Cinta penggemar klub sepak bola ibarat kisah asmara sehidup semati. Cinta semacam itu pula yang membuat fans klub Malmoe, Swedia, naik pitam oleh sikap sang idola mereka, Zlatan Ibrahimovic.
Oleh
Adi Prinantyo
·4 menit baca
Cinta penggemar klub sepak bola ibarat kisah asmara sehidup semati. Cinta semacam itu pula yang membuat fans klub Malmoe, Swedia, naik pitam oleh sikap sang idola mereka, Zlatan Ibrahimovic. Kisah “ambyar” fans Malmoe dipicu sikap Ibra, panggilan akrab Ibrahimovic, yang menginvestasikan dananya ke klub Hammarby, klub di Stockholm, yang dianggap salah satu rival Malmoe.
Investasi Ibra di Hammarby dinilai sangat melukai perasaan suporter Malmoe. Maklum, selain informasi investasi itu, Ibra juga mengungkapkan ambisinya untuk menjadikan Hammarby sebagai klub terbesar di Skandinavia.
Apa yang dilakukan Ibra dinilai mengingkari keberadaan sang bintang yang sekian lama menjadi ikon Malmoe. Meski tidak tercatat berprestasi bersama Malmoe, tetapi di klub inilah Ibra pertama kali berkiprah sebagai pesepak bola senior, pada 1999.
Saking kecewanya, fans Malmoe merusak dan merobohkan patung Ibra di kota Malmoe, yang baru diresmikan Oktober 2019. Patung itu dibangun untuk menghormati rekor gol Ibra, salah satunya untuk tim nasional Swedia.
Ia pencetak gol terbanyak untuk Swedia dengan total 62 gol, sepanjang penampilannya di tim nasional sejak 2001 hingga 2016. Ibra juga 11 kali dinobatkan sebagai pemain terbaik Swedia, penghargaan yang mungkin sampai kapan pun tak akan pernah disamai persepak bola lainnya.
“Kami marah karena dia yakin bisa melakukan apapun yang dia suka, sambil ingin tetap dicintai. Dia tidak memahami bagaimana rasanya menjadi suporter yang sebenarnya,” ucap Simon Bengtsson, salah satu penggemar Malmoe, seperti dikutip BBC Sport.
Mayoritas fans Malmoe, ujar Bengtsson, kecewa terhadap Ibra. “Tak seorang pun yang saya tahu membela dia. Tentu sebagian orang meyakini vandalisme itu salah, tetapi pada saat yang sama mereka bisa memahami mengapa itu terjadi,” kata Bengtsson lagi.
Sesama fans Malmoe, Alexander Ivanovski menambahkan, ada perasaan dikhianati, seiring keputusan Ibra untuk membantu Hammarby, dan bukan Malmoe. Bagi Ivanovski, itu terasa sakit karena berlawanan dengan apa yang selama ini dikatakan Ibra. “Dia selalu mengatakan Malmoe adalah kota kelahirannya, dia akan selalu mencintai Malmoe, tidak ada klub sebesar Malmoe, atau bisa lebih besar dari itu,” kata dia.
Seantero jagat
Kisah heroik suporter klub sepak bola, sudah tentu bukan hanya ada di Swedia. Di berbagai negara lain, termasuk di Eropa sebagai salah satu kiblat sepak bola dunia, yang semacam ini lazim adanya. Apalagi jika menyangkut dua klub dengan aroma persaingan begitu sengit, terutama rival sekota.
Di Italia, orang tahu betul bagaimana persaingan dua klub kota Milan, yakni AC Milan dan Inter Milan. Di Inggris, beberapa klub di London juga bersaing ketat, seperti Chelsea, Arsenal, West Ham, dan Tottenham Hotspur. Arsenal dan Spurs, sebutan Tottenham, bahkan saling bersaing sebagai dua klub asal London utara. Laga derbi mereka juga selalu berlangsung seru karena ada aura perseteruan yang kental.
Di Skotlandia, persaingan dua klub Glasgow, yaitu Glasgow Celtic dan Rangers, menjadi perbincangan warga sejagat. Seperti ditulis dalam buku Memahami Dunia Lewat Sepak Bola karya Franklin Foer, hari pertandingan antara Celtic dan Rangers, selalu menjadi hari yang paling rawan gesekan.
“Pertikaian antara kedua seteru yang menghuni satu kota ini telah menghasilkan kisah-kisah horor persepakbolaan. Ada yang ditolak bekerja karena mendukung tim lawan. Ada fans yang dibunuh karena mengenakan kaos yang salah di lokasi yang salah. Sepertinya, tidak ada yang lebih dibenci selain tetangga sendiri”. Demikian tulis Foer dalam bukunya.
Kembali ke kasus Ibra yang membuat fans Malmoe “ambyar”. Sejak awal, Ibra semestinya paham, Malmoe menempatkannya sebagai ikon, idola, tokoh. Sehingga boleh saja Ibra berkelana dari satu klub besar ke klub besar lainnya di Eropa, mulai dari Ajax Amsterdam, Juventus, Inter Milan, Barcelona, AC Milan, Paris St Germain, Manchester United, dan kini kembali ke AC Milan. Ibra bahkan sempat memperkuat klub Amerika Serikat, LA Galaxy, setelah dari MU dan sebelum ke Milan.
Namun, dalam persepsi para fans, sekembali Ibra dari Milan, sepatutnya dia “mengabdi” demi Malmoe, klub pertamanya, sekaligus klub kota kelahirannya. Sayang sungguh sayang, bukan itu yang terjadi. Ibra justru berinvestasi ke Hammarby. Lebih dari itu, sang bintang juga mengatakan, Hammarby klub besar, dengan suporter yang penuh semangat, serta sejarah membanggakan di Stockholm dan Swedia.
Begitulah fans Malmoe menganggap telah terjadi pengkhianatan atas kesetiaan mereka. Perusakan terhadap patung Ibra menjadi refleksi kemarahan tersebut. Pengidolaan para suporter terhadap Ibra yang tadinya ikon, berbalik menjadi kebencian. Ini fenomena “ambyar”, sakit hati, amarah, di dunia sepak bola. Manusiawi, karena cinta fans terhadap klubnya ibarat sehidup semati. Sekali terkhianati, sakitnya tuh di sini...