Pandemi Covid-19 memaksa banyak orang di seluruh dunia mengubah cara hidup mereka. Perubahan itu besar kemungkinan berlanjut meski pandemi selesai.
Oleh
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 memaksa banyak orang di seluruh dunia mengubah cara hidup mereka. Perubahan itu besar kemungkinan berlanjut meski pandemi selesai.
Gedung-gedung pencakar langit rasanya kini kosong. Tak ada suara keyboard yang bersahut-sahutan dari kubikal. Saat bekerja dari rumah, pekerja mendapati betapa lebih berharga berkumpul dengan pasangan dan anak di rumah ketimbang bergelut dengan kemacetan berjam-jam. Langit di kota-kota metropolitan kini lebih biru. Tingkat polusi menurun drastis karena jumlah kendaraan di jalan raya anjlok.
Apakah setelah pandemi teratasi—vaksin ditemukan dan obat mujarab diproduksi—orang akan kembali memenuhi gedung-gedung pencakar langit untuk bekerja sekaligus membuat jalan raya macet? Sejumlah analisis menyebutkan, bisa jadi hal itu tak terulang. Perusahaan menyadari lebih murah jika karyawan bekerja dari rumah. Pemerintah kota juga merasakan keuntungan siginifikan dengan jalan raya yang yang tidak macet dan langit yang lebih bersih.
Meski demikian, setelah pandemi rampung (mungkin akhir tahun ini atau baru tahun depan), salah satu hal yang tetap terjadi ialah persaingan keras antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara bersaing menjadi yang paling berpengaruh dalam berbagai bidang: ekonomi, budaya, politik internasional, dan militer.
Di tengah kondisi itu, seperti ditulis harian ini pada Selasa (21/4/2020), yang mengutip laporan Nikkei Asian Review, ada tantangan berat yang akan dihadapi China pascapandemi mendatang. Penyebabnya, Jepang belum lama ini mengeluarkan kebijakan mendorong perusahaan-perusahaan negara itu untuk memindahkan pabrik dari China, mitra dagang terbesar Jepang. Alasan yang dikemukakan ialah Jepang tak ingin terlalu bergantung pada satu negara, dalam hal ini China, untuk urusan suplai produk manufaktur. Dana yang disediakan 2,2 miliar dollar AS untuk insentif relokasi itu.
Jepang mengeluarkan kebijakan mendorong perusahaan-perusahaan negara itu untuk memindahkan pabrik dari China.
Langkah ini diambil karena saat Covid-19 mendera China, suplai produk dari negara itu ke Jepang anjlok. Pada Februari 2020, ekspor China ke Jepang turun hampir 50 persen. Pada saat bersamaan, AS juga berupaya menarik perusahaan-perusahaan negara itu dari China. Hal ini sesuai dengan slogan yang diusung Presiden AS Donald Trump, yakni America First. Jika nanti betul-betul banyak pabrik dan perusahaan Jepang serta AS hengkang dari China, hal ini memberi tantangan tak mudah bagi Beijing mengingat pandemi juga telah memberi kesulitan ekonomi tak tanggung-tanggung.
Saat perubahan cara hidup masyarakat akan berlanjut pascapandemi, dunia tetap akan menyaksikan persaingan AS-China. Langkah Jepang merelokasi industri dari China meningkatkan intensitas dinamika persaingan ini. China tentu tak menyerah. Mereka memiliki modal sangat besar di berbagai bidang. Yang juga perlu pula dicatat ialah bagaimana negara Asia Tenggara bersikap dalam situasi itu, terutama saat relokasi industri dari China terjadi pascapandemi nanti.