Korona dan Waspada Pangan
Bila wabah virus korona semakin meluas maka proses produksi pangan nasional akan terganggu yang menyebabkan turunnya produksi. Turunnya produksi dan juga turunnya impor pangan akan menurunkan stok pangan dalam negeri.
Rantai perdagangan global paling peka terhadap wabah virus korona bila dibanding- kan dengan domestik.
Di awal Maret 2020 pasar global kehilangan lebih dari 6 triliun dollar AS karena kondisi ekonomi terburuk sejak 2008. Perjanjian ekspor produk pertanian dari AS ke China antara China dan AS senilai total 80 miliar dollar AS untuk 2020 dan 2021, kemungkinan besar tak akan terwujud karena ancaman virus korona (R McCrimmon, Morning Agriculture, 11/3/2020). Di beberapa negara, inspeksi terhadap pabrik pengolahan pangan juga mengalami penundaan yang dapat meningkatkan risiko keamanan pangan.
Sebagian besar negara maju saat ini juga menerapkan pengetatan pemeriksaan barang di pintu masuk maupun keluar. Kedua langkah tersebut sangat berpotensi menyebabkan penurunan drastis ekspor maupun impor.
Di beberapa negara, inspeksi terhadap pabrik pengolahan pangan juga mengalami penundaan yang dapat meningkatkan risiko keamanan pangan.
Penurunan ekspor dan pendapatan negara
Total nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia pada 2019 sebesar 26,3 miliar dollar AS dan terus mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Diperkirakan nilai ekspor tersebut akan menurun lagi di 2020 dan menjadi terendah selama sepuluh tahun terakhir.
Dari nilai ekspor 26,3 miliar dollar AS itu, ekspor komoditas perkebunan mencapai 25,0 miliar dollar AS atau 95,1 persen dari total ekspor komoditas pertanian Indonesia. Sedangkan 5 persen sisanya dari komoditas tanaman pangan, hortikultura dan peternakan.
Ekspor minyak kelapa sawit merupakan komponen penyusun terbesar dan mencapai 16,6 miliar dollar AS atau 63,1 persen dari total ekspor komoditas pertanian.
Ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia diperkirakan secara volumetrik akan menurun di 2020. Di sisi lain harga minyak sawit dunia saat ini juga tertekan yang menyebabkan devisa negara dari minyak sawit diperkirakan akan menurun sekitar 25 persen. Demikian juga ekspor komoditas pertanian lainnya.
Impor delapan komoditas utama yaitu gandum, kedelai, gula tebu, jagung, beras, bawang putih, ubi kayu dan kacang tanah juga akan menurun. Penurunan impor komoditas itu diperkirakan akan memicu harga domestik.
Perdagangan pertanian dan pangan antara Indonesia dan China diperkirakan akan paling terdampak akibat virus korona. Nilai perdagangan komoditas pertanian Indonesia-China mencapai 5,92 miliar dollar AS, dengan surplus 1,86 miliar dollar AS bagi Indonesia. Nilai perdagangan Indonesia-China untuk komoditas pertanian diperkirakan akan menurun lebih dari 30 persen.
Dari sisi domestik, wabah virus korona akan berdampak terhadap pekerja di sektor pengolahan pangan dan sektor pertanian. Penutupan sementara universitas, sekolah, perkantoran, penurunan bisnis dan pengunjung di restoran, serta pertemuan yang melibatkan massa akan berpengaruh signifikan terhadap sektor pangan dan pertanian.
Perdagangan pertanian dan pangan antara Indonesia dan China diperkirakan akan paling terdampak akibat virus korona.
Tata kelola harga pangan
Harga pangan merupakan salah satu faktor penting yang terkait dengan stabilitas politik terutama di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Kenaikan harga pangan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan gejolak politik, kerusuhan dan bahkan penggantian rezim.
Data sementara harga pangan global justru tertekan. Indeks harga pangan FAO di bulan Februari 2020 menurun 1 persen dibanding Januari, tetapi tetap 8,1 persen lebih tinggi di banding tahun sebelumnya (FAO Food Price Index, 15/3/2020).
Indeks harga minyak nabati dunia turun 10,3 persen, serealia turun 0,9 persen, daging 2,0 persen. Tetapi sebaliknya, harga beras di pasar internasional meningkat, harga susu dan produk turunannya naik 4,6 persen, dan gula meningkat 4,5 persen.
Penurunan harga pangan di pasar internasional untuk beberapa komoditas lebih akibat permintaan yang turun karena terhambatnya perdagangan produk pertanian dan pangan di dunia internasional. Di negara berkembang yang ketergantungan impor pangannya tinggi diperkirakan harga pangan akan bergejolak.
Di Indonesia, enam komoditas yang diperkirakan akan naik harganya adalah kedelai, gula tebu, jagung, daging sapi, pakan ternak, bawang putih dan hortikultura terutama bawang bombai dan buah-buahan impor. Kenaikan harga pakan ternak akan menyebabkan peningkatan harga daging ayam dan telur.
Terhambat dan terlambatnya impor daging juga akan meningkatkan harga. Diperkirakan mulai April 2020 ketiga komoditas sumber protein itu akan meningkat harganya. Kenaikan harga bisa lebih dari 10 persen dalam beberapa bulan ke depan.
Dua bahan pangan pokok utama yaitu gandum dan beras diperkirakan tidak mengalami gejolak di 2020 ini. Harga pangan olahan asal gandum diperkirakan stabil karena komponen bahan baku terhadap produk jadi tidak terlalu signifikan. Harga gandum bisa mengalami kenaikan bila wabah virus korona meluas dan negara-negara eksportir gandum menahan barang untuk mengamankan cadangan dalam negeri.
