Tulisan Ari Kuncoro, Rektor Universitas Indonesia, ”Mata Pencarian Rakyat Banyak dan Covid-19” (Kompas, 24/3/2020), menyejukkan. Kepedulian yang didukung data sederhana, obyektif, mudah dipahami awam, semoga membuka nurani pengambil keputusan.
Paragraf yang patut digarisbawahi: Entitas produksi Indonesia didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), 99,99 persen dari total jumlah unit usaha dan menyumbang 63 persen produk domestik bruto.
Terpenting pernyataan: Tak seperti pegawai kerah putih, bagi usaha mikro dan pekerjanya, hidup adalah dari hari ke hari dengan mengandalkan omzet harian. Bagi usaha mikro, akses dan kesempatan mungkin lebih penting daripada bantuan tunai dan kredit.
Saya ingin mengapresiasi Ari Kuncoro yang menunjukkan keberpihakannya kepada the silent majority yang terdampak sangat berat akibat wabah Covid-19. Sungguh saat yang tepat, Kompas memuat pada hari yang sama berbagai bahasan tentang penyakit yang masih berdampak besar pada kelompok masyarakat ini, yaitu penyakit tuberkulosis (TBC).
Akibat lonjakan pasien Covid-19, pelayanan kesehatan untuk penderita TBC dan TBC RO (resistan obat) terganggu dan berpotensi putus berobat. Tidak terdiagnosis dan tidak adanya tindak lanjut pengobatan yang memadai akan menambah jumlah penderita. Muncul masalah sosial ekonomi karena pasien kehilangan pekerjaan.
Keterbatasan anggaran harus digunakan secara taat asas dan tepat guna, didasari integritas serta kesungguhan para pengambil keputusan. Saya tidak akan bosan meminjam kosakata Budiman Tanuredjo: Fokus dan konsentrasi penuh. Semoga.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jalan Pariaman, Pasar Manggis, Jakarta 12970
Garis Penyeberangan
Kamis (27/2/2020), sekitar pukul 17.30, saya hendak menyeberang jalan menuju Kodam di Jalan Kalimalang. Biasanya ada ”polisi amatir” yang saya kenal membantu saya dan orang-orang menyeberang. Saat itu dia tidak ada.
Saat menyeberang saya berhenti di tengah jalan. Sebuah mobil tidak mau mengalah dan menuju saya lalu berhenti juga. Namun terpaksa saya maju sedikit dan mengalah.
Mohon pihak berwenang membuat garis penyebarangan jalan di depan Kodam Jalan Kalimalang (sebelah Polsek Duren Sawit). Di Jalan Kartika Eka Paksi di kompleks kodam itu ada SD, SMA, gereja, dan bimbingan belajar sehingga banyak orang menyeberang dan kendaraan lalu lalang.
Vita Priyambada
Kompleks Perhubungan, Jatiwaringin, Jakarta 13620
Fasilitas Penyeberangan
Surat Abdul Faridhan (Kompas, 21/2/2020) menarik perhatian saya. Ia prihatin karena tidak ada fasilitas penyeberangan umum di Jalan Fatmawati, persis di muka Pasar Mede, Cilandak Barat. Padahal, banyak orang menyeberang menuju pasar.
Membaca surat itu, saya ingat bahwa saya juga pernah menyampaikan keprihatinan serupa, tidak adanya fasilitas penyeberangan di jalan raya, di surat kabar ini juga. Kebetulan arsipnya masih saya simpan. Hampir 44 tahun lalu.
Di rubrik Redaksi Yth Kompas (12/6/1976), saya meminta yang berwenang menyediakan fasilitas penyeberangan di Jalan Kyai Tapa, Grogol, tepatnya di depan Rumah Sakit Sumber Waras.
Saat itu, lokasi tersebut sudah cukup ramai, tetapi belum ada sarana penyeberangan jalan yang aman.
Setelah surat saya lebih dari 40 tahun lalu itu, tentulah sudah banyak dibuat beragam fasilitas publik.
Sebagai warga DKI, kita perlu memberikan masukan yang berwenang agar peka terhadap kepentingan umum.
EDUARD LUKMAN
Jl Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta 12510