Sejarah tidak bisa dihapus. Namun, kita bisa belajar dari masa lalu untuk meneguhkan komitmen membangun hubungan yang setara, yang saling menghormati dan saling menguntungkan.
Oleh
·3 menit baca
Pas dan tepat konteks pernyataan Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers bersama Raja Belanda Willem-Alexander di Istana Bogor bahwa sejarah tidak bisa dihapus.
Namun, kita bisa belajar dari masa lalu untuk meneguhkan komitmen kita membangun sebuah hubungan yang setara, yang saling menghormati dan saling menguntungkan (Kompas, 11/3/2020).
Pada kesempatan yang sama, Raja Willem-Alexander menegaskan lagi pengakuan eksplisit Pemerintah Belanda terhadap Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Selain itu, Raja juga menyatakan penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan berlebihan oleh Belanda pada tahun-tahun setelah Proklamasi.
Kearifan memang semestinya muncul dari kedua belah pihak. Dari pernyataan kedua kepala negara, kita menangkap semangat untuk menatap ke depan menyikapi hubungan kedua negara, betapa pun ada pahit-getir luar biasa yang disebabkan oleh era kolonial.
Di luar pernyataan tulus dari Raja Willem-Alexander, gestur Raja memperkuat pernyataannya. Justru ketika perjalanan ke luar negeri akibat wabah Covid-19 dibatalkan di sana dan di sini, seorang raja bersama permaisuri teguh mewujudkan lawatan kenegaraan setelah lama direncanakan. Sungguh, ini amat kita hargai dan menyentuh sanubari kita.
Apalagi, kehadiran Raja Belanda telah melahirkan sejumlah kontrak kerja sama bisnis senilai 1,5 miliar euro atau Rp 24, 37 triliun. Kita berharap kedua negara dapat memetik manfaat dari kerja sama yang ditandatangani. Kita sama-sama tahu, kedua negara bisa saling melengkapi.
Seperti sudah pernah dilakukan, dari Belanda kita dapat belajar tentang sains dan teknologi pada umumnya, tentang pengelolaan air, dan tentang pertahanan, juga penerbangan dan kemaritiman.
Sebaliknya, Belanda bisa melihat pasar Indonesia yang luas dan terus berkembang untuk memperluas industrinya. Hanya saja, sudut pandang pasar akan lebih komplet jika disertai program alih teknologi dan investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan meningkatkan kapasitas SDM Indonesia.
Jika masa depan yang menjadi orientasi bersama kedua bangsa, ada baiknya dibuka peluang bagi program bersama, misalnya untuk pengembangan energi terbarukan, seperti energi angin dan surya.
Dari Belanda kita dapat belajar tentang sains dan teknologi pada umumnya, tentang pengelolaan air, dan tentang pertahanan, juga penerbangan dan kemaritiman.
Untuk program semacam ini, kiranya kedua negara mudah untuk melihat kepentingan bersama karena pada dasarnya semua bangsa dihadapkan pada tantangan bersama perubahan iklim dan pemanasan global, termasuk riset bersama untuk mengantisipasi keadaan manakala timbul wabah seperti halnya Covid-19.
Jika di masa lalu ada kebanggaan tersendiri jika ekonom Indonesia belajar di Rotterdam dan insinyur belajar di TH Delft, kini saat era berubah ke serba digital, kita tentu juga bisa belajar dari Belanda untuk bidang-bidang baru yang ditunjang oleh teknologi digital.
Di Den Haag, secara berkala digelar Tong Tong Fair, mengapa tidak dipikirkan festival serupa di Indonesia. Modal sangat berlimpah untuk mengembangkan hubungan yang bisa memupus luka sejarah, dan menambah kemesraan.