Kesepakatan fase pertama antara Amerika Serikat dan China disambut gembira. Namun, masih ada kecemasan karena ganjalan besar belum hilang.
Oleh
·2 menit baca
Penandatanganan kesepakatan fase pertama dilakukan Presiden AS Donald Trump dan Wakil PM China Liu He di Washington, Rabu (15/1/2020) waktu setempat. Dengan kesepakatan itu, perang dagang yang dimulai pada 2018 dan ditandai dengan penerapan tarif impor dinilai telah mereda.
Porsi terbesar dari kesepakatan itu mengatur pembelian yang dilakukan China. Beijing berjanji membeli produk-produk tambahan AS senilai 200 miliar dollar, yang dibagi antara tahun 2020 dan 2021, yakni 77 miliar dollar AS serta 123 miliar dollar AS.
Beijing juga akan meningkatkan pembelian produk pertanian AS. Selain itu, dalam perjanjian disebutkan kedua belah pihak tak boleh memaksakan transfer teknologi. Bagian ini tampaknya menampung keluhan AS terhadap praktik pemaksaan transfer teknologi yang ditengarai dilakukan China. Kesepakatan fase pertama itu juga memberikan ruang bagi asing untuk menjadi mayoritas dalam perusahaan keuangan di China.
Di sisi lain, sebagai syarat agar Beijing menandatangani kesepakatan, AS setuju memangkas tarif atas produk China senilai 120 miliar dollar AS hingga setengahnya, yakni menjadi 7,5 persen, dalam waktu sekitar 30 hari. Washington juga setuju membatalkan rencana tarif yang sudah disiapkan. Namun, pasca-kesepakatan fase pertama ini, tarif AS untuk produk-produk China senilai 370 miliar dollar AS, atau sekitar tiga perempat nilai impor asal China, tetap berlaku.
Trump mengklaim kesepakatan perdagangan fase pertama sebagai keunggulan menuju pemilihan presiden, November mendatang. Ia memuji-muji perjanjian itu dan berpendapat, dirinya adalah satu-satunya orang yang dapat menekan Beijing guna mendapatkan konsesi besar. Namun, seperti dilaporkan The Wall Street Journal, politisi Demokrat sekaligus mantan Wakil Presiden AS Joe Biden mengkritik kesepakatan itu, sebagai lemah, tidak jelas, dan poin-poinnya sebenarnya dicakup dalam perjanjian yang sebelumnya sudah ada.
Adapun di China, media resmi dan pernyataan pemerintah menyuarakan optimisme. Media People’s Daily menyatakan, peningkatan impor pertanian akan menambah pilihan menu di ”meja makan” rakyat kebanyakan.
Bagaimanapun, berbagai kalangan sepakat, inti perselisihan AS-China tak disentuh kesepakatan fase pertama. Inti perselisihan itu adalah keluhan AS bahwa Pemerintah China menjalankan praktik subsidi tidak adil terhadap perusahaan domestik China. Selain itu, Washington mengeluhkan pengawasan ketat Beijing atas BUMN China. Pembicaraan atas inti perselisihan akan dimulai, tetapi diperkirakan berlangsung lama. Dengan kata lain, kecemasan masih ada karena perang dagang belum berakhir.