Terhambat dan terlambatnya impor daging juga akan meningkatkan harga.
Harga beras relatif stabil dalam minggu-minggu terakhir setelah wabah virus korona terjadi di Indonesia. Berdasarkan kajian Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) pergerakan harga gabah dan beras di 2019 dan awal 2020 terjadi anomali. Harga gabah tertinggi justru terjadi di Agustus 2019, yakni Rp 5.160 per kilogram gabah kering panen (GKP) dan terus mengalami penurunan hingga Februari 2020 (Rp 4.769 per kilogram GKP).
Sedangkan harga beras mencapai puncak tertinggi di bulan Desember 2019 dan terus menurun hingga saat ini. Diperkirakan dengan masuknya musim panen di akhir Maret dan April harga beras akan cenderung turun. Harga kemudian akan tetap stabil hingga Oktober 2020.
Rekomendasi
Penyiapan stok pangan untuk kota ataupun wilayah yang akan ditutup harus dilakukan dengan maksimal. Selain itu sistem logistik pangan dari dan ke wilayah itu harus benar-benar dapat dijamin kelancarannya.
Sebagai contoh, Wuhan dan beberapa kota lain di Hubei saat ini mulai terjadi kelangkaan pangan dan pasokan medis setelah ditutup lebih dari sebulan. Aktivitas bongkar di pelabuhan Wuhan turun tajam 93 persen sedangkan aktivitas muat menurun 85 persen (The Conversation, 13/3/2020).
Indonesia juga akan mengalami penurunan perdagangan pangan dengan negara-negara lain di dunia. Dipastikan nilai perdagangan baik ekspor maupun impor akan menurun di kisaran angka 25 persen dan perdagangan pangan dengan China akan menurun lebih dari 30 persen.
Devisa negara dari ekspor produk pertanian juga akan menurun di kisaran yang sama. Upaya perlindungan dan bantuan terutama bagi petani yang terkena dampak langsung dari penurunan ekspor ini perlu dilakukan.
Sistem logistik pangan akan terkena dampak pertama kali akibat proses pengawasan lebih ketat di pelabuhan, pintu masuk antar wilayah maupun pasar. Pemerintah perlu mendukung dan mengembangkan sistem transportasi pangan volume besar, misalnya melalui kereta api, angkutan sungai dan laut, untuk kurangi kontak antar manusia.
Indonesia juga akan mengalami penurunan perdagangan pangan dengan negara-negara lain di dunia.
Bila wabah virus korona semakin meluas maka proses produksi pangan nasional akan terganggu yang menyebabkan turunnya produksi. Turunnya produksi dan juga turunnya impor pangan akan menurunkan stok pangan dalam negeri.
Bantuan ke petani untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi saat ini sangat diperlukan. Pemerintah China saat ini menyubsidi petani untuk pembelian peralatan smart-agriculture untuk mengurangi kontak antar petani dan menjadikan pertanian prioritas utama pembangunan saat ini. Sangat diharapkan Pemerintah Indonesia juga mengambil langkah yang sama.
Kelebihan stok komoditas ekspor akan menyebabkan harga beberapa komoditas itu menurun dan menurunkan pendapatan usaha tani. Untuk minyak sawit konversi ke bahan bakar—tak hanya untuk biodiesel—perlu segera diupayakan. Untuk komoditas hortikultura, penurunan impor hortikultura akan berdampak positif bagi petani hortikultura dalam negeri karena permintaan produk domestik meningkat.
Harga pangan untuk beberapa komoditas diperkirakan meningkat. Pemantauan stok dan harga perlu lebih diintensifkan. Analisis dan pemetaan untuk mendeteksi daerah ataupun wilayah yang berpotensi rawan pangan perlu segera dilakukan. Sistem logistik dan cadangan pangan di wilayah tersebut harus menjadi perhatian khusus.
Saat ini data stok pangan yang benar-benar akurat sangat dibutuhkan. Badan Pusat Statistik diharapkan menjadi lembaga tunggal untuk melakukan kajian dan rilis data pangan karena memiliki kepentingan sektoral paling kecil.
Kapasitas dan pendanaan BPS perlu segera ditingkatkan. Bersamaan dengan pendataan stok, pemerintah perlu segera memperbesar stok pangan utama sehingga pengendalian harga bisa dilakukan. Stok pangan di masing-masing daerah juga perlu ditingkatkan.
Stok pangan di masing-masing daerah juga perlu ditingkatkan.
Diperkirakan wabah virus korona di Indonesia akan mencapai puncak antara April-Mei 2020 dan setelah itu kasus baru akan mengalami penurunan. Fase pemulihan hingga wabah virus korona benar-benar berhenti diperkirakan lebih dari enam bulan setelah puncak atau sekitar Oktober-November 2020. Saat itu pelan-pelan persoalan pangan terkait wabah virus korona akan mengalami perbaikan.
Wabah korona diharapkan mampu menyatukan seluruh komponen anak bangsa. Hanya dengan persatuan, kepatuhan serta saling menyemangati dan mengasihi maka wabah virus corona akan segera berakhir di Indonesia. Pelan-pelan seluruh aspek kehidupan akan kembali berjalan normal. Semoga.
(Dwi Andreas Santosa Guru Besar dan Kepala Pusat Bioteknologi IPB dan Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI))