Untuk menyelenggarakan kebijakan organisasi secara sehat, benturan kepentingan wajib dihindari. Ini merupakan prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjalankan good corporate governance atau tata kelola perusahaan yang baik. Hal serupa berlaku untuk lingkup pemerintahan.
Secara sederhana dapat digambarkan bahwa seorang pemain tentu tidak boleh merangkap menjadi wasit. Memisahkan kewenangan dengan hal pribadi juga merupakan upaya menghindari benturan kepentingan.
Di republik tercinta ini sering dikisahkan sikap kenegarawanan beberapa tokoh pada masa lalu. Saya mengambil contoh dua orang saja. Pak Hoegeng pernah meminta istrinya menutup toko bunga miliknya, untuk mencegah orang berbelanja dengan maksud tertentu.
Bung Hatta, saat pemotongan nilai uang (sanering), tidak menceritakan akan adanya kebijakan ini kepada sang istri. Akibatnya, Ibu Rahmi Hatta tidak dapat menggunakan tabungannya untuk membeli mesin jahit.
Sekarang, kemungkinan gagalnya banyak kebijakan dapat diakibatkan oleh tidak disadarinya atau malahan disengajanya situasi benturan kepentingan dalam berbagai lembaga pemerintahan.
Menilai tepat atau tidaknya seseorang dengan kewenangan di ruang lingkup jabatannya merupakan hal yang sangat penting. Pernyataan Presiden tentang penempatan salah seorang pembantunya karena dinilai memiliki kemampuan manajerial mumpuni masih sangat sempit.
Berulang kali saya menulis pentingnya keutuhan KSA (knowledge, skill, ability and attitude) dimiliki seorang dengan kewenangan pengambilan keputusan. Dilihat dari sisi profesi yang sangat khas dan menyangkut nasib manusia, maka urutannya yang lebih tepat adalah attitude yang di awal. Dimulai dengan pertanyaan apakah perilaku profesionalnya dapat dipertanggungjawabkan? Apalagi jika sosok itu memiliki masalah sisi profesi dan pada saat yang sama menjadi wasit yang menguasai keputusan.
Maka, prasyarat tata kelola pemerintahan yang baik tidak terpenuhi. Jika kekuasaan memaksakan, mungkin dalam jangka pendek tidak dapat ditentang, tetapi hampir pasti ke depan akan muncul gejolak karena diabaikannya suatu falsafah yang menyangkut keselamatan manusia.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jalan Pariaman, Pasar Manggis,
Jakarta Selatan 12970
Informasi tentang Danau Matano
Saya senang dan ikut bangga saat membaca Kompas Senin (9/12/2019) halaman 10 berjudul ”Pusat Pandai Besi Tertua di Matano”. Hal itu mengingatkan tentang masa kecil karena kami pernah tinggal di Soroako belasan tahun.
Artikel itu mengingatkan bahwa di sana pernah ada Kerajaan Matano, pengelola kawasan Danau Matano dan menjadi salah satu pusat pandai besi terbaik di Nusantara, bahkan Asia Tenggara.
Menurut peneliti Puslit Arkenas, Shinatria Adhityatama, daerah ini tenggelam akibat gempa bumi, membuat ingatan masyarakat terkait kejayaan Matano hilang.
Daerah itu memang rawan gempa, kami dulu sering merasakannya. Karena itu, rumah di kompleks perumahan perusahaan dibangun dengan model rumah panggung berbahan baku kayu. Terima kasih Kompas yang telah menyajikan artikel menarik.
Vita Priyambada
Jl Bendungan Siguragura, Malang 65145
Sinta-Watugunung
Dalam kolom Udar Rasa (Kompas, 8/12/2019) Jean Couteau membeberkan serupa tapi tak samanya inses Jocasta-Oedipus dengan inses Sinta-Watugunung.
Jean Couteau merindukan pergelaran tragedi Sinta-Watugunung. Saya rasa sebagian besar pembaca Kompas mengamini harapan Jean Couteau.
Semoga ada seniman yang mau mementaskan drama ”Sinta-Watugunung” atau dalam perkeliran wayang kulit.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga