Ajakan Belanda beraliansi dagang harus dilihat sebagai peluang Indonesia membangun aliansi nyata kerja sama ekonomi untuk membantu keluar dari tekanan ekonomi global.
Oleh
·3 menit baca
Meski tak masuk 10 mitra dagang terpenting, Belanda mitra dagang kedua terbesar Indonesia di Eropa, dengan perdagangan bilateral saat ini masih surplus di pihak Indonesia. Belanda juga investor terbesar Indonesia di kalangan negara Uni Eropa (UE), sedangkan Indonesia sendiri mitra dagang dan investasi terpenting Belanda di Asia Tenggara.
Jika bisa diwujudkan, aliansi dagang ini bisa menandai babak baru kerja sama dagang yang bisa mendongkrak tajam perdagangan bilateral kedua negara dan saling menguntungkan bagi kedua pihak. Dalam hal ini, Belanda berkepentingan memanfaatkan posisi Indonesia untuk menembus pasar raksasa Asia sebagai kawasan dengan pertumbuhan terpesat dunia, sedangkan Belanda bisa menjadi pintu lain bagi Indonesia untuk masuk lebih jauh ke pasar UE, sebagai pasar tujuan ekspor ketiga terpenting Indonesia.
Selama ini, potensi itu masih menghadapi banyak kendala. Hubungan historis kedua negara tak banyak membantu, sebaliknya hubungan diplomatik keduanya justru kerap diwarnai pasang surut. Indonesia masih menghadapi banyak hambatan dan diskriminasi dalam perdagangan dengan UE. Sebaliknya di kawasan Asia sendiri Indonesia juga menghadapi tekanan dalam daya saing ekspor dan kesulitan dalam mengintegrasikan diri dalam rantai produksi global di kawasan.
Realisasi aliansi dagang RI-Belanda ini diharapkan lebih mendapatkan momentumnya dengan kunjungan kenegaraan Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima ke Jakarta, 10-13 Maret 2020, dengan membawa misi dagang terdiri atas 135 perwakilan usaha Belanda. Belanda meyakini aliansi ini akan berhasil seperti pernah dilakukan dengan negara lain. Dalam hal ini, keunggulan Belanda di bidang teknologi dan inovasi diyakini akan banyak menunjang keberhasilan aliansi.
Persoalannya, bagaimana para pengusaha Indonesia bisa memanfaatkan peluang ini. Kita berkepentingan aliansi dagang ini melibatkan bidang-bidang yang paling menjadi kepentingan Indonesia. Kita juga berharap aliansi ini bisa membantu sektor UMKM kita memperluas pasar ekspornya. UMKM selama ini menyumbang 60,34 persen PDB pada 2018 dan lapangan kerja untuk 98,87 persen angkatan kerja kita. Kontribusi UMKM terhadap ekspor Indonesia 15,7 persen.
Aliansi dagang ini diharapkan bisa menopang upaya diversifikasi tujuan ekspor Indonesia, di tengah melambatnya ekonomi China dan AS sebagai dua pasar tujuan ekspor penting Indonesia. Indonesia juga perlu menarik lebih banyak investasi untuk membangun sektor manufaktur bernilai tambah tinggi dan berorientasi ekspor guna membalikkan deindustrialisasi dan mengatasi problem defisit kronis neraca transaksi berjalan. Lebih-lebih di tengah melambatnya ekspor komoditas yang selama ini masih jadi andalan ekspor kita.
Belajar dari pengalaman kesepakatan ekonomi dengan negara lain sebelumnya, kita hanya bisa mengambil peluang dan manfaat jika ada kesiapan dari pihak Indonesia, baik dalam menegosiasikan maupun menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan tersebut. Kita tidak ingin akhirnya hanya gigit jari dan tidak dapat apa-apa karena kita sendiri tidak siap.