Atas prakarsa Presiden AS Donald Trump yang terus berunding dengan kelompok Taliban, rakyat Afghanistan bisa menikmati pagi sejak Jumat (21/2/2020).
Oleh
·2 menit baca
Awal bulan ini, Amerika Serikat (AS) dan Taliban sepakat mengumumkan gencatan senjata yang berlaku mulai Jumat (21/2). Hal ini dilakukan untuk mengakhiri 18 tahun perang saudara di Afghanistan, sekaligus membawa pulang sekitar 12.000 pasukan AS yang ada di sana. Pasukan AS mulai menyerang Afghanistan setelah serangan 11 September 2001, yang menghancurkan Menara Kembar di New York dan menewaskan ribuan orang.
Kesepakatan gencatan senjata itu berlaku di seluruh Afghanistan dan juga mengikat pasukan pemerintah. Semua pihak diharapkan dapat menghentikan kekerasan selama sepekan.
Bagi Taliban, gencatan senjata dan perundingan damai ini akan memberikan legitimasi internasional, yang tidak dimiliki saat mereka menguasai negara itu. Di sisi lain, perdamaian itu bisa memberikan keleluasaan Al Qaeda yang sekarang juga menguasai sebagian wilayah Afghanistan.
”Waktunya pulang. Mereka ingin berhenti. Mereka orang yang tangguh. Kami orang yang tangguh. Orang-orang ingin membuat kesepakatan, dan saya pikir Taliban ingin membuat kesepakatan juga, mereka lelah berperang,” ujar Trump di New York, sebelum terbang ke India.
Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg mengatakan, kesepakatan ini menjadi ujian atas kesediaan dan kemampuan Taliban mengurangi kekerasan. ”Ini yang saya impikan sepanjang hidup. Jika gencatan senjata ini berlangsung, saya tahu cucu saya akan bisa hidup di negara yang damai tanpa perang dan konflik,” ujar Jannat Bibi (80), warga Shemal, Distrik Darai Nur, Provinsi Nangarhar.
Setelah invasi AS ke Afghanistan pada 2001, baru sekali disepakati gencatan senjata antara Taliban dan pasukan Afghanistan. Itu pun hanya tiga hari. Saat itu, pejuang Taliban, aparat keamanan Afghanistan, dan warga biasa saling berpelukan, saling berbagi es krim, dan berswafoto bersama. Benar-benar mirip suasana Lebaran (Kompas, 24/2/2020).
Menurut Misi Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Afghanistan, tahun 2019 lebih dari 100.000 orang terbunuh atau terluka. ”Ada perayaan besar di kota Jalalabad. Orang-orang keluar di jalan, menari, mengibarkan bendera Afghanistan, dan mobil-mobil dihiasi dengan bunga ketika mereka berkendara di sekitar kota sambil meniupkan musik,” ujar Siraj Pathan, penduduk Distrik Surkh Rod kepada Al Jazeera.
Kementerian Luar Negeri Pakistan pun berharap para pihak di Afghanistan mengambil kesempatan bersejarah itu untuk mencari penyelesaian politik yang komprehensif dan inklusif, untuk perdamaian dan stabilitas yang tahan lama di negeri itu dan kawasan itu. Gencatan senjata bisa membuka jalan rakyat Afghanistan untuk membangun perdamaian berkelanjutan, dan memastikan kekerasan tak lagi muncul di negara itu.