Korea Utara kembali meluncurkan rudal. Sebagaimana terjadi sebelumnya, tindakan itu memicu protes dari negara tetangganya, Korea Selatan.
Sepanjang sejarah Korea Utara, berkali-kali mereka menggelar peluncuran rudal, baik jarak jauh maupun jarak pendek. Dalam tata hubungan internasional, peluncuran rudal yang kemudian jatuh di perairan dekat wilayah negara tetangga dapat dilihat sebagai sinyal yang ”tidak ramah”.
Seperti diberitakan harian ini, Korut, Senin (2/3/2020), menembakkan dua rudal jarak pendek di lepas pantai timur negara itu ke arah laut. Hal itu membuat marah Korea Selatan yang tengah fokus pada penanggulangan dampak wabah Covid-19. Seoul memprotes keras tindakan Pyongyang itu.
Meski demikian, peluncuran rudal oleh Korut umumnya mengandung pesan tersirat. Pada 2017, misalnya, saat Pemimpin Korut Kim Jong Un menggelar serangkaian uji coba rudal balistik yang dapat dipasangi hulu ledak nuklir, hal itu dilihat sebagai pesan kepada Amerika Serikat (AS) bahwa Korut memiliki kemampuan persenjataan nuklir yang cukup maju. Dengan pesan itu, sejumlah kalangan menilai Korut hendak memosisikan diri lebih kurang sejajar dengan AS yang juga negara nuklir sehingga keduanya pun berunding secara setara: menegosiasikan denuklirisasi dan pencabutan sanksi.
Perundingan memang terjadi antara Trump dan Kim, tetapi tidak menghasilkan kesepakatan. Washington ingin Pyongyang menghentikan dan menghancurkan sekaligus semua kemampuan persenjataan nuklirnya sebelum sanksi atas Korut dicabut. Sebaliknya, Pyongyang ingin sanksi dicabut serta proses denuklirisasi dilakukan bertahap.
Pilihan Korut meluncurkan rudal jarak pendek, dan bukan rudal jarak jauh, dapat dilihat sebagai upaya untuk menghindari kemarahan AS. Bagi Washington, peluncuran rudal jarak jauh yang dapat menjangkau wilayah AS memang merupakan ancaman sangat serius. Komunikasi yang telah dibangun Kim dengan Trump terancam rusak jika Pyongyang meluncurkan rudal dengan jangkauan yang jauh.
Karena itu, uji coba peluncuran rudal oleh Korut, Senin silam, dapat dilihat tidak dimaksudkan sebagai pesan kepada AS. Namun, menurut sejumlah ahli, hal itu merupakan pesan ”unjuk kekuatan” kepada penduduk Korut bahwa negara mereka memiliki kekuatan militer mumpuni. Hal ini dilakukan di tengah sinyal bahwa Korut mempersilakan bantuan asing masuk guna membantu penanganan wabah Covid-19.
The Wall Street Journal menulis, Pyongyang belum melaporkan satu pun kasus positif Covid-19, tetapi mengakui ada ribuan warga Korut diawasi secara ketat. Kim tampaknya ingin menunjukkan kepada rakyatnya bahwa bantuan asing masuk tidak berarti Korut lemah.