Covid-19 dan Kepercayaan Publik
Pemerintah diharapkan selalu up date perkembangan penyebaran virus agar tidak terjadi penyebaran hoaks Covid-19. Pelayanan informasi dimulai dari transparansi jumlah penderita yang positif, suspect dan yang dipantau.
Kekhawatiran terhadap penyebaran penyakit Covid-19 akibat novel virus korona 2019-nCoV di Indonesia terjawab sudah. Hingga Senin (9/3/2020) sudah dikonfirmasi 19 kasus positif terinfeksi.
Kepanikan sebenarnya mulai muncul ketika Covid-19 menyebar ke luar Wuhan, China, apalagi setelah ditemukan kasus di Indonesia.
Saat ini Covid-19 sudah menginfeksi lebih kurang 81.000 orang di dunia dan menyebabkan hampir 3.000 kematian. Maka, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk melindungi masyarakat dari epidemi ini adalah strategi preventif yang tepat dan efektif.
Pemerintah RI melalui Badan Litbangkes Kemenkes sudah mampu mengidentifikasi virus sesuai prosedur standar WHO. Proses identifikasi sampel penderita, yang dicurigai terserang Covid-19, menggunakan metode non-konvensional seperti pemeriksaan DNA virus dan genotipe virus melalui sequencing. Ini telah dilakukan dengan baik.
Saat ini Covid-19 sudah menginfeksi lebih kurang 81.000 orang di dunia dan menyebabkan hampir 3.000 kematian.
Namun, hal ini belum didukung strategi pencegahan lain, seperti penguatan surveilans dan respons cepat pada kasus Covid-19. Apabila ini diterapkan secara sinergis dan holistik, akan menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Indonesia dengan kondisi geografis yang berbeda dengan negara lain sudah seharusnya meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Ini didasarkan perkembangan kasus yang terjadi di Korea Selatan. Virus korona menyebar sangat cepat. Ditemukannya 500 kasus baru dalam waktu kurang satu bulan.
Hal serupa terjadi di Italia. Peningkatan kasus signifikan—infeksi meningkat 25 persen dari jumlah awal dalam waktu 24 jam—memberikan gambaran bagaimana virus ini belum memiliki standar penanganan global.
Mengelola kepercayaan
Kepercayaan publik (public trust) terhadap Pemerintah Indonesia dalam upaya preventif dan kontrol penyebaran Covid-19 saat ini masih tinggi. Namun, hal ini akan menurun jika ditemukan kasus baru.
Beberapa strategi preventif dalam mencegah outbreak virus korona bisa ditambahkan, selain yang sudah diupayakan pemerintah saat ini. Pertama, proses identifikasi secara menyeluruh pada orang yang kontak dengan penderita. Sebagai contoh, Singapura dan Taiwan melakukan tes screening pada warga yang kontak dengan penderita, baik yang sudah menunjukkan gejala awal, seperti batuk, maupun yang tidak.
Aksi masyarakat yang masih minimal ini bisa saja meledak sehingga harus diantisipasi.
Menurut penelitian yang baru saja dipublikasikan oleh The New England Journal of Medicine (NEJM), karakteristik penderita yang terinfeksi Covid-19 di China, 88,7 persen demam dengan suhu di atas 37,5 derajat celsius, 67,8 persen menderita batuk, serta 56,4 persen menunjukkan gambaran radiologis pneumonia dan kadar limfosit yang menurun dalam darah sehingga sistem kekebalan tubuh juga turun.
Sosialisasi dini pada tenaga medis di lini pertama layanan kesehatan, seperti puskesmas, sudah harus lebih intensif untuk menghindari adanya penderita yang lolos dari pantauan. Pada kasus Depok, misalnya, penderita telah kontak orang lain sebelum teridentifikasi positif Covid-19.
Sudah seharusnya pemerintah membuat respons cepat untuk petugas medis, terutama RS di mana kedua penderita dirawat sebelumnya dengan proses isolasi dan penelusuran (tracing) secara menyeluruh. Merumahkan petugas medis ataupun orang yang memiliki kontak dengan penderita justru akan memperluas penyebaran virus.
Strategi kedua yang tidak kalah penting adalah pembebasan biaya pemeriksaan dan pengobatan pada orang yang dicurigai terinfeksi Covid-19. Alur pemeriksaan penderita, baik yang sudah suspect maupun masih dalam pemantauan, harus disosialisasikan dengan baik pada segenap lapisan masyarakat.
Seperti diketahui, Covid-19 tidak termasuk dalam tanggungan JKN (BPJS Kesehatan) sehingga semua biaya pasien akan ditanggung pemerintah pada 100 RS rujukan yang ditetapkan. Pemerintah bisa mengadopsi strategi Taiwan dalam hal distribusi obat antiviral.
Walaupun pengobatan definitif Covid-19 belum ditemukan, beberapa obat antiviral bisa menjadi alternatif terapi dan diberikan tidak hanya pada pasien suspect dan yang sudah konfirmasi positif Covid-19, tetapi juga pada pasien-pasien dengan flu-like symptoms.
Pemerintah bisa mengadopsi strategi Taiwan dalam hal distribusi obat antiviral.
Ketiga, mengatur distribusi masker pernapasan sebagai salah satu upaya mencegah masuknya droplet virus dari kontak langsung dengan penderita. Terlepas dari pro dan kontra pemakaian masker bagi yang belum tertular Covid-19, beberapa negara menunjukkan pemakaian masker efektif dalam upaya pencegahan.
Insentif masker
Upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah menjaga harga masker agar tetap stabil. Pemerintah bisa memberikan insentif untuk produsen masker agar mampu meningkatkan kapasitas produksi dalam waktu cepat. Pemberian masker pada setiap keluarga juga bisa diterapkan sebagai upaya distribusi masker secara merata.
Strategi yang keempat adalah transparansi pemerintah terkait informasi Covid-19. Pemerintah diharapkan selalu up date dalam setiap perkembangan penyebaran virus ini sehingga tidak terjadi penyebaran hoaks Covid-19. Aturan perundangan dan kebijakan publik terkait Covid-19, termasuk pembentukan pusat layanan Covid-19 dan satgas nasional penanganan Covid-19, seharusnya sudah dimulai.
Pusat layanan harus proaktif dan bekerja maksimal dengan kontak layanan yang optimal. Pelayanan informasi bisa dimulai dari transparansi jumlah penderita yang positif, suspect, ataupun yang masih dalam pemantauan. Sosialisasikan informasi prosedur standar operasio penanganan Covid-19 tidak hanya di perkotaan, tetapi juga kepada masyarakat di pelosok daerah.
Komunikasi pemerintah secara intensif dan sistem layanan informasi yang transparan akan memberikan ketenangan dan meningkatkan kepercayaan publik pada kinerja pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19.
Mengingat Covid-19 belum meluas di wilayah Indonesia, pemerintah harus yakin dan tegas menjalankan strategi pencegahan. Hanya dengan sistem pencegahan yang tepat dan cepat, Indonesia akan terhindar dari malapetaka Covid-19.
(Yordan Khaedir Staf Pengajar dan Peneliti FKUI; Mantan Peneliti Pascadoktoral National Institute of Infectious Diseases, Tokyo, Jepang)