Senat mulai mengadili pemakzulan Presiden AS Donald Trump yang dituduh menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi Kongres menyelidiki pemakzulan.
Oleh
·2 menit baca
Senat mulai mengadili pemakzulan Presiden AS Donald Trump yang dituduh menyalahgunakan kekuasaan dan menghalangi Kongres menyelidiki pemakzulan.
Meskipun upaya pemakzulan Trump memiliki dasar hukum konstitusi yang kuat, dua upaya pemakzulan terdahulu, yaitu terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Andrew Johnson pada 1868 dan Bill Clinton pada 1999, tidak berhasil. Hasil yang sama diduga terjadi pada Trump, mengingat komposisi Senat yang didominasi kubu Republik, pengusung Trump.
Persidangan ini tidak hanya momen menentukan bagi Trump, tetapi juga bagi Senat. Jika Senat membebaskan, dan Trump kemudian terpilih kembali, hal ini akan menjadi pelajaran sangat berarti bagi kubu Demokrat. Jika Trump lolos dari Senat, tetapi kalah dalam Pemilu 2020 akibat upaya pemakzulan, ini akan menjadi catatan buruk kubu Republik.
Namun, tak berarti Senat akan mudah meloloskan Trump karena butuh dua pertiga dari peserta sidang. Salah satu tantangan jika Trump lolos, secara implisit berarti Senat setuju bahwa Presiden dapat menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Atau apakah ke depan konstitusi AS perlu ditambahi pasal (adendum) untuk membangun keseimbangan baru atau memperkuat prinsip check and balances.
Konsekuensi ini muncul mengingat semua bukti yang dimiliki DPR AS menunjukkan Trump bersalah. Sejumlah pakar hukum di AS menilai Trump melanggar hukum. Kesimpulan itu terangkum dalam dengar pendapat Komite Yudisial DPR AS (Kompas, 11/12/2019). DPR AS dengan pakar hukum Noah Feldman dari Universitas Harvard, Pamela Karlan dari Universitas Stanford, Michael Gerhardt dari Universitas North Carolina, dan Jonathan Turley dari Universitas George Washington.
Trump tahu persis usaha menekan Pemerintah Ukraina agar melakukan penyelidikan yang menguntungkannya.
Pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani, mempunyai mitra pengusaha, Lev Parnas, memperkuat itu. Dalam wawancara televisi, Rabu (15/1/2020), Parnas mengatakan, Trump tahu persis usaha menekan Pemerintah Ukraina agar melakukan penyelidikan yang menguntungkannya. ”Saya berani mempertaruhkan hidup saya bahwa Trump mengetahui dengan persis segala sesuatu yang dilakukan Rudy Giuliani di Ukraina,” ujar Giuliani seperti dikutip The New York Times.
Dalam wawancara dengan CNN, Kamis (16/1/2020), Parnas menyampaikan, dia menyaksikan Trump mengatakan bahwa Duta Besar AS untuk Ukraina Marie Yovanovitch akan dipecat. ”Pernyataan itu keluar setelah kami memberi tahu bahwa sang Dubes telah melecehkan Presiden,” katanya.
Dengan melihat dan mencermati pernyataan para saksi, rasanya agak sulit bagi Senat untuk meloloskan Trump dari tuduhan menyalahgunakan kekuasaan. Apalagi, kubu Republik hanya memiliki 53 dari 100 anggota. Untuk Trump lolos, dibutuhkan sedikitnya 67 anggota Senat. Apakah membaiknya ekonomi AS selama di bawah Trump bisa menjadi pertimbangan lain? Atau, apakah Republik atau Demokrat yang akan menangguk untung suara rakyat dari upaya pemakzulan ini pada Pemilu AS 2020 ini.