Generasi milenial adalah anak-anak muda yang paham mengenai keuangan, tetapi dalam beberapa hal melakukan beberapa kesalahan finansial. Penelitian dari Insider dan Morning Consult yang berjudul The State of Our Money di laman Business Insider tanggal 29 Oktober 2019 mengungkapkan, hampir sepertiga dari generasi milenial memiliki kesalahan finansial yang lebih buruk dibandingkan yang mereka kira 10 tahun lalu. Inilah kesalahan (dalam hal keuangan) yang dilakukan para milenial:
1. Menunda menabung
Generasi milenial cenderung memiliki pola pikir, ”masih muda tidak harus segera menabung”. Mereka merencanakan menabung ketika umur mereka sudah tidak lagi muda. Mungkin menabung terasa begitu menyiksa bagi mereka, bukan karena pilihan yang terbatas, melainkan karena sebaliknya, begitu banyak pilihan yang tersedia sehingga sulit memilih.
Mereka akan menunggu beberapa tahun hingga memiliki potensi penghasilan lebih tinggi agar menabung tak terasa mengganggu hal-hal yang mereka inginkan. Mereka belum menyadari bahwa dalam siklus hidup manusia, kemampuan seseorang terbatasi masa pensiun/kekuatan fisik, sedangkan pengeluaran akan meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Begitu sulit merombak pemikiran ini karena kebanyakan generasi milenial belum merasakan dampak tidak menabung sejak dini.
2. Fokus pada pengeluaran
Generasi milenial dinilai fokus pada pengeluaran, bukan pada menabung. Mereka mudah terpengaruh memilih gaya hidup bersenang-senang, misalnya nonton film atau konser, belanja, dan wisata keluar negeri. Hal yang demikian membuat mereka lupa menabung atau bahkan tidak punya tabungan sama sekali.
Salah satu tips perencanaan keuangan ala miliarder Warren Buffett yang pas diterapkan adalah membangun kebiasaan positif dalam mengelola keuangan. Saat gajian, kita bisa memulainya dengan menyisihkan untuk tabungan dan investasi terlebih dahulu, bukan sebaliknya. Baru setelah itu, aturlah sisa gaji untuk menutup kebutuhan lainnya.
Jika kita terbiasa dengan perencanaan keuangan seperti itu, tentu menabung menjadi gaya hidup yang mudah dijalankan. Hindari overspending atau banyak pengeluaran dengan membuat skala prioritas. Ingat, utamakan pengeluaran untuk apa yang Anda butuhkan, bukan untuk apa yang Anda inginkan. Namun, pada tahap ini, kita tidak boleh mengabaikan kualitas. Akan lebih bagus jika kita bisa membeli produk bernilai tinggi dengan harga ekonomis.
Jika kita membeli semua barang, kemudian tak ada yang tersisa untuk ditabung untuk masa pensiun, keadaan darurat, kita akan selamanya kekurangan dan pada akhirnya berutang. Idealnya, siapkan 20 persen dari pendapatan untuk ditabung dalam bentuk apa pun sebelum menentukan untuk dibelanjakan.
3. Tak menyiapkan dana darurat
Kaum milenial juga disebutkan tidak mempersiapkan dana darurat. Padahal, hidup ini dipenuhi hal-hal yang tak terduga. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, misalnya kehilangan pekerjaan mendadak, kecelakaan, atau sakit dan butuh banyak biaya. Karena itu, mulai sekarang kita harus sudah memikirkan dana darurat. Dengan adanya dana darurat, akan membantu menyelamatkan kita dari masalah keuangan.
Pada dasarnya, dana darurat adalah uang yang disisihkan untuk menutupi pengeluaran besar tidak terduga. Dana darurat berbeda dari tabungan reguler dan investasi. Tabungan dan investasi mempunyai tujuan spesifik serta waktu penggunaan dana terukur, misalnya untuk pendidikan anak, kesehatan, atau pensiun. Adapun fungsi dana darurat lebih untuk hal-hal tak terduga yang mungkin terjadi.
Ada berbagai alasan mengapa setiap orang harus punya dana darurat, salah satunya untuk menghindari utang. Bayangkan kita mendadak sakit dan butuh perawatan intensif. Saat itu kita tidak punya cukup uang untuk membayar seluruh tagihan perawatan, maka kita terpaksa harus meminjam kepada orang lain. Setelah itu kita akan dibuat pusing memikirkan bagaimana cara membayarnya.
Membuka rekening baru bisa jadi solusinya. Tidak disarankan menyimpan dana darurat di tempat yang sulit dijangkau atau memerlukan waktu lama untuk pencairan. Dana darurat seharusnya tidak terlalu mudah diakses, tetapi bukan berarti terlalu sulit dicairkan. Sebab, apabila terjadi kondisi darurat, uang tersebut harus mudah diambil agar bisa langsung digunakan.
4. Tidak memperhatikan kredit
Kesalahan lain yang dilakukan anak-anak muda adalah tidak memperhatikan kredit (pinjaman di lembaga keuuangan) mereka. Kredit atau pinjaman di bank, misalnya, adalah pedang bermata dua. Pinjaman kredit yang baik dapat membantu perencanaan keuangan, sementara kredit buruk akan menenggelamkan kita. Generasi milenial perlu mulai lebih peduli dengan skor kredit (kualitas kredit) mereka.
Setelah mahasiswa lulus kuliah dan mencari kerja, pencari tenaga kerja akan memeriksa kredit sebagai bagian dari pemeriksaan latar belakang. Jika kita memiliki skor kredit yang buruk, atau tidak memiliki riwayat kredit, akan lebih sulit bagi Anda mendapatkan banyak hal dalam hidup, termasuk pekerjaan.
Riwayat kredit akan dijadikan bahan pertimbangan. Jadi, jagalah riwayat kredit Anda agar tetap stabil dan jangan telat membayar tagihan yang mengatasnamakan diri Anda.
Terancam menjadi gelandangan
Pada artikel berjudul ”95% Kaum Milenial Terancam Jadi Gelandangan di 2020” di laman DetikFinance, 27 November 2017, disebutkan bahwa berdasarkan suatu penelitian, generasi milenial yang saat ini mendominasi penduduk Indonesia diprediksi sulit memiliki rumah atau terancam menjadi ”gelandangan” dalam beberapa tahun ke depan.
Gaya hidup yang cenderung boros dengan rata-rata kenaikan harga rumah yang sangat tinggi menjadi penyebab utamanya. Kaum milenial yang cerdas keuangan harus membuat anggaran dalam hidupnya. Dengan rencana pengeluaran, cobalah memperkirakan berapa banyak yang Anda habiskan setiap bulan dalam berbagai kategori.
Ada banyak cara untuk membuat dan melacak anggaran. Ada banyak pula alat gratis untuk membantu membuat penganggaran ini. Anda dapat mengunduhnya di toko aplikasi di ponsel Anda. Jadilah milenial yang cerdas keuangan.