Jajak pendapat Litbang Kompas, akhir Februari lalu, menguatkan persepsi bahwa masyarakat sipil, khususnya LSM, itu penting, tetapi tak selalu mewakili suara publik.
Oleh
·2 menit baca
Jajak pendapat Litbang Kompas, akhir Februari lalu, menguatkan persepsi bahwa masyarakat sipil, khususnya LSM, itu penting, tetapi tak selalu mewakili suara publik.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) penting untuk mengawasi pemerintahan. Namun, seperti dilaporkan harian ini, isu yang disuarakannya dinilai belum sepenuhnya mewakili kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, organisasi masyarakat sipil atau organisasi kemasyarakatan (ormas), selain harus memperkuat narasi isu agar lebih relevan dengan publik, juga perlu mengevaluasi gerakan agar sesuai dengan tantangan terkini (Kompas, 6/3/2020).
Hingga Oktober 2019, di negeri ini tercatat 427.813 ormas. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 memilah ormas dalam dua kelompok, berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Ormas berbadan hukum adalah yayasan dan perkumpulan. Ormas tidak berbadan hukum wajib mendaftar di Kementerian Dalam Negeri atau pemerintah daerah.
Mayoritas ormas itu berbadan hukum, yakni sebanyak 400.807 organisasi. Ormas berbadan hukum terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ada juga 71 ormas asing yang terdaftar di Kementerian Luar Negeri. Sisanya adalah ormas tidak berbadan hukum, yang sebagian besar terdaftar di pemerintah kabupaten/kota.
Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2013, ormas didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela; sesuai kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan; untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Ormas berfungsi, antara lain, untuk penyalur aspirasi masyarakat (anggota), pemberdayaan masyarakat, pelayanan sosial; dan menjaga kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Temuan jajak pendapat Litbang Kompas tidak jauh berbeda dengan survei Edelman Trust Barometer yang menemukan tingkat kepercayaan masyarakat pada ormas tahun 2018 pada angka 67 persen, meningkat dibandingkan tahun 2017 di angka 64 persen. Lembaga Survei Indonesia dan Indonesia Corruption Watch pun menemukan, tingkat kepercayaan masyarakat pada ormas berada di angka 62 persen. Kepercayaan masyarakat pada ormas bidang keagamaan lebih tinggi dibandingkan pada ormas non-keagamaan.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada ormas tergantung pada jenis kegiatannya dan liputan media. Ketika media kini menghadapi tantangan dalam menyuarakan kepentingan publik, sebab terdisrupsi media sosial dan sarana komunikasi lain, ormas pun limbung. Misalnya, gerakan advokasi dari ormas, dengan turun ke jalan dan diliput media massa, dahulu efektif untuk meraih perhatian pemerintah dan masyarakat. Kini aksi seperti itu bisa kalah gaungnya dengan aksi di media sosial.
Masyarakat berubah. Ormas yang terlahir dan hidup dalam masyarakat juga mesti berubah. Lebih intens hidup bersama masyarakat sehingga bisa mengetahui perubahan yang terjadi. Apalagi, tuntutan setiap generasi berbeda. Tanpa kembali ke masyarakat, bukan hanya isu yang diangkat tak sesuai dengan kebutuhan publik, tetapi ormas pun bisa ditinggalkan.