Pilkada dan Kartel Sumber Daya Alam
Demokrasi ala masyarakat adat melalui keputusan musyarawah adat dalam menentukan calon pemimpin dapat menjadi salah-satu jalan keluar kesemerawutan pelaksanaan pilkada maupun pemilu secara umum.
Dibutakan oleh ambisi, dirayu oleh kekuasaan dan dihancurkan oleh korupsi, demikian nukilan novel Conspirata karya Robert Harris (2009).
Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (pilkada) di Indonesia mulai dilaksanakan Juli 2005, ditandai dengan lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan sistem pemilihan kepala daerah mengubah wajah demokrasi tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Rakyat yang awalnya hanya menjadi penonton, melalui pilkada bisa secara langsung menentukan calon pemimpinnya. Satu suara rakyat sangat menentukan nasib para kontestan pilkada.
Konsep otonomi daerah dan pilkada sejatinya dimaksudkan untuk memberikan ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan. Konsep ini sejalan dengan pengejawantahan filosofi demokrasi “dari, oleh, dan untuk rakyat” .
Perubahan sistem pemilihan kepala daerah mengubah wajah demokrasi tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Alih-alih menghadirkan narasi tentang kemakmuran rakyat, dalam beberapa dekade terakhir kita sering melihat wajah kepala daerah duduk di kursi pesakitan karena dakwaan korupsi seperti suap perizinan konsesi di sektor sumber daya alam. Nasib rakyat pun ikut tergadai.
Kartel SDA
Bagaimana dengan rencana pilkada di 270 daerah tahun 2020? Apakah sejarah akan berulang?
Riset KPK (2012-2014) menunjukkan, izin-izin konsesi di sektor perkebunan, pertambangan dan kehutanan cenderung meningkat sebelum dan sesudah pelaksanaan pilkada. Data AMAN (2018) mengidentifikasi potensi ancaman korupsi SDA 262 kasus di atas wilayah adat.
Hasil analisis menunjukkan adanya tumpang-tindih penerbitan izin-izin konsesi perkebunan sawit skala besar baik dengan wilayah adat maupun antar pemegang izin yang tersebar di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.
Tertangkapnya Gubernur Riau Annas Maamun (2014) dalam dugaan korupsi izin alih fungsi hutan tanaman industri dan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam (2016) dalam dugaan penyalahgunaan wewenang izin usaha pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara sepanjang tahun 2008-2014, serta kasus pencaplokan wilayah masyarakat adat di Gunung Mas Kalimantan Tengah yang menyeret Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mohtar.
Dalam kasus penyuapan sumber uang ditengarai berasal dari kesepakatan para pebisnis sawit. Situasi ini semakin menegaskan kita, bagaimana kartel politik-ekonomi SDA berandil besar dalam menciptakan kemiskinan, ketimpangan penguasaan agraria dan kerugian negara.
Robert Dahl (2015), mengingatkan bahwa mekanisme representasi sangat perlu untuk menerapkan demokrasi di teritori yang besar. Representasi ini mensyaratkan adanya relasi kepercayaan antara pihak yang mewakili dan yang diwakili. Praktik korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan kepercayaan rakyat.
Praktik korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan kepercayaan rakyat.
Kotak pandora
Berbagai studi menunjukkan bahwa akar ketimpangan agraria yang berujung pada kemiskinan dan pemiskinan masyarakat adat dan lokal, tidak lepas dari watak otoriter rezim yang berkuasa dan pilihan politik pembangunan.
Situasi ini juga tidak luput dari maraknya praktik-praktik korupsi dalam lingkar penegak hukum dan penyelenggara pemilu. Tertangkapnya Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, dalam dugaan kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota legislatif terpilih dari dapil Sumatera Selatan, Harun Masiku, merupakan potret terkini “politik uang” untuk merebut kursi kekuasaan.
Ward Berenschot dan Edward Aspinall (Democracy for Sale; 2019) dengan lugas menunjukkan, bagaimana institusi-institusi formal dibayang-bayangi dunia gelap koneksi personal dan pertukaran klientelistik untuk memenangkan pemilihan. Caranya dengan mendistribusikan proyek-proyek berskala kecil dan memberikan uang tunai atau barang pada pemilih.
Selain itu untuk mendapatkan biaya kampanye, para politisi bertransaksi “jual-beli” kontrak perizinan di sektor SDA dan manfaat-manfaat lain kepada pengusaha. Riset KPK (2012-2014) menunjukkan peningkatan 40 persen penerbitan izin-izin konsesi di sektor SDA sebelum dan sesudah pelaksanaan pilkada.
Riset KPK (2012-2014) menunjukkan peningkatan 40 persen penerbitan izin-izin konsesi di sektor SDA sebelum dan sesudah pelaksanaan pilkada.
Apa yang bisa kita lakukan dengan situasi demikian? Penulis mengamini pendapat Muhaimin Iskandar (Kompas; 2020), bahwa pelaksanaan pilkada harus tetap dilaksanakan secara langsung, mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD bukan jalan terbaik, bahkan merupakan kemunduran demokrasi.
Demokrasi ala adat
Untuk meminimalisasi liberalisasi demokrasi yang marak dengan praktik transaksional maupun praktik politik uang, pemerintah wajib mengakomodasi keragaman penyaluran hak suara dalam politik elektoral.
Demokrasi ala masyarakat adat melalui keputusan musyarawah adat dalam menentukan calon pemimpin dapat menjadi salah-satu jalan keluar kesemerawutan pelaksanaan pilkada maupun pemilu secara umum. Hal ini sejalan dengan prinsip pengakuan dan penghormatan hak-hak masyarakat adat yang telah diatur dalam konstitusi, termasuk hak untuk berpartisipasi dalam politik.
Selain itu diperlukan kebijakan untuk mengamputasi wilayah remang-remang tempat tumbuh suburnya praktik-praktik “politik uang dan penerbitan izin-izin” menjelang dan sesudah pilkada.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah memperkuat lembaga penyelenggara pemilu yang jujur dan berintegritas. Kontrol warga negara juga menjadi hal fundamental dalam ikut mengawasi pelaksanaan pilkada. Demokrasi ideal hanya dapat tercipta jika seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat adat dapat berpartisipasi penuh.
Demokrasi ideal hanya dapat tercipta jika seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat adat dapat berpartisipasi penuh.
Dengan cara ini kita dapat memulihkan khittah demokrasi yakni untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, sekaligus menghapus anggapan bahwa pelaksanaan pilkada hanya pemborosan dan menciptakan raja-raja kecil di level provinsi dan kabupaten/kota.
(Muhammad Arman Direktur Advokasi Hukum dan HAM, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN))