Semua serba ganjil, aneh, dan saru-saru gremeng di Bali tahun ini. Sekarang ini adalah hari Nyepi. Apa yang menjadi ciri khas hari Nyepi, biasanya? Arak-arakan ramai-ramai ogoh-ogoh menjelang sandikala, yang melambangkan para butakala, penghuni kegelapan dunia, merajalela sebelum kemudian disomia (dilakukan ruwatan), lalu dibakar di pengujung malamnya.
Dunia atau bhuana lalu diyakini kemudian bersih, yang keesokan harinya dirayakan selama sehari semalam penuh dengan laku penyepian, yaitu keserbasuwungan sempurna di bumi. Sepanjang hari Nyepi itu kita harus menerapkan, di dalam pitutur para leluhur, apa yang disebut Catur Brata Penyepian, yaitu amati lelungaan, amati lelanguan, amati geni, dan amati karya, yang berarti tidak boleh bepergian, tidak boleh bersenang-senang, tidak boleh menyalakan api, dan tidak boleh bekerja. Ya, begitulah memang setiap tahun berulang, hening sepi merayakan bersatunya diri bhuana alit dan semesta.
Namun, tahun ini agaknya segalanya berjalan tidak biasa. Ada kegiatan yang semestinya tidak boleh dijalankan di hari mana pun, tetapi justru, pada hari Nyepi ini malah terjadi, bahkan lebih dari hari apa pun, yaitu amati manungsa, membunuh manusia. Rupanya berkeliaranlah buta pemangsa manusia yang jangan-jangan gagal disomia: Sang Buta Korona. Maka, Nyepi kali ini memang saru-saru gremeng. Bukan sebagaimana ritual biasanya. Seharusnya ini tidak mungkin terjadi.
Apa yang terjadi memang tidak terlalu jelas. Namun yang pasti, Bali, Indonesia, dan dunia kini di dalam keadaan darurat, pageblug yang tiada taranya: wabah merajalela.
Apa kata tetua perihal kejadian ini? ”Ida Batara melancaran,” katanya, yaitu Ida Batara berjalan-jalan, jangan-jangan diiringi Sang Buta Korona. Makanya grubug. Bayangkan: Setiap manusia yang dihampiri, menghirup napasnya, entah bersalah atau tidak, tiada ampun disabet dengan begitu saja. Meriang, demam, sesak napas, lalu meninggal sebelum suratannya. Jadi ratusan, bahkan ribuan insan manusia mati. Bukan di Bali saja, melainkan di seluruh dunia.
Ya. Sang Buta pembawa maut kini tengah melanglang buana dengan sangat leluasa. Bermula di China, bercokol di Italia, lalu dia melompat ke Amerika, dan kini sudah merambah Bali dan belahan Indonesia lainnya, lengkap dengan taring serta seringai ringisan gaib yang menakutkan itu, tak peduli raung tangis. Dan, itu terjadi di hari Nyepi kita.
Segala yang saru gremeng dan ganjil ini, pandemi yang memang tidak biasa telah dipahami oleh para pengambil kebijakan di Pulau Bali. Oleh karena itu, Nyepi diperpanjang sehari lagi oleh mereka. Dengan harapan satu: agar Ida Batara berhenti melancaran dan Buta Korona berkenan disomia, siap dijadikan pelajaran bagi umat manusia.
Maka, apakah kalian tak sungguh mendengar, di Nyepi yang tak biasa ini, suara-suara sunyi yang membubung dari segala penjuru, barat, timur, utara, dan selatan?
Dengarkah kalian seruan batin yang dikumandangkan orang suci semua: para pedanda, sulinggih, mangku, bahkan kiai, dan rahib pula, bersatu padu dalam kesedihan. Dan apakah Beliau mendengar? Semoga!