Serius Memitigasi Covid-19
Dengan luas dan besarnya potensi dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia, maka harus benar-benar ada upaya konkrit dan serius dari pemerintah. Berbagai paket stimulus harus terukur efektivitasnya.
Wabah Covid-19 yang pada Desember 2019 ditemukan di Wuhan, China, kini telah menyebar ke penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 8 Maret 2020 mengonfirmasi bahwa Covid-19 telah menjalar ke 93 negara di luar China dan diperkirakan telah menginfeksi 101.197 orang. Jumlah korban terinfeksi terbesar ada di China 80.813 orang dan total di luar China 21.110 orang.
Tiga negara di luar China dengan jumlah korban tertular paling banyak adalah Korea Selatan 6.767 orang, Italia 4.636 orang, dan Iran 4.747 orang. Di luar negara-negara itu tercatat 4.960 orang. Dari jumlah orang yang terinfeksi itu, lebih dari 54.000 orang telah dinyatakan sembuh. Artinya, persentase kesembuhannya lebih dari 50 persen.
Pada Senin (2/3/2020), pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya mengumumkan 2 orang yang positif Covid-19. Selanjutnya berkembang jadi 19 pasien positif Covid-19 pada Senin (9/3/2020). Sementara itu, menurut pantauan Kementerian Luar Negeri, ada 12 warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang positif Covid-19. Mereka tersebar di Jepang 9 WNI (6 sembuh, 3 stabil), 4 WNI di antaranya merupakan anak buah kapal Diamond Princess. Selanjutnya, di Singapura 2 orang (1 sembuh, 1 stabil) dan 1 orang di Taiwan dalam kondisi stabil. Dengan demikian, dari 12 pasien yang positif terinfeksi Covid-19, sebanyak 7 orang atau 58,3 persen telah dinyatakan sembuh.
Dari ilustrasi data itu tersirat bahwa wabah Covid-19 memang tidak bisa dianggap sepele karena telah dengan mudah menyebar ke banyak negara di dunia. Namun, dari data jumlah, pola penyebaran dan persentase kesembuhan pasien, jelas hal itu tidak perlu menimbulkan kepanikan. Hal terpenting menghadapi wabah tersebut, yaitu keseriusan menangani untuk menjinakkan wabah dan memitigasi risiko dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia.
Antisipasi penyebaran wabah ini memang bukan semata-mata tugas Kementerian Kesehatan. Butuh keterpaduan program dari seluruh pemangku kepentingan. Mulai dari Kementerian Perhubungan yang memastikan setiap pergerakan orang dalam jumlah banyak telah dilakukan pembersihan. Termoscaner pengukur suhu badan penumpang harus dipastikan tersedia di semua bandara, baik penumpang yang masuk maupun yang keluar.
Tak terkecuali di moda transportasi laut dan darat, baik di pelabuhan, stasiun kereta, dan terminal. Termasuk di semua fasilitas publik dan tempat keramaian atau konsentrasi aktivitas masyarakat, baik perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar, sekolah, apalagi rumah sakit. Jika perlu dilengkapi ketersediaan masker maupun cairan antiseptik. Upaya isolasi terhadap orang yang positif Covid-19 dapat efektif memutus rantai penularan.
Langkah-langkah mitigasi penularan yang konkrit itu akan menumbuhkan rasa aman masyarakat untuk tetap beraktivitas secara normal. Terutama untuk mencegah kepanikan atau panic buying yang dipicu oleh merebaknya informasi simpang siur di media sosial. Pasalnya, kekhawatiran dan kepanikan masyarakat itu yang akan dimanfaatkan oleh spekulan.
Para pemburu rente ekonomi dengan mudah menaikkan harga berbagai kebutuhan pokok. Tak hanya harga masker, harga empon-empon seperti jahe, kunyit, temu lawak dan sejenisnya pun tiba-tiba melonjak. Apalagi sebulan lagi akan memasuki bulan Ramadhan, stabilisasi harga harus serius dilakukan pemerintah untuk mencegah para spekulan memainkan harga kebutuhan pokok lain.
Mitigasi risiko ekonomi
Selain penjinakan virus, upaya yang sangat diperlukan adalah mitigasi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Kekhawatiran masyarakat dunia terhadap penularan Covid-19 telah menyebabkan pembatalan berbagai penyelenggaraan acara besar maupun rencana perjalanan.
Tak hanya perjalanan wisata, tetapi juga perjalanan bisnis dan ibadah. Beberapa negara mengeluarkan travel warning, bahkan sebagian membatasi masuknya warga negara asing ke negaranya. Termasuk Arab Saudi yang menghentikan sementara pemberian visa umrah terhadap warga dari 22 negara. Aktivitas ekonomi di China bahkan sementara banyak terhenti.anyak pabrik-pabrik yang terpaksa tutup.
Selain itu, sampai akhir 2019, keterkaitan perekonomian Indonesia terhadap China sangat besar. Di sektor investasi, misalnya, China menduduki peringkat ke-2 asal penanaman modal asing (PMA), yakni mencapai 4,7 miliar dollar AS atau 16,8 persen. Di sektor perdagangan, China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, peringkat pertama negara tujuan ekspor nonmigas dengan nilai ekspor 25,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 353,5 triliun (16,7 persen).
