Saling sindir dan menyalahkan terjadi antara Rusia dan Arab Saudi di tengah upaya dan intervensi Presiden AS Donald Trump mengatasi perang harga minyak.
Trump menghabiskan waktu berjam-jam menelepon Arab Saudi ataupun Rusia. Bahkan, dalam jumpa pers di Gedung Putih, Presiden Amerika Serikat (AS) itu menegaskan, ”Perang harga minyak ini jelek buat kedua negara. Oleh karena itu, saya yakin kedua negara itu bisa membuat kesepakatan.”
Upaya Trump membujuk Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman untuk membuat kesepakatan penurunan produksi minyak diikuti dengan rencana pertemuan OPEC+ yang akan dihadiri Rusia, Senin (9/4/2020). Namun, pertemuan itu ditunda sampai waktu yang belum ditentukan setelah Arab Saudi dan Rusia saling sindir dan saling menyalahkan.
”Ini tampaknya terkait dengan upaya Arab Saudi untuk menghilangkan (negara) pesaing yang memproduksi minyak serpih. Untuk melakukan itu, harga minyak dunia harus di bawah 40 dollar AS per barel. Dan, mereka berhasil dalam hal itu. Namun, kami tidak membutuhkan itu, kami tidak pernah menetapkan tujuan itu,” ujar Putin.
Sebaliknya, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, putra Raja Arab Saudi Pangeran Salman bin Abdulaziz, mengkritik Rusia. Menurut Pangeran Abdulaziz, Rusia-lah yang menyarankan Riyadh menyingkirkan produsen minyak serpih (Kompas, 5/4/2020).
Sebagai produsen minyak serpih, kata Putin, AS harus hadir pada pertemuan OPEC+ agar pengurangan produksi minyak dunia sesuai dengan harapan, yakni 10 juta barel per hari. Namun, Washington belum membuat komitmen apa pun menyangkut ajakan menurunkan produksi minyak ini.
Namun, Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan, pengurangan 10-15 juta barel per hari tidak cukup menghadapi penurunan besar permintaan minyak dunia. Pemotongan sebesar itu akan meningkatkan persediaan jutaan barel per hari pada kuartal kedua.
Penurunan permintaan minyak dunia terpukul akibat virus korona baru yang menyebabkan hampir semua industri di dunia kolaps. Industri penerbangan dunia adalah salah satu industri yang paling terpukul akibat virus korona baru, hingga semua pemerintah memberi stimulus khusus bagi industri penerbangan di negara masing-masing.
Harga minyak mentah dunia rata-rata 63 dollar AS per barel pada Januari 2020, dan pada akhir Maret 2020 sempat menyentuh level 20 dollar AS per barel. Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia semestinya dapat mengambil manfaat dengan kejatuhan harga minyak ini.
Sayangnya, rupiah terdepresiasi cukup dalam dari sekitar Rp 13.400 menjadi Rp 16.600 per dollar AS sehingga harga impor minyak yang murah tak banyak membantu kondisi keuangan Indonesia. Upaya mengurangi produksi minyak dunia oleh Trump dan OPEC+ pun kurang sesuai dengan harapan kita.