Iran menyatakan, militer Eropa di Timur Tengah bisa berada dalam bahaya menyusul pernyataan tiga negara Eropa bahwa Iran melanggar kesepakatan nuklir 2015.
Oleh
·2 menit baca
Iran menyatakan, militer Eropa di Timur Tengah bisa berada dalam bahaya menyusul pernyataan tiga negara Eropa bahwa Iran melanggar kesepakatan nuklir 2015.
Perancis, Jerman, dan Inggris menuding Iran melanggar komitmen dalam kesepakatan nuklir, yang bisa menimbulkan sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Presiden Iran Hassan Rouhani menolak mentah-mentah tudingan itu. Pada sidang kabinet di Teheran, Rabu (15/1/2020), Rouhani marah pada sikap ketiga negara itu. ”Hari ini tentara Amerika dalam bahaya, besok tentara Eropa bisa dalam bahaya,” kata Rouhani, sambil mengingatkan pentingnya persatuan nasional.
Perancis yang awalnya membujuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk tidak keluar dari kesepakatan nuklir yang dibuat pada masa Presiden Barack Obama itu. Bahkan, beberapa negara Eropa mengupayakan peringanan sanksi baru AS atas Iran meski belum berhasil.
Pernyataan Rouhani muncul menyusul pemimpin Syiah Irak, Ayatollah Muqtada al-Sadr, menyerukan unjuk rasa besar-besaran untuk menolak kehadiran militer AS di Irak. Seruan itu ditolak mahasiswa di Irak yang telah berunjuk rasa lebih dari sebulan lalu. Namun, gabungan milisi Irak dukungan Iran, Kataeb Hezbollah, mendukung seruan Al-Sadr.
Pasca-pembunuhan Komandan Pasukan Elite Garda Revolusi Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Iran menyatakan tak akan mematuhi batasan perjanjian nuklir mana pun. Perjanjian itu dirancang untuk mengawal Teheran agar tidak dapat membuat bom atom, dengan cara mengizinkan akses pengawas nuklir PBB berkunjung ke situs nuklir Iran. Rouhani hari Rabu itu juga menegaskan kembali janji lama Iran bahwa Teheran tidak ingin membuat bom nuklir.
Terkait penembakan tidak sengaja atas pesawat komersial Ukraina, Rouhani menyatakan akan membentuk tim pencari fakta dan pengadilan khusus. Bahkan, dia meminta maaf atas insiden tak termaafkan itu dan meminta pejabat militer Iran yang bertanggung jawab dipecat.
Pengadilan Iran mengumumkan sudah menangkap sejumlah tersangka atas penembakan pesawat komersial Ukraina pada Rabu (8/1/2020). Juru bicara pengadilan Iran, Gholamhossein Esmaili, mengatakan, penyelidikan intensif telah dilakukan dan beberapa orang ditangkap tanpa memberi detail penangkapan (Kompas, 15/1/2020).
Di dalam negeri, Rouhani menghadapi unjuk rasa mahasiswa dan dunia internasional terus mendesak penyelidikan independen terkait penembakan pesawat itu. Tekanan ganda itu membuat Rouhani tak punya banyak pilihan, apalagi sistem politik velayat-e-faqih menempatkan presiden di bawah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Beberapa negara berupaya menurunkan ketegangan, tetapi persoalannya meluas. Meninggalnya Sultan Qaboos dari Oman membuat kian sedikit orang yang bisa berdialog dengan pemimpin Iran. Di saat sedikitnya pilihan solusi, kita berharap muncul terobosan yang bisa dibawa ke meja perundingan.