi salah satu strategi Beijing untuk mengatasi gejolak di Hong Kong. Dalam menjalankan misinya, Luo di satu sisi menghadapi desakan demokratisasi yang kuat dari warga. Sementara di sisi lain, ia memiliki tugas besar, yakni membuat Hong Kong kembali normal.