Sebuah gelombang disrupsi bakal muncul lagi dalam kurun waktu dua sampai lima tahun mendatang. Apakah kita siap memasuki dekade lanjutan dari perubahan besar ini?
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Kaum milenial atau generasi Y telah membunuh sejumlah korporasi dan menjungkirbalikkan bisnis pada awal tahun 2000-an melalui berbagai temuan berbasis teknologi digital. Cara berbisnis lama telah dihancurkan dengan model bisnis baru. Mereka adalah generasi yang lahir 1980-2000.
Kini kita berhadapan dengan generasi baru yaitu generasi Z yang lahir 2001-2020 ini. Berkaca dari kelahiran generasi baru setiap 20 tahun, maka lanjutan disrupsi bakal muncul dua sampai lima tahun ke depan ketika generasi ini mulai mengambil peran.
Kini pembahasan media pun mulai beralih ke generasi baru ini. Pertanyaannya adalah, apa lanjutan disrupsi yang akan terjadi dalam satu dekade ke depan? Sebenarnya laporan beberapa media dan juga Google telah menyiratkan tentang berbagai kemungkinan disrupsi yang akan terjadi.
Meski belum tersirat temuan mereka, beberapa ciri dan keinginan mereka telah bisa diramal. Teknologi digital telah memberi informasi tentang berbagai keinginan dan kemauan mereka. Secara umum sejumlah sumber menyebutkan, generasi Z akan membuat dunia lebih baik.
Bagi kalangan bisnis, kalimat itu sungguh harus menjadi perhatian. Mereka ingin bekerja di perusahaan yang makin membuat positif dunia. Dalam sebuah tulisan di laman Forbes, mereka juga siap mendonasikan penghasilannya ke gerakan yang mengartikulasikan kepedulian mereka terhadap dunia.
Tidak mengherankan generasi pasca milenial ini memilih tempat kerja yang memiliki tujuan yang jelas dan sesuai dengan keinginan mereka. Mereka siap berkorban dalam dunia kerja untuk sebuah cita-cita bagi dunia yang lebih baik. Mereka tak hanya butuh duit semata dalam dunia kerja, tetapi juga ingin membuat perbaikan.
Dalam konteks Indonesia seperti di dalam laporan 2019 Year in Search yang diluncurkan Google beberapa waktu lalu, disebutkan isu lingkungan adalah topik terpopuler kedua yang dibaca generasi Z. Tidak mengherakan bila berita kebakaran hutan makin banyak diminati. Di dalam Google Search, pencarian kebakaran hutan meningkat 2,7 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Mereka khawatir soal nasib hutan di Kalimantan. Mereka menyebutkan, konsumen berita di Indonesia, terutama generasi Z, sangat peduli dengan lingkungan.
Untuk itu perusahaan harus mengubah citra dan kondisi perusahaan agar bisa memberi tempat bagi mereka. Korporasi harus mampu menjadi kampiun dalam hal perbaikan lingkungan dan kondisi dunia sehingga menarik minat generasi Z masuk ke dalam dunia kerja mereka dan bisa menahan mereka untuk betah berada di tempat itu. Bila perusahaan tidak mampu menawarkan sebuah perbaikan bagi dunia bagi mereka, maka perusahaan itu bakal ditinggal.
Korporasi perlu membangun inovasi terkait dengan perubahan itu. Inovasi yang berbasis pada terjadinya perbaikan bagi dunia. Cara kerja dan cara berbisnis harus mencerminkan perbaikan.
Dalam laman Forbes juga disebutkan, lembaga bernama Girls With Impact merekomendasikan para pendidik agar menggantikan STEM (science, technology, engineering, and mathematics) menjadi STEEM (science, technology, engineering, entrepereneurship, and mathematics).
Perubahan ini untuk membekali anak muda mempunyai kemampuan dalam memperbaiki dunia. Para pimpinan perusahaan juga mendorong secara internal untuk membangun kewirausahaan di dalam korporasi.
Meski demikian, korporasi juga harus bersiap-siap kecewa karena generasi ini mungkin tidak banyak yang bertahan lama. Kecenderungan mereka, bekerja di korporasi adalah untuk mencari pengalaman saja. Setelah itu mereka ingin membangun bisnis sendiri.
Generasi wirausaha akan makin banyak pada masa mendatang karena berbagai platform media sosial makin kondusif untuk berwirausaha dan menjadi pekerja lepas (freelancer). Mereka tidak lagi terikat dengan pekerjaan di kantor namun makin banyak bekerja di rumah. Oleh karena itu menjadi pekerja lepas juga akan makin banyak.
Fenomena itu tercermin di berbagai survei yang memperlihatkan keinginan mereka menjadi wirausaha. Tidak mengherankan bila mahasiswa-mahasiswa awal tahun sudah ingin menemukan sesuatu yang bisa mengubah dunia. Survei Gallup menyebutkan, sekitar 45 persen mahasiswa semester lima ingin menemukan sesuatu dan sisanya ingin menjadi wirausaha. Dengan berbagai fasilitas digital dan juga sumber yang banyak, maka keingian mereka sangat terbuka.
Tidak terelakkan lagi generasi muda baru akan mengubah dunia dalam waktu dekat. Oleh karena itu generasi lama lebih baik membantu mereka, bukan malah menghalang-halanginya. Para pemilik perusahaan juga harus membantu mereka di dunia kerja agar bisa ikut mengguncang dunia.
Sebuah gelombang disrupsi bakal muncul lagi dalam kurun waktu dua sampai lima tahun mendatang. Kini generasi baru tengah bersiap. Apakah kita siap memasuki dekade lanjutan dari perubahan besar ini?