Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Krayan, Kalimantan Utara, mengingatkan kita bahwa daerah perbatasan tersebut menyimpan ”bom waktu”. Sumber daya manusia (SDM) inferior akan meledak jika tanpa intervensi segera. Daerah Krayan merupakan produsen garam lokal tetapi beredar luas tanpa yodium.
Yodium dibutuhkan untuk membangun sel saraf dalam otak, terutama saat bayi dalam kandungan. Kelompok penduduk yang tinggal di daerah rendah asupan yodium akan menderita defisit IQ 13 poin atau 0,9 Simpang Baku dibandingkan dengan daerah yang cukup asupan yodiumnya (Bleichrodt and Born, 1993).
Data nasional menunjukkan kadar yodium dalam urine ibu hamil pada median 163 mcg/L (Riskesdas, 2013). Median berarti angka tengah, berarti masih menyisakan 61 persen ibu hamil yang belum tercukupi yodium.
Bila ibu hamil mengonsumsi garam beryodium standar (30 ppm) 8-10 gram per hari, asupan yodium akan cukup, yaitu 240-300 mcg, dibandingkan dengan kebutuhan yang melonjak saat hamil sebesar 250-270 mcg.
Banyak daerah yang garamnya belum beryodium semacam Krayan, misalnya di Aceh pantai timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Demikian juga di Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, banyak garam krosok asal tambak yang masuk pasar tanpa diproses. Ada juga yang lewat pabrikan kecil dan diberi label mengandung yodium tetapi di bawah standar. Menurut Unicef (2017) dan Nutrition International (2019), 50 persen garam konsumsi tidak memenuhi syarat.
Kondisi makin parah karena lemahnya pemerintah daerah dalam mengawasi peredaran garam konsumsi yang 25 tahun lalu sudah dinyatakan sebagai komoditas SNI wajib sesuai Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1994. Apalagi jajaran kesehatan telanjur optimistis, menganggap masalah kekurangan yodium sudah ”selesai”, padahal separuh ibu hamil berada di bawah angka median.
Mengingat yodium adalah mineral yang esensial untuk mencegah gagal tumbuh atau stunting dan menjadi prasyarat pembangunan manusia unggul dan berdaya saing global, penting melakukan koreksi soal yodium ini.
Dr Sunawang
Cipinang Muara,
Jakarta Timur
Klaim Asuransi
Saya pemegang polis Dwiguna Prima dari PT AJB Bumiputera 1912, nomor polis 2004415953, dengan jangka waktu 15 tahun (1/8/2004 sampai 1/8/2019). Karena telah habis masa kontrak, saya mengajukan klaim.
Saya telah mendapat salinan surat persetujuan klaim habis kontrak dari kantor pusat PT AJB Bumiputera 1912, Jakarta, yang ditujukan ke Kantor Pemasaran Jayapura (Kantor Cabang Fakfak) pada 8 Agustus 2019.
Isinya antara lain: ”Klaim habis kontrak polis diputuskan dapat dibayarkan sebesar UP+Rev. Bonus… ( jumlah klaim yang harus dibayarkan kepada saya)”.
Selain itu ada surat ”Corporate Guarantee” Nomor 162/DIR/EXT/VIII/2019, bertanggal Jakarta, 1/8/2019, ditandatangani Dena Chaerudin, Direktur SDM merangkap Plt Direktur Utama. Isinya menjamin AJB Bumiputera 1912 membayar semua kewajibannya kepada pemegang polis (saya) sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Namun, ketika saya mengonfirmasikan status klaim tersebut kepada bagian klaim AJB Bumiputera 1912 Jayapura (Bpk Simanungkalit), dijawab bahwa status klaim tersebut belum dapat dibayarkan karena belum ada jadwal atau belum ada kepastian.
Dengan surat ini saya berharap AJB Bumiputera 1912 segera memenuhi kewajibannya kepada saya sebagaimana tercantum pada ketentuan dokumen polis dan surat persetujuan klaim habis kontrak tersebut di atas.
Jonny Soedarjanto Thie
Jl KH Dewantara,
Fakfak 98611,
Papua Barat