Cita-cita saya sejak kecil untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dengan menjadi anggota Polri kandas begitu saya melihat syarat-syarat pendaftaran di laman resmi Akademi Kepolisian (Akpol). Dalam syarat pendaftaran taruna Polri itu disebutkan pemegang ijazah paket A, B, dan C tidak boleh mendaftar.
Saya sungguh terkejut. Putus sudah harapan saya untuk menjadi polisi. Apa alasannya, mengapa kami yang berijazah paket dilarang mendaftar? Sungguh, kami merasa hak asasi kami dilanggar. Kalau alasannya kami tidak layak, hal itu bisa dibuktikan saat tes. Berilah kami kesempatan mendaftar.
Negara mengakui keabsahan ijazah kami dalam UU Nomor 20/2003 dan Surat Edaran Mendiknas Nomor 107/MPN/MS/2006. Dengan demikian, kami memiliki hak yang sama sebagai warga negara.
Saya sudah berkirim surat kepada Kapolri dan Gubernur Akpol, berharap Polri bisa lebih bijak dan tidak memarjinalkan kami. Semoga aspirasi kami dapat dipertimbangkan pada pendaftaran berikutnya.
Afrizal Naufal Ghani Asrama Brimob, Kelapa Dua, Depok
Di Bawah Umur
Siaran jurnalistik di stasiun televisi Indonesia sangat beragam. Dari berita yang serius hingga gelar wicara yang menghibur penontonnya. Suatu ketika saya menonton salah satu siaran jurnalistik di stasiun televisi. Dalam program tersebut tampak sekelompok polisi menangkap begal di rumahnya.
Ternyata beberapa pelaku yang ditangkap anak di bawah umur. Betul, stasiun televisi tersebut telah menyamarkan wajah pelaku. Sayangnya, keluarga pelaku yang menyaksikan penangkapan tidak disamarkan. Wajahnya terlihat sangat jelas. Bukankah ini bisa berakibat pada terbongkarnya identitas pelaku yang masih di bawah umur?
Ketentuan kewajiban penyamaran telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Pasal 43 yang berbunyi ”Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban, dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya adalah anak di bawah umur”. Saya berharap stasiun televisi bisa lebih teliti dan berhati-hati agar kesalahan tersebut tidak terulang.
Luthfiyyah Sesarini Mahasiswa Jurusan Televisi, ISI Yogyakarta
Nasib Uang Kami
Yang terhormat Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, saya ibu rumah tangga dengan tiga anak. Saya mengidap kanker lidah stadium tiga. Hidup saya kritis, butuh biaya untuk melanjutkan pengobatan.
Saya juga sangat butuh biaya untuk sekolah anak-anak saya. Kondisi keuangan saya menjadi sangat kritis akibat pemblokiran rekening efek Wanaartha Life. Saya butuh mencairkan polis saya segera. Jika tidak, hidup saya bisa menjadi sangat pendek.
Yang saya ketahui, Wanaartha Life legal, resmi di bawah pengawasan OJK, sehingga kami berani ambil polis. Selama ini Wanaartha tidak pernah ingkar dalam pemenuhan hak nasabah, sampai kemudian ada pemblokiran rekening, imbas dari kasus Jiwasraya.
Saya mohon dengan sangat, terutama kepada Kejaksaan Agung dan OJK, untuk sesegera mungkin membuka blokir rekening Wanaartha. Tujuannya agar saya selaku nasabah bisa mendapatkan kembali uang polis yang menjadi hak saya.
Saat ini, hidup saya sedang berkejaran dengan waktu.
Jadi, saya mohon kepada semua pihak yang berwenang untuk membuka blokir rekening Wanaartha Life. Saya butuh kejelasan. Demi kelangsungan hidup saya, terutama kelanjutan pendidikan anak-anak saya, dan tentunya juga kelangsungan hidup semua nasabah Wanaartha.
Kami sama sekali tidak berurusan, apalagi bersalah, dalam kasus Jiwasraya, tetapi kami terkena imbas dengan derita yang luar biasa.
Fuk IngKelurahan Jamika, Bojongloa Kaler, Bandung