Masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 di negeri ini berpotensi diperpanjang. Pelibatan masyarakat, termasuk media untuk mendukung kebijakan belajar dari rumah pun dapat dilakukan, untuk efektivitas pendidikan.
Oleh
TAJUK RENCANA
·3 menit baca
Sejak 31 Maret 2020, pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar secara nasional. Di daerah, kebijakan itu diterapkan sesuai kondisi masing-masing.
Dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu, yang paling nyata terlihat adalah, pembatasan jam sekolah dan jam kerja. Di DKI Jakarta, kebijakan belajar dari rumah atau bekerja dari rumah, untuk menekan penyebaran wabah virus korona baru dilakukan sejak pertengahan Maret 2020. Hingga saat ini, kebijakan pembatasan belajar dan bekerja itu berlaku di seluruh negeri, dan masih berlaku entah sampai kapan.
Bahkan, seperti diberitakan harian ini, pandemi Covid-19 diperkirakan tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Untuk mengantisipasi perpanjangan masa darurat, khususnya terkait kebijakan belajar dari rumah, perlu dirumuskan ulang model pembelajaran jarak jauh di sekolah (Kompas, 27/4/2020).
Sejak kali pertama diberlakukan, kebijakan belajar dari rumah tidak diikuti dengan arahan teknis pelaksanaannya, dan bergantung pada kreativitas guru dan pimpinan sekolah. Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SE Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19, tak menyebutkan, bagaimana belajar dari rumah dilakukan.
SE Mendikbud menyebutkan, proses belajar-mengajar dari rumah melalui pembelajaran dalam jaringan (daring)/jarak jauh, untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, terkait kecakapan hidup, dan aktivitasnya bervariasi tergantung minat siswa serta kondisi dan kesenjangan akses/fasilitas pendidikan. Belajar dari rumah tak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum.
Materi, cara, dan strategi belajar dari rumah pun sangatlah beragam. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki laman guruberbagi, selain puluhan laman terkait pendidikan dan pengajaran. Namun, materi di laman itu tak sepenuhnya diakses oleh guru, siswa, atau orangtua siswa, karena berbagai alasan. Tak ada laporan yang terukur pula terkait pelaksanaan pembelajaran secara daring itu. Namun, Komisi X DPR menyatakan, di DKI Jakarta saja pembelajaran jarak jauh dengan metode daring secara penuh dinilai tak efektif.
Bisa dipahami, model belajar dari rumah secara daring tak efektif, sebab selama ini, sesuai data Kemendikbud tahun 2017, lebih dari 49,3 juta siswa pada jenjang pendidikan dini, sekolah dasar, dan sekolah menengah menjalani model pembelajaran secara tatap muka.
Hanya sedikit sekali yang belajar secara daring. Mayoritas dari sekitar 7,5 juta mahasiswa di negeri ini pun belajar secara tatap muka, meskipun sejak tahun 1984 di- dirikan Universitas Terbuka yang mengembangkan pembelajaran jarak jauh.
Efektivitas belajar dari rumah secara nyata mulai terjawab, saat Kemendikbud menggandeng TVRI mulai 13 April 2020, menayangkan program Belajar dari Rumah. Rating TVRI pada periode 12-18 April 2020 naik 622 persen, menjadi 15,85, serta menjadi yang tertinggi secara nasional. Padahal, rating minggu sebelumnya hanya 2,23. Budaya menonton dan "tatap muka" masih kuat melekat pada diri masyarakat negeri ini.
Masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 di negeri ini berpotensi diperpanjang. Kebijakan belajar dari rumah perlu ditata lebih baik lagi, dengan memuat arahan teknis serta mempertimbangkan kondisi daerah, akses dan fasilitas sekolah, serta masa depan siswa. Pelibatan masyarakat, termasuk media massa untuk mendukung kebijakan belajar dari rumah pun bisa saja dilakukan, untuk efektivitas pendidikan.