Perayaan Nyepi tahun ini berlangsung dalam suasana keprihatinan. Nyepi dirayakan saat dunia, termasuk Indonesia, dilanda pandemi Covid-19.
Oleh
·3 menit baca
Perayaan Nyepi tahun ini berlangsung dalam suasana keprihatinan. Nyepi dirayakan saat dunia, termasuk Indonesia, dilanda pandemi Covid-19.
Suasana prihatin itu terlihat dari umat Hindu yang merayakan Melasti di Petirtaan Jolotundo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (22/3/2020), yang hanya diikuti wakil tujuh pura di Mojokerto. Umat yang datang, selain tergambar memakai masker, juga diperiksa kesehatannya secara ketat (Kompas, 23/3/2020).
Penyebaran virus korona baru yang masif itu membuat ratusan umat yang tahun lalu menghadiri Melasti, tahun ini tidak bisa ikut serta. Melasti adalah upacara penyucian sarana peribadatan di pura, di sumber air suci, yang digelar dua atau tiga hari sebelum perayaan Nyepi.
Data dari Johns Hopkins University, Amerika Serikat, Senin (23/3/2020) sore menyebutkan, wabah virus korona baru telah menjangkiti 343.421 warga, dari 167 teritori/negara, dengan 14.790 orang di antaranya meninggal. Di Indonesia, Covid-19 menjangkiti 579 orang, dengan 49 orang di antaranya meninggal. Korban virus itu diperkirakan terus berjatuhan.
Untuk menekan penyebaran virus korona baru, dan menghindari lebih banyak korban, sejumlah negara menerapkan kebijakan lockdown (isolasi diri). Indonesia sementara ini tak menerapkan kebijakan pengisolasian diri, tetapi menyerukan antara lain pembatasan sosial (social distancing), membatasi orang berkumpul dalam jumlah besar, bekerja atau belajar dari rumah, dan pembatasan bagi warga untuk bepergian.
Kebijakan pembatasan aktivitas warga sejalan dengan brata atau pengendalian diri yang dijalankan umat Hindu pada Hari Raya Nyepi.
Ada empat brata yang wajib dilakukan, atau Catur Brata Panyepian, yakni amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tak melakukan aktivitas kerja), amati lelanguan (tak mencari hiburan), dan amati Lelungaan (tak bepergian). Umat Hindu dalam merayakan Nyepi, selama ini, memberikan contoh nyata kepada masyarakat tentang pengendalian diri.
Dalam kesunyian, tanpa cahaya, hari raya Nyepi merupakan saat manusia untuk mawas diri, mengendalikan diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan akal budi: cipta, rasa, dan karsa, menuju hakikat keberadaan manusia dan inti kehidupan semesta.
Situasi dan kondisi itulah yang dibutuhkan manusia di kawasan manapun, yang terjangkiti Covid-19, agar virus itu tak semakin merajalela, merenggut kehidupan manusia.
Tanpa pengendalian diri dan mawas diri, seseorang bisa saja mengabaikan seruan pemerintah atau pemimpin, dan tetap melakukan aktivitas seperti kebiasaanya. Dia tetap jalan-jalan, tanpa menyadari kemungkinan membawa virus korona baru. Ia tidak hanya membahayakan dirinya, tetapi juga orang lain. Tak mempedulikan nasib orang lain dan bangsanya.
Esensi hari raya Nyepi, yang tahun ini bertepatan hari Rabu (25/3/2020), adalah pengendalian diri. Rangkaian upacara hari raya ini masih berlanjut hari Selasa (24/3/2020) dengan Pawai Ogoh-ogoh dan tradisi Ngembak Geni, sehari setelah Nyepi. Acara itu biasanya meriah. Namun, tahun ini kemeriahan itu hanya bisa dalam hati, demi bersama-sama memperjuangkan kemanusiaan, melawan virus korona baru. Kita pasti unggul.