Saat unjuk rasa besar warga Hong Kong berlangsung tahun lalu, perhatian besar diarahkan ke Beijing. Berbagai kalangan mencermati langkah China.
Oleh
·2 menit baca
Setelah diserahkan Inggris pada 1997, Hong Kong kembali menjadi bagian dari China. Hingga 2047, diterapkan ”satu negara dua sistem” sehingga sistem dan penegakan hukum di Hong Kong berbeda dengan China. Ketika demonstrasi berbulan-bulan terjadi di Hong Kong pada tahun lalu, dunia pun mencermati langkah China menghadapi hal itu. Ada spekulasi, ketika unjuk rasa kian diwarnai kekerasan, Beijing akan bertindak keras, mengabaikan ”satu negara dua sistem”.
Di tengah unjuk rasa besar yang berlangsung di Hong Kong, muncul informasi pula tentang aparat China berlatih di area negara itu yang berdekatan dengan Hong Kong. Pengerahan pasukan ke Hong Kong ternyata tak pernah terjadi. Berulang kali Beijing justru menunjukkan dukungan kepada pemerintah setempat Hong Kong dalam penanganan unjuk rasa.
Demonstrasi besar di Hong Kong dipicu rencana pemerintah lokal membuat undang-undang ekstradisi yang memungkinkan pelaku kejahatan dibawa ke China daratan. Meski akhirnya rancangan undang-undang dibatalkan, unjuk rasa terus berlangsung. Bahkan tuntutan meluas, meliputi demokratisasi dan pengusutan kekerasan oleh polisi.
Di tengah meluasnya penularan Covid-19, isu Hong Kong kembali muncul beberapa hari lalu, setelah Reuters melansir berita mengenai dugaan dari anggota parlemen Hong Kong bahwa petugas khusus kepolisian China (People\'s Armed Police/PAP), yang dikenal bertugas menangani keamanan di Xinjiang dan Tibet, hadir dalam demonstrasi di Hong Kong. Mereka berada di barisan depan bersama polisi lokal untuk mengawasi unjuk rasa. Hal ini disuarakan karena kehadiran PAP dinilai dapat mencederai ”satu negara dua sistem” jika petugasnya tak sekadar mengawasi unjuk rasa, tetapi juga ikut menangani demonstran. Juru bicara biro keamanan Hong Kong menegaskan, aparat dari luar Hong Kong tak berwenang di wilayah itu. Ketentuan tersebut berlaku untuk polisi maupun tentara China (People\'s Liberation Army/PLA).
Adapun Kementerian Pertahanan China menyatakan bahwa PAP tak ditempatkan di Hong Kong, sedangkan kepolisian Hong Kong menyampaikan, tidak ada ”kunjungan yang dilakukan penegak hukum” dari China daratan.
Dugaan kehadiran PAP menunjukkan ada perhatian besar publik Hong Kong terhadap relasi wilayah ini dengan Beijing. Muncul semacam kekhawatiran mengenai keberlanjutan penerapan ”satu negara dua sistem”. Di sisi lain, dapat dimaklumi jika Beijing berupaya memahami sedalam mungkin dinamika Hong Kong di tengah penerapan ”satu negara dua sistem”. Bagaimanapun, Hong Kong merupakan bagian dari China dan dinamikanya dapat memengaruhi keamanan negara itu.
Tarik-menarik itulah yang harus ditangani secara tepat oleh Beijing dan pemerintah lokal, di tengah sorotan kritis dari publik Hong Kong.