Pertama kali saya mendengar kerajaan adalah semasa duduk di bangku sekolah dasar di mana guru menceritakan kerajaan kuno bernama Kalingga dengan ratunya yang adil bijaksana bernama Ratu Shima. Kami terbuai oleh dongeng guru mengenai rakyat Kalingga yang sangat jujur. Tidak ada pencurian. Pencurian merupakan kejahatan berat—istilah sekarang tindak kriminal berat. Bedanya dalam dongeng kala itu hukumannya berat, tidak seperti sekarang tindak kriminal berat bisa dilindungi penguasa dan diloloskan oleh hukum.
Kemasyhuran Kalingga membuat raja dari kerajaan asing ingin menguji seberapa benar rakyat Kalingga sanggup memelihara kejujuran. Sang raja meletakkan kantong berisi keping-keping uang emas di jalan. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tidak ada rakyat menyentuh. Yang kemudian menyentuh malah putra mahkota. Ia menyentuh dengan kakinya.
Ratu Shima marah besar. Dia memutuskan, putra mahkota harus dihukum mati. Hanya karena permohonan menteri dan para pejabat kerajaan hukuman diperlunak. Karena yang menyentuh kaki, hukuman diubah menjadi potong kaki pangeran.
Sejak saat itu banyak murid menanti cerita kerajaan. Pelajaran sejarah lebih digemari daripada berhitung. Dalam benak saya sering terbayang kebesaran suatu kerajaan dengan raja atau ratu yang adil.
Meningkat remaja, kerajaan-kerajaan lama berubah menjadi imajinasi romantik. Bahkan sampai sekarang hati saya sangat lekat terutama dengan kerajaan lama Majapahit. Kebebasan masa pensiun dengan waktu seluas samudra saya gunakan untuk jalan-jalan mengunjungi candi-candi peninggalan Majapahit dan candi, kuil, pagoda, di mana saja. Spontan sesuka hati, malam timbul niat pagi berangkat.
Terakhir saya ke Candi Sumberawan di kaki Gunung Arjuna. Di situ saya menikmati telaga bening di sebelah candi, terpesona melihat pohon besar yang oleh penduduk setempat disebut pohon bendo, buahnya seperti nangka. Katanya kalau disangrai manis rasanya.
Dari situ melanjutkan ke Candi Gayatri di Boyolangu, pinggiran kota Tulungagung. Tidak jauh dari Candi Gayatri terdapat museum purbakala yang menyimpan termasuk arca-arca pendukung Gayatri seperti Wisnu, Nandi, Durga, Dwarapala, Kala, Ganesha, dan lain-lain. Museum sedang diperbaiki. Arca-arca diletakkan di lantai, berdebu di antara material-material bangunan. Saya berdoa agar benda-benda arkeologi kita yang lain tetap di Belanda atau negara-negara lain daripada nasibnya tidak keruan di sini.
Ungkapan klise: hidup adalah siklus, kita akan kembali dari mana kita bermula.
Setelah keluar dari pendidikan tinggi, saya menjadi reporter surat kabar ini. Sebagai reporter saya didisiplinkan dalam membuat berita atau news. News adalah tingkat menulis paling dasar, kurang bergengsi dibanding feature apalagi editorial yang merupakan prerogatif petinggi surat kabar. Kami reporter tidak boleh mengambil-alih hak sakral editor yakni melakukan interpretasi. Senjata kami 5W plus 1H, bagi yang kurang paham silakan hubungi saya.
Pada kesudahannya, pengalaman sebagai reporter itulah yang paling saya syukuri melebihi pengalaman saya menjadi editor maupun kepala desk. Reportase membuat saya harus menggeluti kenyataan sebagaimana adanya. Kalau bisa menggambarkannya sehingga pembaca merasa tengah berada di sebuah peristiwa berikut dengan dramanya.
Asas dari reportase adalah story-telling atau mendongeng. Orang menyebut ini zaman pasca-kebenaran. Dalam dunia yang dikuasai teknologi virtual di mana sesuatu yang nyata dan tidak nyata tak jelas lagi bedanya, saya makin percaya bahwa yang dibutuhkan orang adalah dongeng. Seperti siklus kehidupan: kembali pada bagaimana peradaban bermula.
Peradaban, sejak dari zaman Yunani kuno dibangun oleh dongeng. Kalau peradaban Barat dibangun dengan fondasi dongeng seperti Iliad dan Odyssey, kita memiliki Ramayana, Mahabharata, La Galigo, dan lain-lain. Dongeng-dongeng itu merupakan jalan menuju kebenaran, truth, kasunyatan, dan menjadi sumber moral.
Saya tidak seberani mas dan mbak yang memproklamirkan diri menjadi raja dan ratu di Purworejo. Hanya saja dalam pemerintahan yang luar biasa korup sekarang, terus terang saya merindukan Ratu Shima. Seandainya dia ada, saya akan melihat para pejabat korup dipotong kakinya, tangannya, atau, ah sudahlah, saya bukan orang sadis yang bakal mengucap dipotong lehernya.