Impor dari China bahkan mencapai 44,6 miliar dollar AS atau Rp 611 triliun dengan porsi hampir 30 persen. Covid-19 dengan sendirinya akan langsung berdampak pada turunnya volume permintaan impor dari China dan tekanan terhadap harga komoditas ekspor Indonesia. Tak terkecuali turunnya impor dari China.
Persoalannya, lebih dari 25 persen input atau bahan baku industri manufaktur memiliki ketergantungan pasokan dari China. Bahkan porsi input antara (intermediate input) dari China terhadap produk manufaktur mencapai 27,5 persen. Kendala impor bahan baku berdampak serius terhadap kinerja sektor Industri. Apalagi, sebelum muncul Covid-19 pun, deindustrialisasi telah terjadi. Pada triwulan IV-2019 pertumbuhan sektor industri berada di titik nadir, anjlok hanya mencapai 3,6 persen.
China memang telah menjelma sebagai pusat mata rantai jaringan produksi global (global supply chain) berbagai produk industri. Beberapa industri yang cukup strategis Indonesia memiliki ketergantungan pasokan bahan baku dari China, antara lain bahan kimia dan farmasi, plastik dan barang dari plastik, tekstil, peralatan mesin, komponen dan barang elektronik.
Impor komponen dan barang elektronik dari China bahkan mencapai 42,34 persen, beberapa barang elektronik seperti komputer dan laptop bahkan mencapai sekitar 90 persen. Ironisnya, jenis komoditas ekspor dan produk impor antara Indonesia dengan China memiliki tingkat kemiripan lebih dari 60 persen. Artinya, lebih dari 60 persen produk yang diimpor dari China juga berasal dari komoditas yang diekspor ke China.
Demikian juga di sektor pariwisata, China menduduki peringkat kedua asal wisatawan asing (wisman). Jumlah wisatawan asal China sekitar 2,07 juta orang (12,86 persen), dengan perkiraan perolehan devisa sekitar 2,47 miliar dollar AS. Jadi, wajar jika wabah itu langsung berdampak pada penurunan jumlah penumpang pesawat, tingkat hunian hotel, dan aktivitas jasa pemandu wisata lain.
Hasil perhitungan Bappenas, wisman asal China turun 127.000-456.000 orang pada tahun 2020 dengan potensi kehilangan devisa sekitar 150-538 juta dollar AS. Jika penurunan jumlah wisman masih berlangsung selama triwulan I dan II 2020, potensi kehilangan devisa diperkirakan mencapai 1,2 miliar dollar AS.
Dengan melihat luas dan besarnya potensi dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia, maka harus benar-benar ada upaya konkrit dan serius.
Berbagai paket stimulus yang dipersiapkan pemerintah harus terukur efektivitasnya. Misalnya soal rencana pemerintah mempermudah arus barang ekspor dan impor, yaitu melalui percepatan proses impor terhadap 500 importir terpercaya (reputable importer).
Fasilitas tersebut harus dipastikan tidak hanya memperlancar arus barang semata, tetapi harus dikhususkan untuk pemasukan bahan baku dan bahan penolong industri. Terutama kelancaran arus bahan baku alternatif sebagai substitusi bahan baku dari China yang terkendala. Jika tidak, fasilitas itu akan berpeluang menimbulkan moral hazard, penetrasi impor barang-barang konsumsi. Sebab, tak hanya dibutuhkan kebijakan yang cepat, tetapi juga harus tepat, antara lain mengubah skema impor komoditas yang cukup strategis, dari berdasarkan kuota menjadi tarif.
Demikian juga insentif potongan harga 30 persen untuk tiket pesawat di 10 tujuan wisata dengan kuota kursi 25 persen per penerbangan selama tiga bulan (Maret, April dan Mei 2020). Pemerintah juga berencana mengalokasikan ulang anggaran untuk 10 destinasi wisata itu serta tarif pajak hotel dan restoran diubah menjadi nol persen. Kebijakan itu diharapkan memulihkan sektor pariwisata, terutama memprovokasi wisata nusantara untuk berlibur di dalam negeri.
Namun demikian, harus segera ada pemantauan dan evaluasi berkala terhadap insentif diskon tiket tersebut. Pasalnya, hal yang lebih prioritas adalah keamanan dan kenyamanan wisatawan. Terutama memastikan bahwa destinasi-destinasi pariwisata tersebut menyediakan berbagai sarana pencegahan, mulai dari fasilitas bandara yang menyediakan alat deteksi suhu badan, sampai ketersediaan masker, sabun cuci tangan, dan posko-posko kesehatan di obyek wisata. Termasuk memperbaiki fasilitas yang ada di obyek pariwisata. Hal yang paling sederhana saja, misalnya, ketersediaan fasilitas toilet, air bersih, dan jalan baik.
Tak kalah penting kebijakan menjaga daya beli masyarakat. Percepatan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), padat karya tunai, dan dana desa. Percepatan program-program itu diharapkan efektif mengantisipasi risiko kenaikan harga kebutuhan pokok serta menjaga daya beli masyarakat. Lebih utama lagi dapat menanggulangi potensi penurunan pasokan (supply shock) akibat tersendatnya sektor industri agar tidak memicu terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) masal.