Penanganan Covid-19 membutuhkan anggaran super besar. Pemerintah menyiapkan Rp 405,1 triliun. Pengawasan ketat menjadi keharusan guna mencegah penyelewengan, selain memastikan pendistribusiannya yang tepat dan cepat.
Oleh
·2 menit baca
Korupsi yang dilakukan ketika negara dalam keadaan bahaya, bencana alam nasional, atau krisis ekonomi dan moneter dapat dijatuhkan pidana hukuman mati.
Amanat dalam Penjelasan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini menunjukkan posisi sangat tegas bahwa bangsa ini tidak boleh memberi ampun pada siapa pun yang mengorupsi anggaran negara dalam kondisi kedaruratan atau luar biasa.
Kini, ketika bangsa ini tengah menghadapi pandemi Covid-19 yang membutuhkan penanganan cepat yang didukung anggaran yang juga superbesar, amanat UU Tindak Pidana Korupsi ini menjadi semakin relevan digaungkan kembali hingga pelosok Nusantara.
Jangan beri ampun siapa pun yang menyelewengkan dana Covid-19
Pemerintah menganggarkan dana penanganan Covid-19 sangat besar, mencapai Rp 405,1 triliun. Dana ini diperuntukkan bagi sektor kesehatan, perlindungan sosial, insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta program pemulihan ekonomi nasional. Anggaran yang sangat besar itu perlu dipastikan tidak sepeser pun disalahgunakan.
Apabila berpikir positif, pasti tidak terbayangkan, apakah akan ada orang yang tega mengorupsi dana penanganan Covid-19. Serangan virus ini merenggut lebih dari 136.000 jiwa manusia di dunia dan memorakporandakan banyak tatanan negara, tak terkecuali Indonesia. Namun, mengingat korupsi sudah menggurita di negeri ini, kita tetap perlu waspada dan mencegah adanya pihak-pihak yang tetap tega mengambil keuntungan dari situasi kedaruratan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat selama sepuluh tahun terakhir ini ada sedikitnya 87 kasus korupsi dana bencana. Korupsi terjadi ketika dana digelontorkan tanpa pengawasan ketat, baik pada tahap tanggap darurat, rehabilitasi, maupun rekonstruksi. Pelakunya beragam, mulai dari pejabat negara, kepala daerah, pejabat atau pegawai instansi/lembaga, hingga swasta.
Oleh karena itu, kehati-hatian tetap diperlukan. Terlebih dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona memberikan hak imunitas pihak-pihak yang melaksanakan perppu dari gugatan perdata dan tuntutan pidana.
Kendati demikian, kehati-hatian jangan sampai menghambat pendistribusian dana penanganan Covid-19. Penyebaran virus korona jenis baru ini sangat cepat. Oleh karena itu, apabila kita terlambat mengucurkan anggaran, dana itu tidak akan memperbaiki keadaan, tetapi memperparah keadaan.
Transparansi adalah kunci
Kuncinya adalah transparansi. Pengguna dan penerima manfaat anggaran perlu disampaikan ke publik sehingga mudah diverifikasi. Pelibatan semua lembaga penegak hukum dan pengawas penggunaan anggaran, termasuk Komisi Informasi Pusat serta media, menjadi urgen. Pihak yang mencoba mengambil kesempatan menjadi gentar sebab akan berhadapan dengan hukuman mati. Sebaliknya, bangsa ini bisa segera mengatasi Covid-19 dan memastikan kehidupan.